Rumah Tahanan Cleveland, 00.00 am
Suara letusan senjata api berlaras panjang dari satuan regu kepolisian Cleveland, Ohio. Terdengar menggema bersahutan memecah kebisuan malam. Suasana malam itu begitu dingin dan mencekam.
Malam itu, saat pergantian hari. Tepat pukul 00. 00 waktu setempat. Kepolisian Rumah Tahanan Cleveland baru saja mengeksekusi tiga orang terpidana mati dengan kasus yang berbeda.
Masih dalam keadaan terikat dan mata tertutup kain hitam, ketiga pesakitan itu jatuh bermandikan darah. Cairan merah segar membasahi pakaian mereka, kontras dengan kemeja putih berlengan panjang yang mereka kenakan malam itu. Menunggu sang malaikat pencabut nyawa, yang telah diutus oleh sang pencipta.
Sungguh sebuah pemandangan yang sangat memilukan dan menyesakkan dada.
Tak lama berselang hujan turun dengan derasnya, mengisyaratkan alam turut berduka cita atas takdir buruk mereka.
Salah seorang dari tiga pesakitan itu adalah seorang wanita cantik, berambut pirang dan panjang berusia 30 tahun. Memiliki tubuh tinggi semampai dan mata biru yang indah, wanita itu bernama Zevanya Meghan
Zee, biasa wanita itu disapa.
Zee ditangkap kepolisian bandara Amerika Serikat, ketika hendak pulang ke negara asalnya Australia. Setelah menyelesaikan magisternya di negara Adidaya tersebut.
Pihak keamanan bandara, menemukan sejumlah heroin dan pil ekstasi di dalam travel bag miliknya. Barang haram itu dibungkus rapi dalam sebuah bingkisan yang diikat dengan pita merah muda.
Zevanya tidak kuasa membela diri, saat pihak keamanan bandara membawa paksa dirinya masuk ke dalam mobil polisi yang sudah menunggu di parkiran.
Sepuluh tahun menjalani kerasnya kehidupan di jeruji besi, hingga pengadilan menjatuhkan hukuman mati. Dan Zevanya menerima takdirnya hari ini.
Beberapa anggota tim medis dari Rumah sakit OhioHealth Southeastern Medical dengan cepat membereskan tempat eksekusi, memastikan raga setiap pesakitan itu sudah tak bernyawa.
Bermandikan air hujan jasad-jasad itu dinaikkan keatas mobil ambulans yang sudah menunggu sejak eksekusi hukuman mati dimulai.
Tak lama berselang, sirine dari mobil pengangkut jenazah, meraung-raung membelah kesunyian jalanan kota yang sepi, karena sebagian penduduknya sudah terbuai dalam mimpi-mimpi indah mereka.
Sesampainya di rumah sakit, paramedis segera menurunkan jasad-jasad itu dari mobil ambulans. Dan membawanya dengan brangkar ke ruang jenazah.
Seorang pria bertubuh tinggi dan kekar memakai pakaian seragam rumah sakit dan wajah tertutup masker bedah, diam-diam menyelinap masuk kedalam kamar jenazah, memeriksa salah satu dari ketiga jasad itu dengan seksama.
Pria itu menghubungi seseorang dengan ponselnya.
"Saya sudah menemukan nona Zevanya Tuan,” kata pria misterius itu setengah berbisik melalui earphone yang menempel di telinganya.
"Cepat bawa dia keluar! kutunggu di parkiran belakang rumah sakit." Jawab seseorang dibalik sambungan teleponnya.
"Baik Tuan!" pria misterius itu segera menjalankan perintah dari atasannya, sesuai dengan rencana yang sudah mereka persiapkan dengan matang.
Pria itu segera mendorong brangkar salah seorang pesakitan itu keluar kamar jenazah, dan memasukkannya ke dalam mobil Range Rover yang sudah menunggu sejak jenazah terpidana mati itu tiba di rumah sakit.
Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi menuju sebuah Mansion yang terletak di pinggir kota. Beberapa orang laki-laki berpakaian serba hitam menyambut kedatangan bos mereka. Salah seorang anak buah membukakan pintu mobil dan membantu mengangkat brangkar, tempat seorang wanita muda itu terbaring lemah.
Ya, wanita itu adalah Zevanya, narapidana kasus narkoba yang baru saja menjalankan hukuman matinya.
Beberapa orang dokter dan perawat telah siaga di sebuah ruangan di mansion itu, yang disulap menjadi ruang perawatan VVIP. Dua orang perawat wanita, membantu membersihkan tubuh Zevanya yang masih dalam keadaan koma.
Dengan cekatan kedua perawat itu mengganti pakaian putih Zevanya yang basah air hujan bercampur darah yang sudah berubah kecoklatan. Seorang dokter bernama Robert Flemming memeriksa bagian tubuh pasiennya yang terluka oleh tembakan.
"Bagaimana keadaannya, dokter Flemming," Tanya seorang pria bertubuh kekar dan berahang tegap, kepada dokter Robert Flemming yang baru selesai memeriksa luka pada tubuh Zevanya.
"Syukurlah, dia masih hidup, hanya saja detak jantungnya lemah. Mungkin dia shock," jawab dokter Flemming.
"Bagaimana dengan pelurunya? Apa bisa dikeluarkan?” tanyanya lagi.
"Sepertinya, Kapten Leonard bekerja dengan baik, peluru itu hanya bersarang di pundaknya. Saya akan berusaha mengeluarkan peluru itu segera," jawab dokter Flemming.
"Baiklah, dokter Flemming, segera lakukan tugasmu, selamatkan dia untukku!" titah Jonathan Alexander.
"Saya akan berusaha, Tuan Alexander, jangan khawatir!” Dokter Robert Flemming membungkukkan badannya memberi hormat.
Pria yang telah menyelamatkan Zevanya itu adalah Jonathan Alexander. Dia adalah seorang pengusaha kelas atas yang sangat disegani. Selain mengurus bisnis legalnya, pria itu juga seorang pimpinan sebuah organisasi mafia bawah tanah, bernama The Dragon.
Tak banyak yang tahu, jika Jonathan Alexander memiliki usaha ilegal penjualan senjata api dan bahan peledak. Sebuah bisnis yang terorganisir dengan baik. Pria itu memiliki banyak pengikut yang selalu patuh dan setia pada Jonathan Alexander.
*****
Sebulan setelah kejadian yang mengerikan itu, Zee terbangun dari tidur panjangnya. Netranya berpendar ke sekeliling ruangan tempat dia berada. Dia menemukan dirinya terbaring lemah di ranjang yang nyaman. Dalam sebuah ruangan yang begitu asing baginya. Tapi, Zee rasa tempat itu bukanlah rumah sakit. Tenang dan sepi.
Ruangan dengan dinding berwarna pastel. Tidak ada satupun hiasan dinding di sana. Hanya sebuah jam dinding berbentuk lingkaran bergerak lambat, detik demi detik.
Zevanya membuka matanya perlahan, saat merasakan sebuah tangan dingin memegang jemarinya lembut.
"Sudah merasa lebih baik, Nona?" suara bariton Tuan Alexander terdengar merdu di telinganya.
Zee berusaha memutar tubuhnya, mencari arah suara itu berasal. Namun pundak sebelah kirinya masih terasa sakit untuk digerakkan.
"Aduh!” Zevanya mengerang.
“Kenapa? Apa masih sakit?” Jonathan tampak cemas.
Zevanya tak menjawab.
“Dimana aku? Anda siapa?" Tanya Zee pelan. Menatap sayu pria berbadan tinggi tegap dan berahang tegas itu. Rambutnya yang hitam dan tertata rapi membuat pria itu terlihat semakin tampan. Sungguh ciptaan Tuhan yang sempurna.
"Namaku Jonathan Alexander," pria itu mengusap tangan Zee yang masih terpasang selang cairan infus. Pria itu duduk disamping Zevanya.
"Bagaimana bisa aku berada disini, Tuan? Seharusnya aku sudah mati, bukan?" suara Zevanya terdengar lirih. Dia nampak bingung.
"Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, Nona! Zevanya Meghan memang sudah mati, sekarang namamu Angelica Josephine Alexander!" Ucap Jonathan lantang.
"Apa saya mengenal anda sebelumnya, Tuan?" Zee mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat sosok itu, tapi dia memang tidak mengenalnya.
"Tentu saja kamu tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu. Aku mengikuti kasus yang sedang menimpamu."
"Kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Zee lagi.
Pria itu diam, dia tidak punya alasan untuk menjelaskannya sekarang. Jonathan tidak ingin Zevanya mengetahui bahwa dirinya menolong Zee, hanyalah semata-mata karena Zevanya sangat mirip dengan Mantan istrinya Angelica.
"Karena aku yakin, kamu tidak bersalah," jawab Jonathan kemudian.
"Terimakasih, lalu apa yang kau inginkan dariku?"
"Menikahlah denganku, aku akan membantumu untuk membalas dendam pada orang yang telah membuatmu menderita," jawab Jonathan meyakinkan.
"Apa yang akan aku dapatkan, jika aku menikah denganmu?"
“Kamu akan mendapatkan semua yang kau inginkan, kehormatan, kekayaan dan juga kekuasaan. Hingga tiba saatnya, kau mampu untuk menghancurkan orang-orang yang telah menjebak mu," lanjut Jonathan sambil menatap wajah cantik itu lekat.
Zevanya diam sejenak, tidak pernah terbesit dalam pikirannya bahwa dia akan bertemu dengan seorang pria yang begitu peduli dengan dirinya. Disaat harapannya untuk hidup pupus sudah, sejak pengadilan menjatuhkan hukuman mati padanya. Namun sepertinya, pria ini bisa dipercaya, batin Zevanya.
"Terimakasih Tuan!" Zee mengangguk pelan.
"Istirahatlah, Angelica!" Jonathan mengusap pucuk kepala wanita itu dengan lembut.
Jonathan membelai punggung tangan wanita itu dan memberi sebuah kecupan.
Zee tersenyum manis, saat tangan pria itu beralih memegang dagunya dan dan mendekatkan bibirnya yang dingin di bibir Zee. Setelah itu Jonathan meninggalkan Zee bersama seorang perawat yang memeriksa selang infus-nya.
Zee menarik nafasnya perlahan. Setelah bayangan Jonathan menghilang di balik pintu kamar, Zevanya kembali memejamkan matanya. Satu persatu kilasan hidupnya kembali bermain dalam pikirannya. Hingga bibir pucat nya menyebut sebuah nama.
"Reynald Wilson, aku akan membalas mu, atas semua penderitaan yang telah kau berikan padaku!" Zee mengepalkan kedua tangannya. Hatinya dipenuhi oleh amarah dan dendam.
Zevanya mencoba memejamkan matanya sejenak. Namun, bayangan kisah lalunya yang pahit, sangat menyesakkan dada untuk diingat.
Kenangan manis bersama Reynald, cinta pertamanya di usianya yang pada saat itu menginjak 24 tahun. Hubungan yang terjalin dimulai justru saat Zee, telah merampungkan studinya di negara Adidaya itu dan berniat untuk kembali ke Australia.
Air matanya mengalir perlahan di sudut matanya yang bening. Kedua tangannya tanpa sadar meraba dengan lembut perutnya yang tampak rata.
"Rain, dimana kamu sekarang, nak?"jerit hati kecilnya. Zee tiba-tiba merindukan putranya.
Zee masih mengingat dengan jelas, saat dia melahirkan putranya di klinik penjara. Seorang bayi tampan nan menggemaskan, Zee memberinya nama Nicholas Rain Wilson.
Zevanya sengaja memakai nama belakang keluarga Wilson, karena Zee ingin Rain mengenal ayahnya suatu saat nanti, jika dia telah menjalani hukuman mati.
Saat Rain berumur 5 tahun, Zee menitipkan Rain pada seorang mantan narapidana yang telah bebas dari hukumannya.
Wanita itu bernama Marilyn. Wanita paruh baya, yang ditahan karena kasus korupsi di kantor tempat dia bekerja. Walau sebenarnya Marilyn tidak melakukannya, namun dia tidak dapat mengelak, karena semua bukti mengarah padanya, sama halnya dengan Zee, Marilyn dijebak.
Marilyn sangat menyayangi Rain, dan demi kebaikan mental Rain dikemudian hari, Marilyn menawarkan diri untuk merawat Rain dirumahnya, karena menurutnya tidak baik bagi seorang anak kecil berada di lingkungan penjara yang keras dan kejam.
Dan Zee menyetujuinya, karena Marilyn sangat tulus untuk membantunya. Namun, Entah dimana mereka sekarang. Yang pasti, Zee bertekad akan segera mencari mereka, setelah dirinya benar-benar sembuh. Dan dia akan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki Jonathan Alexander, untuk menjalankan semua rencananya.
Bersambung
Bismillah, selamat siang teman NT yang terkasih. Saya Me Azalea, kembali hadir untuk meng-upload novel terbaru saya yang berjudul SEKILAS WAJAH SAYU.
Setelah sekian lama Hiatus, kali ini saya kembali untuk mencoba untuk menyapa kalian semua.
Semoga sahabat semua bisa menerima novel ini dengan tangan terbuka. Ditunggu, like, dan komennya. Love You All❤️❤️❤️
Novel ini berkisah tentang seorang wanita yang bernama Zevanya Meghan, yang mengalami banyak penderitaan setelah bertemu dengan kekasihnya, Reynald Wilson.
Namun, takdir berkata lain, Zee diselamatkan dari hukuman mati oleh seorang pria berkuasa bernama Jonathan Alexander.
Apakah Zee bisa membalaskan dendamnya kepada Reynald, sementara ada anak yang mengikat mereka berdua.
Yuk, kita simak!
👇Novel ini memakai alur mundur diawal cerita dan alur maju di bab akhirnya.
👇 Novel ini juga tidak mengandung adegan 21+
Tertanda
Me Azalea
"Theo....!" suara bariton seorang pria terdengar keras memanggil sang asisten dari dalam ruang kerjanya.
Pria yang bernama Theo, masuk dengan cepat keruangan sang bos berada. Sebuah ruangan di lantai dua mansion mewah milik Jonathan Alexander.
"Ada apa,Tuan?" tanya Theo, begitu pria muda itu duduk di kursi di seberang meja kerja atasannya.
Jonathan duduk dengan gagah sambil menyandarkan punggung di kursi kebesarannya. Kedua tangan bersilang didepan dadanya.
"Bagaimana dengan keadaan di rumah sakit kepolisian, apa ada yang curiga dengan jasad yang sudah kau tukar?" tanya Jonathan.
"Semua aman, Tuan. Nona Zee tidak mempunyai keluarga maupun kerabat di kota ini. Bahkan semenjak di dalam penjara pun, tidak seorangpun yang datang mengunjunginya. Jadi saya rasa, tidak ada yang akan memperdulikannya," Jawab Theo.
"Bagaimana dengan kekasih wanita itu, ... siapa namanya?” tanya Jonathan penuh selidik.
"Reynald Wilson, Tuan. Menurut informasi pria itu tidak pernah mengunjungi Nona Zee selama di penjara,” tutur Theo.
Jonathan mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan.
"Apa menurutmu, dia sengaja menjebak Zee?" Jonathan memandang kearah asisten nya dengan wajah serius.
"Sepertinya begitu, Tuan. Jika memang dia mencintai kekasihnya, tidak mungkin nona Zee dibiarkan sendirian menghadapi masalah yang sangat besar ini," ujar Theo. Jonathan mengangguk lagi.
"Menurut keterangan Kapten Leonard, nona Zee pernah melahirkan seorang anak laki laki di dalam penjara,"lanjut Theo
Jonathan memicingkan sebelah matanya sesaat, tak percaya dengan informasi yang didengarnya.
"Dimana anak itu sekarang?" Jonathan tampak penasaran.
"Entahlah Tuan, saya belum menyelidiki sampai sejauh itu, saya akan menyelidikinya segera," ucap Theo, merasa tidak enak hati dengan tuannya.
"Cepat kau cari tahu tentang anak itu, Theo! Ingat, waktumu hanya 20 jam dari sekarang. Kerahkan anak buah ku yang lain, jika kau tidak bisa melakukannya sendiri!" Jonathan memberi perintah dengan ekspresi wajah yang sulit untuk dibaca.
"Baik, Tuan! Saya permisi, saya akan mencari anak itu segera. Saya tidak akan mengecewakan anda." Theo segera keluar dari ruangan bos besarnya, sambil menarik nafas panjang.
Theo merasa bingung dengan tingkah bosnya yang tiba-tiba peduli dengan orang yang baru dikenalnya. Padahal, sebelumnya Jonathan adalah pria yang dingin dan kejam, tak kenal ampun bila ada yang mencoba berurusan dengannya.
Tapi bagi Theo, Jonathan adalah penyelamat hidupnya, saat Theo hampir saja tewas dianiaya kelompok preman jalanan di kota itu. Sejak saat itu Theo berjanji akan mengabdikan diri untuk melindungi Jonathan dan keluarganya.
Jonathan Alexander adalah seorang pria kaya dan memiliki wajah yang tampan dan berkharisma. Dia memiliki Perusahaan ritel terbesar di Negara Amerika Serikat. Bisnisnya yang berkembang dengan pesat, menjadikan Jonathan Alexander, salah satu pengusaha terkaya versi majalah bisnis ternama.
Selain memiliki bisnis legal, Jonathan Alexander juga memiliki bisnis Bahan Peledak dan senjata api, yang terorganisir dengan baik dibawah naungan organisasi the dragon , sebuah kelompok mafia yang bergerak secara rahasia.
Dalam perjalanan hidupnya, setelah kesuksesan dalam genggaman, begitu banyak musuh yang ingin menjatuhkannya, baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan.
Titik terendah dalam hidup seorang Jonathan Alexander adalah saat kedua orang tuanya tewas karena kecelakaan yang disengaja. Tak lama setelah orangtuanya meninggal, istrinya Angelica Josephine Brown dibunuh oleh musuh bebuyutan nya, dari organisasi mafia the dark, satu tahun setelahnya.
Jonathan murka dengan kehilangan orang-orang yang dicintainya. Tanpa ampun pria itu membantai semua anggota the dark dengan tangannya sendiri untuk membalaskan sakit hatinya atas kematian istri tercintanya Angelica.
*****************
Seorang pria berpakaian serba hitam, memasuki sebuah halaman rumah kecil di pinggiran kota Cleveland, Ohio.
Rumah bergaya Cape Cod itu, dikelilingi oleh pohon-pohon yang rindang dan sejuk. Pria itu mengetuk pintu rumah dengan pelan. Dia menunggu sesaat, berdiri dengan tenang didepan pintu.
Tak lama seorang wanita paruh baya membuka kan pintu, wajahnya tampak cemas.
"Permisi Nyonya, saya ingin bertemu dengan nyonya Marilyn," ucap pria itu ramah.
"Saya sendiri Tuan, a_ada a_pa anda mencari saya? Da_n an_da siapa?" tanya wanita itu tergagap.
"Maaf mengganggu anda, Nyonya! Namaku Theo, aku asisten Tuan Jonathan Alexander," Theo memperkenalkan dirinya dengan ramah.
"Tuan Theo, apa yang bisa aku bantu untukmu? Silahkan masuk dulu?" Wanita bernama Marilyn itu menyuruh Theo untuk duduk diruang tamu, setelah yakin bahwa tamunya bukanlah orang jahat.
Rumah itu terkesan sederhana dari luar. Namun peralatan yang terdapat di dalamnya terlihat masih baru dan bermerek. Sofa yang diduduki Theo dan sebuah lemari pajangan yang hanya berisi barang barang mahal juga terlihat masih baru.
"Nyonya Marilyn, maksud kedatangan saya kemari adalah untuk menanyakan tentang seorang anak, yang pernah dilahirkan di penjara. Ibunya seorang terpidana mati kasus narkoba, namanya Zevanya Meghan," Theo memperlihatkan sebuah foto Zee pada wanita itu.
Wajah Marilyn tampak tegang, dia bingung harus menjawab pertanyaan itu. Sedangkan anak yang dicari Theo, tidak lagi bersamanya.
"Nyonya....!" Theo melambaikan tangan di depan wajah nyonya Marilyn yang tampak gelisah.
"Oh, ...maafkan saya Tuan, saya tidak tahu dimana anak itu sekarang," Marilyn menundukkan wajahnya. Tubuhnya gemetar.
"Bagaimana bisa nyonya? menurut informasi yang kudapat anak itu dititipkan nona Zee pada anda," Theo sedikit menaikkan suaranya. Karena Theo yakin, wanita itu berbohong.
"Maafkan saya, Tuan!" wanita itu duduk bersimpuh di depan Theo, dengan air mata yang mengalir deras. Theo mencoba menenangkan wanita itu, menepuk kedua pundak Marilyn dan mendudukkan nya kembali di sofa.
"Ayo, bicaralah dengan jujur, Nyonya!" Theo memegang kedua tangan wanita itu. Dan menyatukan kedua tangan kurus itu di depan dadanya.
Marilyn menarik nafasnya dalam-dalam, perlahan bibir pucat itu mulai bergerak. Wanita baya itu mulai menceritakan tentang putra Zevanya, Rain.
"Aku memang membawa Rain untuk tinggal bersamaku, Tuan! Aku menyayangi anak itu, aku berjanji pada ibunya akan menjaganya dengan baik, tapi hal itu tidak semudah yang aku bayangkan," Marilyn berhenti sejenak, mengusap air matanya yang belum berhenti mengalir.
"Sebagai mantan narapidana, tidak ada orang yang mau menerimaku bekerja di tempat yang layak, sementara aku harus memberi makan ibuku, Rain dan juga untukku sendiri."
Theo menyimak kata-kata Marilyn dengan seksama.
"Kami mengalami kesusahan untuk hidup dan bertahan tanpa pekerjaan tetap," Marilyn menjeda ucapannya sejenak untuk menarik nafas.
Marilyn menatap ke arah Theo yang tampak serius menunggu kelanjutan ceritanya. Wanita itu mulai sedikit tenang.
"Karena kesulitan hidup, aku mencari tahu tentang ayah biologis Rain, dari cerita yang kudengar dari Zee, ayah Rain bernama Reynald Wilson, aku mencarinya di media sosial dan aku menemukannya, aku memberitahukan tentang putranya, awalnya dia tidak percaya dan menuduh aku berbohong. Aku menyuruhnya untuk datang sendiri menemui Rain dan menyarankan untuk tes DNA, tapi setelah melihat Rain, dia percaya bahwa Rain adalah putranya.
Marilyn mengusap wajahnya dengan lengan bajunya.
"Jadi Rain bersama Reynald Wilson? Sejak kapan?" tanya Theo tampak kecewa.
"Semenjak Rain berumur 5 tahun. Aku merasa menyerahkan Rain pada ayahnya adalah keputusan yang tepat. Sebagai seorang ayah, pria itu pasti akan menjaga putranya dengan baik, bukan?" Marilyn membela diri.
"Apa kau bercerita tentang Zee pada pria itu?" Tanya Theo lagi.
"Aku hanya mengatakan kalau ibunya sudah meninggal, dan sepertinya dia percaya," ujar Marilyn.
Theo mengangguk.
"Sepertinya kehidupan mu lebih baik sekarang," ujar Theo tersenyum samar. "Perabotan di dalam rumahnya baru semua, dan anda sendiri kelihatannya baik-baik saja,"
Marilyn tersenyum memahami maksud perkataan Theo.
"Tuan Reynald Wilson yang telah membantuku keluar dari masalah hidupku, Tuan!"
"Baiklah, nyonya Marilyn. Terimakasih atas penjelasanmu. Kalau begitu aku permisi, maaf telah merepotkan anda,” ujar Theo.
Theo berdiri dan meninggalkan rumah Marilyn. Dan memberinya beberapa lembar uang kertas.
"Sama-sama, Tuan!" Wanita itu tersenyum sumringah.
Theo mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, agar segera sampai ke Mansion Jonathan, untuk memberitahukan informasi yang baru saja dia dapatkan dari Nyonya Marilyn, wanita yang pernah dekat dengan Zee, saat wanita itu menjalani hukumannya dalam penjara.
Sesampainya di Mansion milik Jonathan Alexander, Theo segera berjalan cepat menuju ruang kerja bosnya itu.
"Selamat sore, Tuan!" Ucap Theo begitu masuk ke dalam ruangan kerja Jonathan.
"Langsung saja, Theo, bagaimana hasil penyelidikanmu?" Jonathan bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Theo.
Jonathan berdiri didepan asistennya, sambil menyandarkan tubuhnya di meja kerja besar berwarna coklat tua, dari kayu jati terbaik.
"Rain, putranya nona Zee, sekarang tinggal bersama Reynald Wilson, Tuan," lapor Theo
"Bagaimana bisa?" Sergah Jonathan memangku kedua tangannya di depan dada.
Theo pun menceritakan semua informasi yang diberikan oleh Nyonya Marilyn kepadanya, tanpa tertinggal satu katapun.
Jonathan menarik nafas panjang, kemudian kembali duduk dibelakang meja kerjanya, ada sedikit kekecewaan tersirat di wajahnya yang tampan.
"Reynald Wilson...! akan ku pastikan, kau akan lebih menderita dari apa yang dirasakan oleh wanita itu!" Geram Jonathan, dengan tangan mengepal di atas meja.
"Maaf Tuan, kalau boleh tahu, kenapa anda tertarik dengan kehidupan Nona Zevanya?" tanya Theo sangat hati-hati.
"Wanita itu sangat penting bagiku, Theo! Kurasa aku Jatuh cinta padanya," kata Jonathan dengan senyum tipis di wajahnya.
Theo mengangguk, dia memang merasakan perubahan Jonathan belakangan ini, persisnya saat Pria itu menemukan Zee, di Rumah Tahanan Cleveland.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!