SEKILAS WAJAH SAYU
Rumah Tahanan Cleveland, 00.00 am
Suara letusan senjata api berlaras panjang dari satuan regu kepolisian Cleveland, Ohio. Terdengar menggema bersahutan memecah kebisuan malam. Suasana malam itu begitu dingin dan mencekam.
Malam itu, saat pergantian hari. Tepat pukul 00. 00 waktu setempat. Kepolisian Rumah Tahanan Cleveland baru saja mengeksekusi tiga orang terpidana mati dengan kasus yang berbeda.
Masih dalam keadaan terikat dan mata tertutup kain hitam, ketiga pesakitan itu jatuh bermandikan darah. Cairan merah segar membasahi pakaian mereka, kontras dengan kemeja putih berlengan panjang yang mereka kenakan malam itu. Menunggu sang malaikat pencabut nyawa, yang telah diutus oleh sang pencipta.
Sungguh sebuah pemandangan yang sangat memilukan dan menyesakkan dada.
Tak lama berselang hujan turun dengan derasnya, mengisyaratkan alam turut berduka cita atas takdir buruk mereka.
Salah seorang dari tiga pesakitan itu adalah seorang wanita cantik, berambut pirang dan panjang berusia 30 tahun. Memiliki tubuh tinggi semampai dan mata biru yang indah, wanita itu bernama Zevanya Meghan
Zee, biasa wanita itu disapa.
Zee ditangkap kepolisian bandara Amerika Serikat, ketika hendak pulang ke negara asalnya Australia. Setelah menyelesaikan magisternya di negara Adidaya tersebut.
Pihak keamanan bandara, menemukan sejumlah heroin dan pil ekstasi di dalam travel bag miliknya. Barang haram itu dibungkus rapi dalam sebuah bingkisan yang diikat dengan pita merah muda.
Zevanya tidak kuasa membela diri, saat pihak keamanan bandara membawa paksa dirinya masuk ke dalam mobil polisi yang sudah menunggu di parkiran.
Sepuluh tahun menjalani kerasnya kehidupan di jeruji besi, hingga pengadilan menjatuhkan hukuman mati. Dan Zevanya menerima takdirnya hari ini.
Beberapa anggota tim medis dari Rumah sakit OhioHealth Southeastern Medical dengan cepat membereskan tempat eksekusi, memastikan raga setiap pesakitan itu sudah tak bernyawa.
Bermandikan air hujan jasad-jasad itu dinaikkan keatas mobil ambulans yang sudah menunggu sejak eksekusi hukuman mati dimulai.
Tak lama berselang, sirine dari mobil pengangkut jenazah, meraung-raung membelah kesunyian jalanan kota yang sepi, karena sebagian penduduknya sudah terbuai dalam mimpi-mimpi indah mereka.
Sesampainya di rumah sakit, paramedis segera menurunkan jasad-jasad itu dari mobil ambulans. Dan membawanya dengan brangkar ke ruang jenazah.
Seorang pria bertubuh tinggi dan kekar memakai pakaian seragam rumah sakit dan wajah tertutup masker bedah, diam-diam menyelinap masuk kedalam kamar jenazah, memeriksa salah satu dari ketiga jasad itu dengan seksama.
Pria itu menghubungi seseorang dengan ponselnya.
"Saya sudah menemukan nona Zevanya Tuan,” kata pria misterius itu setengah berbisik melalui earphone yang menempel di telinganya.
"Cepat bawa dia keluar! kutunggu di parkiran belakang rumah sakit." Jawab seseorang dibalik sambungan teleponnya.
"Baik Tuan!" pria misterius itu segera menjalankan perintah dari atasannya, sesuai dengan rencana yang sudah mereka persiapkan dengan matang.
Pria itu segera mendorong brangkar salah seorang pesakitan itu keluar kamar jenazah, dan memasukkannya ke dalam mobil Range Rover yang sudah menunggu sejak jenazah terpidana mati itu tiba di rumah sakit.
Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi menuju sebuah Mansion yang terletak di pinggir kota. Beberapa orang laki-laki berpakaian serba hitam menyambut kedatangan bos mereka. Salah seorang anak buah membukakan pintu mobil dan membantu mengangkat brangkar, tempat seorang wanita muda itu terbaring lemah.
Ya, wanita itu adalah Zevanya, narapidana kasus narkoba yang baru saja menjalankan hukuman matinya.
Beberapa orang dokter dan perawat telah siaga di sebuah ruangan di mansion itu, yang disulap menjadi ruang perawatan VVIP. Dua orang perawat wanita, membantu membersihkan tubuh Zevanya yang masih dalam keadaan koma.
Dengan cekatan kedua perawat itu mengganti pakaian putih Zevanya yang basah air hujan bercampur darah yang sudah berubah kecoklatan. Seorang dokter bernama Robert Flemming memeriksa bagian tubuh pasiennya yang terluka oleh tembakan.
"Bagaimana keadaannya, dokter Flemming," Tanya seorang pria bertubuh kekar dan berahang tegap, kepada dokter Robert Flemming yang baru selesai memeriksa luka pada tubuh Zevanya.
"Syukurlah, dia masih hidup, hanya saja detak jantungnya lemah. Mungkin dia shock," jawab dokter Flemming.
"Bagaimana dengan pelurunya? Apa bisa dikeluarkan?” tanyanya lagi.
"Sepertinya, Kapten Leonard bekerja dengan baik, peluru itu hanya bersarang di pundaknya. Saya akan berusaha mengeluarkan peluru itu segera," jawab dokter Flemming.
"Baiklah, dokter Flemming, segera lakukan tugasmu, selamatkan dia untukku!" titah Jonathan Alexander.
"Saya akan berusaha, Tuan Alexander, jangan khawatir!” Dokter Robert Flemming membungkukkan badannya memberi hormat.
Pria yang telah menyelamatkan Zevanya itu adalah Jonathan Alexander. Dia adalah seorang pengusaha kelas atas yang sangat disegani. Selain mengurus bisnis legalnya, pria itu juga seorang pimpinan sebuah organisasi mafia bawah tanah, bernama The Dragon.
Tak banyak yang tahu, jika Jonathan Alexander memiliki usaha ilegal penjualan senjata api dan bahan peledak. Sebuah bisnis yang terorganisir dengan baik. Pria itu memiliki banyak pengikut yang selalu patuh dan setia pada Jonathan Alexander.
*****
Sebulan setelah kejadian yang mengerikan itu, Zee terbangun dari tidur panjangnya. Netranya berpendar ke sekeliling ruangan tempat dia berada. Dia menemukan dirinya terbaring lemah di ranjang yang nyaman. Dalam sebuah ruangan yang begitu asing baginya. Tapi, Zee rasa tempat itu bukanlah rumah sakit. Tenang dan sepi.
Ruangan dengan dinding berwarna pastel. Tidak ada satupun hiasan dinding di sana. Hanya sebuah jam dinding berbentuk lingkaran bergerak lambat, detik demi detik.
Zevanya membuka matanya perlahan, saat merasakan sebuah tangan dingin memegang jemarinya lembut.
"Sudah merasa lebih baik, Nona?" suara bariton Tuan Alexander terdengar merdu di telinganya.
Zee berusaha memutar tubuhnya, mencari arah suara itu berasal. Namun pundak sebelah kirinya masih terasa sakit untuk digerakkan.
"Aduh!” Zevanya mengerang.
“Kenapa? Apa masih sakit?” Jonathan tampak cemas.
Zevanya tak menjawab.
“Dimana aku? Anda siapa?" Tanya Zee pelan. Menatap sayu pria berbadan tinggi tegap dan berahang tegas itu. Rambutnya yang hitam dan tertata rapi membuat pria itu terlihat semakin tampan. Sungguh ciptaan Tuhan yang sempurna.
"Namaku Jonathan Alexander," pria itu mengusap tangan Zee yang masih terpasang selang cairan infus. Pria itu duduk disamping Zevanya.
"Bagaimana bisa aku berada disini, Tuan? Seharusnya aku sudah mati, bukan?" suara Zevanya terdengar lirih. Dia nampak bingung.
"Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, Nona! Zevanya Meghan memang sudah mati, sekarang namamu Angelica Josephine Alexander!" Ucap Jonathan lantang.
"Apa saya mengenal anda sebelumnya, Tuan?" Zee mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat sosok itu, tapi dia memang tidak mengenalnya.
"Tentu saja kamu tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu. Aku mengikuti kasus yang sedang menimpamu."
"Kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Zee lagi.
Pria itu diam, dia tidak punya alasan untuk menjelaskannya sekarang. Jonathan tidak ingin Zevanya mengetahui bahwa dirinya menolong Zee, hanyalah semata-mata karena Zevanya sangat mirip dengan Mantan istrinya Angelica.
"Karena aku yakin, kamu tidak bersalah," jawab Jonathan kemudian.
"Terimakasih, lalu apa yang kau inginkan dariku?"
"Menikahlah denganku, aku akan membantumu untuk membalas dendam pada orang yang telah membuatmu menderita," jawab Jonathan meyakinkan.
"Apa yang akan aku dapatkan, jika aku menikah denganmu?"
“Kamu akan mendapatkan semua yang kau inginkan, kehormatan, kekayaan dan juga kekuasaan. Hingga tiba saatnya, kau mampu untuk menghancurkan orang-orang yang telah menjebak mu," lanjut Jonathan sambil menatap wajah cantik itu lekat.
Zevanya diam sejenak, tidak pernah terbesit dalam pikirannya bahwa dia akan bertemu dengan seorang pria yang begitu peduli dengan dirinya. Disaat harapannya untuk hidup pupus sudah, sejak pengadilan menjatuhkan hukuman mati padanya. Namun sepertinya, pria ini bisa dipercaya, batin Zevanya.
"Terimakasih Tuan!" Zee mengangguk pelan.
"Istirahatlah, Angelica!" Jonathan mengusap pucuk kepala wanita itu dengan lembut.
Jonathan membelai punggung tangan wanita itu dan memberi sebuah kecupan.
Zee tersenyum manis, saat tangan pria itu beralih memegang dagunya dan dan mendekatkan bibirnya yang dingin di bibir Zee. Setelah itu Jonathan meninggalkan Zee bersama seorang perawat yang memeriksa selang infus-nya.
Zee menarik nafasnya perlahan. Setelah bayangan Jonathan menghilang di balik pintu kamar, Zevanya kembali memejamkan matanya. Satu persatu kilasan hidupnya kembali bermain dalam pikirannya. Hingga bibir pucat nya menyebut sebuah nama.
"Reynald Wilson, aku akan membalas mu, atas semua penderitaan yang telah kau berikan padaku!" Zee mengepalkan kedua tangannya. Hatinya dipenuhi oleh amarah dan dendam.
Zevanya mencoba memejamkan matanya sejenak. Namun, bayangan kisah lalunya yang pahit, sangat menyesakkan dada untuk diingat.
Kenangan manis bersama Reynald, cinta pertamanya di usianya yang pada saat itu menginjak 24 tahun. Hubungan yang terjalin dimulai justru saat Zee, telah merampungkan studinya di negara Adidaya itu dan berniat untuk kembali ke Australia.
Air matanya mengalir perlahan di sudut matanya yang bening. Kedua tangannya tanpa sadar meraba dengan lembut perutnya yang tampak rata.
"Rain, dimana kamu sekarang, nak?"jerit hati kecilnya. Zee tiba-tiba merindukan putranya.
Zee masih mengingat dengan jelas, saat dia melahirkan putranya di klinik penjara. Seorang bayi tampan nan menggemaskan, Zee memberinya nama Nicholas Rain Wilson.
Zevanya sengaja memakai nama belakang keluarga Wilson, karena Zee ingin Rain mengenal ayahnya suatu saat nanti, jika dia telah menjalani hukuman mati.
Saat Rain berumur 5 tahun, Zee menitipkan Rain pada seorang mantan narapidana yang telah bebas dari hukumannya.
Wanita itu bernama Marilyn. Wanita paruh baya, yang ditahan karena kasus korupsi di kantor tempat dia bekerja. Walau sebenarnya Marilyn tidak melakukannya, namun dia tidak dapat mengelak, karena semua bukti mengarah padanya, sama halnya dengan Zee, Marilyn dijebak.
Marilyn sangat menyayangi Rain, dan demi kebaikan mental Rain dikemudian hari, Marilyn menawarkan diri untuk merawat Rain dirumahnya, karena menurutnya tidak baik bagi seorang anak kecil berada di lingkungan penjara yang keras dan kejam.
Dan Zee menyetujuinya, karena Marilyn sangat tulus untuk membantunya. Namun, Entah dimana mereka sekarang. Yang pasti, Zee bertekad akan segera mencari mereka, setelah dirinya benar-benar sembuh. Dan dia akan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki Jonathan Alexander, untuk menjalankan semua rencananya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments