Plakkk
Suara tamparan terdengar menggema di dalam rumah
"Ayah ampuni aku, Aku akan membawa uang yang lebih banyak besok"
Gadis yang baru saja mendapatkan tamparan di pipinya tampak memohon kepada sosok yang di panggil ayah tersebut.
Gadis itu menangkup kan kedua tangannya, dengan menatap sosok ayah dengan mata yang berkaca kaca, Tampak sudut bibir gadis itu robek menandakan jika tamparan itu cukup keras.
Bughhhh
Tubuh mungil gadis itu terlempar begitu saja kala menerima tendangan di bagian perutnya.
"Ahhhhh"
Gadis itu meringis menggenggam perutnya yang terasa sakit akibat tendangan ayahnya. Gadis itu meringkuk jauh ketika melihat pria paruh baya itu kembali berjalan mendekati dirinya.
Srakkkk
Amelia mendongakkan kepalanya secara paksa saat rambut panjang miliknya di tarik oleh pria bertubuh kekar itu.
"Ayah aku mohon maafkan aku maafkan aku"
Gadis itu kembali mengucapkan kalimat yang sama, Air mata mengucur deras di pipi Amelia.
"Bukankah selalu aku katakan padamu bawa uang lebih, kau pikir aku apa ha? Dengan uang 100 ribu itu kau pikir aku bisa kenyang"
Sentak Herman dengan amarah yang berapi api, pria paruh baya itu tampak tak peduli dengan putrinya yang saat ini tengah menjerit sakit karna ulahnya.
"Aku janji ayah aku akan bawa uang lebih besok, ampuni aku ayah ampuni aku"
Amelia menggenggam tangan ayahnya, berharap pria itu melepaskan cengkeramannya.
"Sial, besok bawa uang lebih"
Ucap Herman yang kemudian melepaskan cengkeramannya dengan kasar.
Amelia akhirnya bisa sedikit bernafas lega kala ayahnya kini melepaskan tangannya.
Herman menatap putrinya sulungnya dengan jengkel, entah sudah berapa hari gadis itu hanya membawa uang kurang dari 100 ribu saja.
Jelas saja itu tidak cukup, dia harus makan dan lagi dia harus membayar utangnya pada temannya yang sempat dia pinjam untuk modal judi di beberapa hari yang lalu.
Namun seketika matanya bersilat bahagia kala melihat sebuah kalung emas bertengger di leher putrinya.
Amelia yang menyadari tatapan ayahnya segera menggenggam kalung tersebut, dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak ayah, jangan kalung ini, kalung ini pemberian ibu, Aku aku janji akan membawa uang yang banyak untuk ayah"
Ucap gadis itu dengan cepat.
Namun Herman tampak tidak peduli, Dia menarik kalung di leher putrinya dengan paksa.
"Untuk apa kau menyimpan pemberian wanita itu, bahkan wanita itu tega meninggalkanmu dan adikmu heh"
Sarkas Herman yang menatap kesal pada putrinya, lalu pandangannya kembali jatuh pada sebuah kalung yang kini telah berada di tangannya.
Dia melebarkan senyumnya, memikirkan berapa harga kalung tersebut, jika lebih maka dia akan menjadikannya lagi modal untuk judi.
Amelia memegang kaki ayahnya, memohon belas kasihan pada pria itu.
"Ayah tolong kembalikan kalung itu ayah, ayah bisa ambil apapun selain kalung itu"
Pintar Amelia dengan tangis yang kembali pecah.
Dia benar benar menyayangi kalung itu, karna kalung itu pemberian ibunya sebelum meninggalkannya di waktu kecil.
"Banyak bicara kau"
Sentak Herman yang kemudian menghentakkan kakinya dengan kasar hingga tubuh Amelia menabrak meja.
"A ayah aku mohon"
Pinta gadis itu dengan terbata, rasa sakit di perutnya semakin menjadi.
Namun Herman seperti tidak peduli dengan putrinya, dia melenggang begitu saja dengan senyum bahagia karna mendapat sebuah harta yang bisa menjadi uang untuknya.
Amelia meringis, gadis itu memegang perutnya yang terasa nyeri.
"Tidak tidak Amelia, kau harus kuat demi adikmu"
Gumam gadis itu yang berusaha menguatkan dirinya sendiri kala rasa sakit yang menghantamnya.
Amelia bangun dari posisinya dengan tertatih, dia berjalan ke arah kamarnya secara perlahan.
Sesampai di kamarnya , tangan gadis itu segera meraih kunci membuka sebuah lemari kayu besar yang ada di sana.
"Kakak"
Seorang gadis kecil yang berusia 10 tahun tampak menatapnya dengan rasa khawatir, Bisa Amelia pastikan jika adiknya menangis dalam waktu yang cukup lama.
"Jangan menangis kakak tidak apa apa, hmm"
Tangan gadis itu bergerak menghapus lelehan bening di pipi adiknya.
"Kakak terluka lagi"
Ucap Liliana ketika menatap bibir kakaknya yang robek dan pipinya yang tampak membiru, dia sudah bisa menebak apa yang terjadi pada kakaknya.
"Tidak apa apa, ini tidak sakit"
Bohong Amelia, Rasanya gadis itu ingin menangis saat ini juga mengatakan jika semua tubuhnya terasa remuk redam, namun dia sekuat tenaga menahannya, dia tentu saja tidak ingin adiknya merasa cemas dengan kondisinya.
"Tapi kakak"
"Bantu kakak mengemas baju baju kakak dan bajumu, kita akan pergi"
Potong Amelia yang dengan cepat meraih sebuah tas yang berukuran cukup besar yang ada di dalam lemari itu.
Liliana memilih diam, dia segera membantu kakaknya mengemas beberapa baju mereka di dalam tas tersebut.
"Kakak kita akan kemana?"
Gadis kecil itu segera bertanya pada sang kakak, Kini mereka berada di jalan raya dengan Amelia yang menggendong tas mereka.
"Kita akan pergi dari rumah, Apa kau lelah?"
Tanpa ragu gadis kecil itu menganggukkan kepalanya.
Amelia mengembangkan senyumnya.
"Pakai tas ini, lalu naik ke punggung kakak"
"Apa kakak tidak lelah?"
Liliana bertanya dengan ragu.
"Tidak, lagi pula badanmu kecil itu tidak masalah untuk kakak"
Jawab Amelia dengan senyum di bibirnya.
Pada akhirnya Liliana naik ke punggung kakaknya, dia memeluk leher kakaknya dengan erat.
"Kakak terima kasih"
Gumam gadis itu dengan suara pelan.
Liliana menjatuhkan air matanya.
Dia merasa terharu dengan kakaknya yang masih mengutamakan dirinya, Padahal Amelia bisa saja pergi dari rumah tanpa membawanya yang hanya menjadi beban namun kakaknya tetap tersenyum dengan menggenggam tangannya dengan erat.
Melihat sebuah halte bus yang kini tidak jauh dari posisinya membuat Amelia mengembangkan senyumnya. Hingga ketika gadis itu semakin mengikis jarak dilihatnya seorang pria melambaikan tangan ke arahnya.
"Amelia"
Pria itu berseru dengan lantang berlari ke arah gadis itu yang saat ini tengah menurunkan adiknya dari gendongannya.
"Kau terluka"
Ucapnya ketika melihat pipi gadis itu membiru dan bibirnya yang berdarah.
"Tidak masalah, Reyhan"
Amelia kembali menjawab dengan biasa, seolah luka luka itu benar benar tidak berarti untuknya.
Reyhan hanya terdiam melihat respon gadis itu, Ini bukan pertama kalinya dia melihat luka luka di tubuh Amelia, sering kali gadis itu mendapatkan luka dan tentu saja dia juga tau siapa pelakunya.
"Kau sudah mendapatkannya?"
Reyhan menganggukkan kepalanya
Beberapa jam yang lalu saat dirinya hendak tidur, ponselnya berbunyi sebuah pesan masuk dengan nomor yang tentu saja dia kenal.
"Tolong bantu aku, Cari aku kontrakan yang jaraknya sangat jauh dari rumahku, yang kemungkinan ayahku tidak bisa menemukanku.
Aku mengikuti saranmu, aku akan pergi dari rumah ini"
Rentetan kalimat itu membuat Reyhan cukup terkejut, pasalnya dia sudah menyuruh gadis itu untuk lari dari rumahnya sejak lama namun Amelia selalu menolak.
Dan hari ini gadis itu benar benar pergi dari nerakanya tentu membuat Reyhan bisa bernafas lega, tanpa membuang buang waktu dia segera memberitahu ibunya tempat kontrakan yang tidak jauh dari rumahnya karna secara kebetulan rumah Reyhan dan rumah Amelia cukup jauh dan yang terpenting ayahnya tidak mengenal Reyhan sama sekali.
Beberapa hari berlalu, Saat ini Amelia tinggal di kontrakan berkat teman dari ibu Reyhan, wanita itu merasa kasihan pada sosok Amelia yang harusnya duduk tenang dan hanya belajar tapi harus banting tulang demi biaya hidup dirinya dan adiknya.
Amelia sendiri sudah kerja di sebuah cafe milik ibu Reyhan, Yang tentu saja langsung di terima oleh Mama Riana karna melihat kegigihan gadis itu.
Mama Riana tampak menatap Amelia dengan senyumnya ketika melihat bagaimana gadis sekecil itu sangat rajin bekerja, dia merasa takjub, Gadis sekecil itu benar benar hidup di dunianya yang begitu mengerikan.
Coba bayangkan, gadis yang selalu mendapatkan kekerasan dari ayahnya, ibunya pergi meninggalkannya bersama adiknya, dia harus mencari nafkah untuk dirinya dan adiknya Liliana, Bahkan saat ini Amelia memilih mengalah dalam hal pendidikan demi adiknya Liliana.
Mama Riana tentu saja merasa sayang, menurut cerita dari Reyhan Amelia adalah gadis yang sangat pintar, dia selalu berada di peringkat pertama sejak sekolah sadar dan kini harus memilih berhenti demi adiknya agar bisa melanjutkan sekolah.
"Amelia, Istirahatlah kau belum berhenti sejak tadi"
Ucap mama Riana ketika melihat Amelia bekerja sejak tadi tanpa henti.
"Sebentar lagi bu, Sayang sekali jika hanya duduk tanpa melakukan sesuatu"
Gadis itu menjawab dengan senyum manis di bibirnya yang mampu membuat orang terpesona.
Mama Riana juga tersenyum, dia juga termasuk salah satu orang yang menyukai kecantikan gadis di hadapannya.
Memiliki badan mungil dengan mata bulat, senyum yang indah dengan dua lesum pipit sebagai pelengkapnya, sungguh gadis itu benar benar begitu sempurna. mama Riana sangat penasaran bagaimana dengan kecantikan gadis itu ketika menginjak usia 20 tahunan dimana saat ini Amelia masih berumur 17 tahun.
"Kakak"
Teriak seorang gadis yang berumur 10 tahun dengan seragam sekolah yang melekat pada tubuh mungilnya berlari kearahnya.
"Heii kau sudah kembali?"
Amelia bertanya dengan bahagia, ya satu satunya alasan dia hidup hanya untuk adiknya .
Liliana menganggukkan kepalanya
"Pergi ganti bajumu"
Gadis kecil itu mengangguk kemudian berlalu dari sana.
Mama Riana tersenyum melihat interaksi kakak beradik itu.
Hingga beberapa tahun telah berlalu, tidak ada yang berubah dari kehidupan Amelia dia masih bekerja di cafe milik mama Riana, lagi pula dia akan kerja dimana? Tempat kerja dimana yang akan menerima seorang gadis tanpa ijazah SMA sekalipun, di terima kerja dan di perlakukan dengan baik oleh ibu bos dan teman teman kerjanya cukup membuat Amelia merasa bersyukur.
Reyhan telah melanjutkan kuliahnya, Pria itu tetap berada di jakarta dengan alasan tidak ingin jauh dari ibunya.
Kerap sepulang dari kampus Reyhan memilih untuk mampir di cafe milik ibunya hanya untuk membantu ibunya sekaligus bertemu dengan Amelia sahabatnya sejak SMP.
Seperti saat ini Reyhan tampak sedang mengelap beberapa meja di bantu dengan Amelia yang tampak menyusun beberapa piring dan gelas kotor bekas pengunjung tadi.
"Kau akan lelah, pergilah belajar aku bisa melakukan semuanya"
Ucap Amelia yang menegur Reyhan yang sejak tadi membantu dirinya.
"Berhenti bersikap jika kau memiliki 10 tangan Amelia"
Timpal Reyhan yang sedikit terkekeh melihat tingkah gadis itu.
Reyhan jelas tau mungkin gadis itu bisa melakukan semuanya sendiri, tapi dia yakin gadis itu akan kewalahan terlebih sisil yang merupakan salah satu karyawan di cafe ibunya memilih izin karna harus menemani kerabatnya di rumah sakit, hingga akhirnya Amelia harus menyelesaikan semuanya sendiri.
"Ya aku hanya punya dua tangan, tapi aku memiliki 1000 watt energi"
Kelakar gadis itu yang mengangkat tangannya memperlihatkan otot lengannya yang benar benar tidak memiliki bentuk sama sekali.
"Kau sudah bisa jadi pelawak rupanya"
Reyhan tampak terkekeh dia mengacak rambut gadis itu dengan gemas.
Amelia menatap punggung Reyhan yang perlahan menjauh, gadis itu menghela nafasnya pelan, Reyhan benar benar terlalu baik padanya sejak dulu, bahkan menolongnya tanpa pamrih, dia berharap jika suatu saat kebahagiaan menghampiri keluarga itu.
Tingg
Gadis itu segera berlari ke arah kasir ketika melihat salah satu pelanggan berdiri di sana.
Namun karna begitu tergesa gesa gadis itu tampak sengaja menubruk Seseorang.
"Auhhh"
Gadis itu menggosok dahinya yang cukup merasa nyeri, dia bagaikan menabrak sebuah benda yang begitu kokoh.
Gadis itu kemudian mendonggakan kepalanya, Matanya seketika berkedip beberapa kali ketika melihat sosok pria tampan yang kini berdiri tepat dihadapannya, mata mereka saling beradu beberapa saat.
"Ahhh maafkan aku tuan, aku benar benar terburu buru"
Ucap Amelia yang berhasil menarik kesadarannya.
"Tidak masalah"
Pria itu menjawab dengan santai.
Ting
"Sekali lagi maafkan saya"
Gadis itu sekali lagi membungkukkan kepalanya kemudian segera pergi dari sana.
"Maafkan saya nyonya, ada sedikit kesalahan tadi"
Amelia mengucap maaf pada seorang wanita paruh baya di hadapannya.
"Bagaimana jika permintaan maafnya di ganti dengan nomor ponsel anda gadis cantik"
Bukannya marah wanita itu malah sedikit bercanda kearahnya hingga membuat Amelia tergelak.
"Ahh nyonya jauh lebih cantik"
Timpal gadis itu kembali yang kemudian menyerahkan beberapa lembar uang kembalian kepada wanita paruh baya itu.
"Terima kasih, semoga nyonya cantik ini akan datang di lain waktu"
Ucap Amelia kembali dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Tentu nyonya cantik ini akan kembali"
Wanita itu terkekeh pelan kemudian segera pergi dari sana.
Amelia menatap pengunjung itu yang kini menjauh, dia kemudian bergerak ke arah pria yang tidak sengaja dia tabrak tadi untuk mencatat pesanan pria itu.
"Maaf tuan, bisa sebutkan pesanannya"
Remaja pria itu tampak terlihat berfikir beberapa waktu, kemudian berkata
"Yang aku inginkan tidak ada di daftar menu"
Pria itu mendesah pelan
Amelia mengerutkan keningnya
"Memangnya makanan apa yang tuan ini inginkan"
Tanya Amelia dengan penasaran.
"Bisa panggil aku dengan Noah, jangan panggil aku tuan aku merasa begitu tua"
Ucap pria itu kembali.
Amelia seketika terdiam mendengar perkataan pria itu, dia jelas tidak tau harus menjawab apa karna baginya memanggil nama pasti akan terdengar tidak sopan.
"Bisa saya tau apa yang ingin anda pesan?
Amelia mengalihkan pembicaraan
"Ahh itu aku hanya ingin memesan sebuah menu dimana bonusnya itu adalah nomor ponsel kamu"
Ucap pria itu dengan langsung.
Amelia mengerjabkan matanya beberapa kali, dia pikir apakah pendengarannya salah kali ini.
"Ya? Maaf saya tidak mengerti dengan apa yang anda katakan"
Sahut gadis itu kembali membuat Noah merasa gemas di buatnya.
"Aku akan memesan semua menu yang ada di sini, Asalkan aku bisa mendapatkan nomor ponselmu"
Jelas pria itu membuat Amelia mengerutkan keningnya.
"Ada yang bisa saya bantu"
Noah mengalihkan perhatiannya pada sosok pria tampan dan tinggi yang baru saja menghampiri mereka.
"Amelia ada apa?"
Reyhan bertanya ke arah gadis itu dengan cepat, dia telah memperhatikan interaksi mereka sejak tadi.
"Aku ingin nomor ponselnya"
Jujur Noah membuat dahi Reyhan berkerut
"Maaf tapi itu adalah sebuah privasi bagi pelayan di cafe kami yang tidak bisa kami penuhi"
Reyhan berkata dengan sopan.
"Tapi aku ingin gadis itu yang menjawab pertanyaan ku"
Sahut Noah dengan santai, pria itu terlihat menyilangkan kakinya, terkesan begitu sombong dan angkuh.
Melihat itu membuat Reyhan merasakan kekesalan yang luar biasa
"Maaf tuan tapi itu privasi saya, saya harap anda bisa menghargai privasi saya"
Amelia menundukkan kepalanya dengan sopan, dia tentu saja tidak tau siapa pria di hadapannya dan dia tidak ingin membuat masalah yang berakibat pada cafe milik dari mama Riana yang selama ini sudah baik memperkerjakan dirinya.
"Baiklah itu tidak masalah untukku, Aku ingin segelas macha dingin"
Noah berkata dengan santai seolah tidak ada apa apa sebelumnya.
"Baik mohon di tunggu, kami akan segera menyiapkannya"
Ucap Amelia yang kemudian segera bergegas dari sana.
Reyhan menatap pria itu beberapa waktu, tatapan mereka saling beradu hingga Noah memilih memutuskan tatapan mereka dan Reyhan bergerak pergi dari sana.
Ini bukan pertama kali pria datang ke cafe mereka hanya untuk mendekati Amelia, kecantikan yang di miliki gadis itu membuat pria itu merasa tertarik untuk mendapatkannya, terlebih sikap humble namun tau batasan membuat para pria semakin tertantang mendapatkan gadis itu.
Reyhan jelas saja mengerti, bahkan dia sendiri tidak bisa mengelak dari pesona seorang Amelia yang terkadang mampu membuat dadanya berdetak lebih cepat.
Gadis itu cantik, pintar, baik, tekun dan pekerja keras, sekalipun gadis itu tidak memiliki ijazah SMA nya namun itu tidak menjadi penghalang bagi pria pria mengidamkannya.
Selang beberapa saat Amelia datang membawa nampan di tangannya yang berisi segelas minuman milik Noah. Gadis itu meletakkan dengan hati hati.
"Selamat menikmati, jika ada sesuatu bisa panggil saya"
Ucap gadis itu dengan senyum manis menghiasi wajahnya memperlihatkan lesum pipit itu membentuk dengan indah.
Noah menatap Amelia yang kini perlahan menjauh darinya, Pria itu menggosok bibir bawahnya dengan pelan.
"Kau terlalu indah untuk di lewatkan"
Gumam pria itu yang kemudian menyeruput segelas macha miliknya.
****************
Keesokan harinya, kegiatan di pagi seorang Amelia adalah mengantar adiknya ke sekolah yang cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
Demi menghemat ongkos Amelia memilih mengantar adiknya menggunakan sepeda usang miliknya.
"Kakak lebih baik aku jalan kaki saja mulai besok, kakak akan sangat lelah mengantarku lalu harus kembali bekerja"
Ucap Liliana yang duduk di belakang Amelia.
"Heii apa kakak pernah mengatakan lelah padamu? Tidak bukan, ini juga termasuk olahraga yang gratis"
Kelakar Amelia yang membuat Liliana tertawa.
"Aku hanya tidak ingin kakak merasa lelah"
Ucap gadis kecil itu kemudian, selama ini dia selalu merepotkan kakaknya.
"Jangan pikirkan apapun, cukup belajar dengan baik"
"Tentu aku akan membuat kakak bangga"
Timpal Liliana dengan semangat.
Setelah mengantar Liliana, Amelia kembali memberhentikan sepeda miliknya di sebuah supermarket, dia akan membeli beberapa bahan yang sudah habis di cafe.
Gadis itu terlihat memilih beberapa susu dengan begitu serius, mendorong keranjang belanja miliknya tanpa memperhatikan sesuatu di depannya.
Brukkk
Terlihat kereta di hadapannya sedikit bergoyang mengakibatkan beberapa buah yang ada di dalam kereta tersebut jatuh ke lantai.
"Ohh astaga maafkan aku"
Pekik Amelia yang segera menyadari kesalahannya. Dengan gerakan begitu cepat dia memungut beberapa buah yang jatuh.
"Sepertinya ini pertanda jodoh, kita bertemu lagi"
Ucap seseorang dengan menatap Amelia yang saat ini tidak melihat kearahnya.
Amelia seketika menghentikan gerakan tangannya, gadis itu mendonggakkan kepalanya untuk memastikan apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
Dan benar saja sosok yang ada si pikirannya kini berdiri di hadapannya dengan senyum menawan yang bertengger di bibirnya.
"Ahhh kamu"
"Noah, kamu harus mengingat namaku"
Sambung pria itu.
Noah, pria itu segera membantu Amelia memungut beberapa buah miliknya.
"Heiii apa aku begitu tampan sehingga kamu terlihat begitu terkejut melihatku"
Tangan pria itu memencet hidung mancung Amelia dengan gemas.
Gadis itu mengerjabkan matanya.
"Ahh iya maksudku, Aku meminta karna kembali menabrak mu"
Ucap Amelia yang sedikit tergagap karna menginyakan ucapan pria di hadapannya.
"Tidak masalah"
Noah menjawab dengan santai.
"Kalau begitu aku permisi"
Amelia hendak membalikkan badannya, namun Noah dengan cepat menahan gadis itu.
Amelia menatap tangannya yang di pegang oleh Noah, menyadari kesalahannya membuat Noah dengan cepat melepaskan tangan gadis itu
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud"
Pria itu mengangkat tangannya ke udara.
"Bisa aku meminta nomor ponselmu"
Amelia mengerutkan keningnya, dia pikir bukankah pria itu terlalu gigih untuk mendapatkan nomor ponselnya.
"Maaf aku tidak bisa"
Jawab gadis itu yang kembali menolak dengan sopan.
"Tapi kenapa?"
"Aku akan memberimu jika kita bertemu dalam ketidaksengajaan di kemudian hari"
Ucap Amelia yang memilih tidak menjawab pertanyaan pria di hadapannya.
Mendengar itu membuat mata Noah berkilat bahagia.
"Apa kau bisa berjanji?"
"Tentu, aku bukan orang yang biasa mengingkari janjinya"
Jawab Amelia kemudian.
Pada akhirnya Noah membiarkan gadis itu pergi begitu saja.
"Ini semakin menarik"
Gumamnya.
Ini adalah kejadian pertama yang dia alami dimana dia di tolak seorang wanita, selama ini para wanita selalu menghampiri dirinya dengan suka rela, menaiki kasurnya bahkan bertingkah layaknya seorang jalang hanya untuk merayunya, dan gadis di depannya benar benar berbeda dan hal tersebut membuatnya semakin tertantang.
****************
Di sisi lainnya, Reyhan terlihat menunggu kepulangan Amelia dengan cemas, ini pertama kalinya Amelia datang terlambat, dan tentu saja hal tersebut membuatnya khawatir.
Namun selang beberapa saat terdengar suara sepeda dari arah luar membuat Reyhan segera memeriksanya.
Dan benar saja Amelia baru saja tiba, Dia dengan gerakan begitu cepat menghampiri gadis itu kemudian mengambil barang yang ada di tangan Amelia.
"Tumben sekali kau datang terlambat"
"Yahh ada beberapa masalah kecil tadi"
Ucap Amelia yang segera memberikan barang tersebut pada Reyhan
"Kau sudah sarapan?"
Amelia menggelengkan kepalanya, Dia tidak sempat sarapan pagi ini karna harus mengantar adiknya lebih cepat dari hari biasanya.
"Kau sering melupakan sarapanmu, Kau ingin maag mu kambuh"
Omel Reyhan yang merasa kesal pada amelia yang kerap melupakan waktunya untuk sarapan.
"Kau sudah seperti mama Riana"
Goda gadis itu yang menoel pipih Reyhan.
"Kau tau aku sedang tidak bercanda Amelia"
Ucap pria itu dengan datar
"Baiklah baiklah aku akan sarapan, dan tidak akan melupakan waktu sarapanku lagi"
Pasrah gadis itu.
"Good girl"
Mereka lantas berlalu masuk kedalam cafe, Amelia dengan begitu cekatan segera memasak sarapan untuk dirinya dan para pekerja lainnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!