#EPISODE 4 ARI MENEMUKAN KETENANGAN

Lanjaran Cerita: Pertemuan yang Mengubah Segalanya

Pagi yang semakin terik membuat Bobi, sahabat dekat Ari, merasa ada yang tidak beres. Biasanya, walaupun Ari dikenal sebagai anak yang pendiam dan dingin, ia tidak pernah menghilang tanpa kabar seperti ini. Bobi pun memutuskan untuk mencari Ari setelah mendapatkan kabar dari Dikta tentang hilangnya sahabatnya itu.

Sambil mengendarai motor, Bobi mencoba mengingat tempat-tempat yang biasa menjadi pelarian Ari ketika sedang merasa terbebani. Namun, satu tempat terlintas jelas di pikirannya, sebuah bar kecil di pinggir kota. Bar tersebut sering menjadi tempat pelarian Ari ketika dunia terasa terlalu berat.

Setibanya di sana, Bobi menemukan Ari tergeletak di sudut ruangan bar, dengan kepala terbenam di atas meja. Bau alkohol menusuk hidungnya. Pemandangan itu membuat hati Bobi campur aduk antara marah dan iba. Ia segera menghampiri Ari dan mengguncang tubuhnya.

"Ri! Bangun, Ri! Apa-apaan sih lo? Ini udah pagi, gila lo masih di sini!" teriak Bobi, mencoba membangunkan sahabatnya.

Ari membuka mata dengan lemah, menatap Bobi tanpa ekspresi. “Bi... gue capek…” gumamnya pelan, suara parau dan mata sembab karena terlalu banyak menangis malam sebelumnya.

Bobi mendudukkan Ari dengan paksa, menepuk-nepuk pipinya. "Lo sadar nggak sih? Semua orang di rumah lo nyariin lo! Apa lo mau bikin semua orang khawatir?"

Ari hanya menggeleng lemah. "Nggak ada yang peduli, Bi. Gue juga nggak peduli lagi sama hidup gue," jawab Ari dengan suara lirih.

Bobi merasa kesal sekaligus sedih. Ia tahu Ari sedang di titik terendahnya. Dengan tegas, Bobi menarik tangan Ari. “Lo nggak bisa terus-terusan kayak gini, Ri. Lo harus balik, hadapin semuanya. Gue temenin lo, apapun masalah lo.”

Dengan bantuan Bobi, Ari akhirnya dibawa keluar dari bar itu. Mereka berdua kemudian berhenti di sebuah warung kecil untuk memastikan Ari makan dan minum sebelum pulang. Sambil menunggu Ari sedikit pulih, Bobi mencoba mengorek kebenaran di balik kejatuhan sahabatnya ini.

"Jadi, lo kenapa, Ri? Gue tahu ini pasti ada hubungannya sama Alya," tanya Bobi hati-hati.

Ari terdiam cukup lama sebelum akhirnya menjawab. "Dia main di belakang gue, Bi. Gue udah kasih semuanya buat dia, tapi ternyata gue cuma pilihan kedua. Gue sakit banget, Bi, nggak tahu harus gimana.”

Bobi mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosi. "Gue ngerti perasaan lo, Ri. Tapi ngancurin diri lo sendiri bukan solusi. Lo harus bangkit, tunjukin kalau lo lebih kuat dari ini. Jangan bikin diri lo jadi korban terus-terusan."

Ari menunduk, menyesap teh hangat yang disodorkan Bobi. Kata-kata sahabatnya itu mulai merasuk ke pikirannya. Ia tahu Bobi benar, tapi rasa sakit itu masih terlalu kuat untuk dilawan.

Di sisi lain, Alya merasa bersalah semakin dalam.

Sepulang sekolah, Alya langsung menelepon Dikta untuk memastikan apakah ada kabar tentang Ari. Namun, jawaban yang diterimanya tetap sama: Ari belum ditemukan. Alya merasa hatinya semakin hancur. Ia tahu, semua ini terjadi karena kesalahannya.

Dengan tekad yang bulat, Alya memutuskan untuk ikut mencari Ari. Ia menghubungi teman-teman dekat Ari, termasuk Bobi, berharap ada petunjuk tentang keberadaan lelaki yang pernah ia cintai itu. Namun, tidak ada yang bisa memberikan jawaban pasti. Semua orang hanya mengatakan hal yang sama: "Ari belum kelihatan sejak kemarin."

Sambil menggenggam ponselnya, Alya duduk di taman sekolah dan mulai menangis. "Ari, gue minta maaf. Gue bener-bener minta maaf. Gue nggak tahu cara balikin semuanya seperti semula, tapi gue bakal cari lo sampai ketemu," gumamnya pelan.

Di tengah keterpurukan itu, Bobi menelepon Alya. “Al, gue nemuin Ari tadi pagi. Dia lagi di bar, parah banget kondisinya. Sekarang gue lagi jagain dia.”

Alya menghela napas lega, tapi rasa bersalahnya justru semakin dalam. "Gue bisa ketemu dia, Bi? Gue harus ngomong sama dia," pintanya dengan nada penuh penyesalan.

Bobi ragu sejenak, tetapi ia tahu Alya dan Ari perlu menyelesaikan masalah ini. “Oke, lo datang aja ke taman kota. Gue bawa Ari ke sana.”

Pertemuan yang Penuh Air Mata

Setelah beberapa saat, Ari dan Bobi tiba di taman kota. Alya sudah menunggu di bangku taman, wajahnya menunjukkan kelelahan sekaligus penyesalan mendalam. Saat melihat Ari, air matanya langsung jatuh.

Ari, yang masih terlihat lemah, duduk di hadapan Alya tanpa sepatah kata pun. Bobi memberi mereka ruang dengan berjalan menjauh, membiarkan kedua sahabat itu berbicara.

"Ari..." suara Alya bergetar. "Gue nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi gue bener-bener minta maaf. Gue tahu gue udah nyakitin lo, dan itu salah besar. Gue nyesel banget."

Ari menatap Alya dengan mata kosong. "Kenapa, Al? Gue cuma pengen tahu kenapa lo lakuin itu ke gue."

Alya terisak. "Gue nggak punya alasan yang cukup untuk ngebela diri, Ri. Gue cuma takut... gue takut sama rasa sayang lo yang terlalu besar, takut gue nggak bisa ngimbangin semuanya. Tapi itu nggak berarti gue nggak sayang sama lo. Gue bodoh banget, Ri. Gue nyakitin orang yang paling sayang sama gue."

Ari menggeleng pelan. "Lo nggak tahu, Al. Lo itu satu-satunya orang yang gue percaya setelah semua trauma yang gue punya. Tapi lo malah bikin luka itu makin dalam."

Alya menangis lebih keras, merasa setiap kata dari Ari seperti duri yang menusuk hatinya. “Gue ngerti kalau lo nggak bisa maafin gue sekarang, Ri. Tapi gue bakal ngelakuin apapun buat benerin semuanya. Gue mau lo tahu, gue masih peduli sama lo.”

Suasana hening sejenak. Angin dingin menyapu taman, membawa keheningan yang penuh arti. Ari akhirnya menghela napas panjang. “Gue nggak tahu apa gue bisa ngelupain semua ini, Al. Tapi gue bakal coba buat nggak benci sama lo.”

Perlahan, Ari bangkit dari bangku taman. “Gue butuh waktu, Al. Jangan paksa gue buat nerima lo sekarang.”

Alya hanya mengangguk, air mata terus mengalir di pipinya. “Gue ngerti, Ri. Gue bakal tunggu sampe lo siap.”

Ari Mulai Bangkit

Setelah pertemuan itu, Ari memutuskan untuk fokus pada dirinya sendiri. Dengan bantuan Bobi, ia mulai mencoba melepaskan luka dan trauma yang selama ini menjeratnya. Meskipun sulit, Ari berusaha untuk memaafkan masa lalunya, termasuk Alya.

Sementara itu, Alya juga berusaha memperbaiki dirinya. Ia belajar dari kesalahannya dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Meski hubungannya dengan Ari tidak lagi sama, Alya tetap ingin melihat Ari bahagia, meski mungkin bukan bersamanya.

Waktu pun berlalu. Ari dan Alya mulai menemukan kedamaian masing-masing. Meski kenangan itu masih membekas, mereka belajar bahwa cinta sejati bukan hanya soal memiliki, tapi juga soal melepaskan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!