Istri Penyembuh Luka
Dimas Nugroho kembali menginjakkan kakinya di negeri kelahirannya, bayang-bayang saat dia bertemu wanita yang begitu di cintainya masih begitu segar di ingatannya. Senyuman bahagia wanita itu saat melihat suaminya berjalan ke arahnya benar-benar mengiris hatinya.
Namun Dimas sudah merelakannya, bukankah bukti terbesar dari cinta adalah merelakan dia yang kita cintai bahagia walaupun bukan kita yang menjadi alasan kebahagiaannya.
“Pa, apa kita akan bertemu Mama?” Aurel, gadis kecil yang memberikan cahaya dalam hidupnya menarik-narik ibu jarinya. Dimas lalu kembali pada kesadarannya setelah pikirannya melayang pada seorang wanita yang masih melekat erat di dalam hatinya.
“Tidak, sayang. Mama sudah pergi meninggalkan kita selamanya. Mama bilang dia tidak akan kembali lagi.”
Tiga tahun yang lalu, gadis kecil itu terakhir kali bertemu dengan Ibunya di negeri ini. Setelah itu, dia tidak pernah lagi melihatnya hingga detik ini.
Dimas memang sengaja memisahkan Ibu dan anak itu. Terdengar jahat, bahkan memang sangat jahat. Tapi Dimas tidak mau Aurel mengingat wanita yang sudah melahirkannya. Dimas ingin mantan istrinya itu merasakan sendiri apa yang telah dia rasakan selama bertahun-tahun. Di pisahkan dari orang yang sangat dia cintai.
Gadis kecil itu diam, dia tahu hubungan orang tuanya tidak baik. Meski tidak pernah melihat mereka bertengkar, tapi dia sangat jarang melihat orang tuanya bercanda da tertawa bersama layaknya sebuha keluarga.
Itulah sebabnya gadis itu tumbuh menjadi dingin dan kaku, dia sangat jarang tersenyum dan tidak suka bergaul. Dia hanya akan menghabiskan hari-harinya berdiam dirumah membaca buku cerita atau komik.
Dari kejauhan Dimas sudah melihat orang yang datang menjemput mereka di bandara. Dimas lalu memberikan semua barangnya kepada orang yang datang menjemputnya agar dia bisa mengenggam tangan putrinya.
“Aurel,” Nenek Muli berlari kecil memeluk cucunya yang sudah sangat dia rindukan itu. Gadis kecil itu menyambut pelukan neneknya dengan datar. Tanpa sedikitpun senyuman di yang terlukis di wajahnya.
Melihat itu membuat Nenek Muli merasa sangat sedih, gadis sekecil itu sudah tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu. Hal ini membuatnya semakin yakin untuk menjodohkan Dimas dengan anak temannya. Mereka pun juga sudah membicarakannya.
“Dimas, Ibu mau bicara sebentar. Kamu masih sibuk?”
Harlan, sekertaris Dimas menunduk sopan pada Muli lalu keluar dari ruang kerja Dimas meninggalkan Dimas dan Ibunya.
“Ada apa, Bu?” Dimas berdiri dari kursinya dan pindah ke sofa.
Muli terdiam sebentar, entah bagaimana dia menyampaikan keingannya pada anaknya ini. Setelah hatinya terluka begitu hebat, Dimas berubah sepenuhnya. Dia yang dulunya anak yang sangat suka mengganggu Ibunya dan juga penurut berubah menjadi sangat dingin. Bahkan Muli yang tidak lain adalah ibunya sendiri juga merasa sungkan padanya sekarang.
“Ada apa, Bu? Sekali lagi Dimas mengulang pertanyaannya pada Ibunya yang sepertinya ragu untuk menatakan maksudnya.
“Ibu lihat Aurel tidak seperti anak seusianya,” Dimas mengkerutkan keningnya. “Dia berbeda dengan anak yang lain, Dimas. Anakmu itu sangat dingin dan pendiam. Ibu takut dia…”
“Apa yang ingin Ibu katakan?” Dimas langsung memotong perkataan Ibunya. Dia tahu ada yang Ibunya sampaikan padanya tapi ragu untuk mengatakannya.
Dimas menghela nafas, “Bu…?”
“Ibu mau kau menikah lagi,” Dimas menatap Ibunya dengan tatapan yang datar.
“Dimas, ini bukan untukmu. Ibu tahudi hatimu hanya ada Mia seorang, kau tidak mungkin bisa menemukan seorang wanita seperti Mia dalam hidupmu lagi, tapi bagaimana dengan Aurel. Dia masih kecil dan masih begitu membutuhkan sosok Ibu. Jangan biarkan anakmu tumbuh dengan membawa luka seumur hidupnya. Luka di hatimu mungkin sudah tidak ada yang bisa menyembuhkannya, tapi Aurel luka di hati Aurel karena kehilangan Ibunya harus segera kau sembuhkan. Jangan biarkan dia menjalani hidup sepertimu,” Dimas menatap Ibunya. Hidup sepertinya?
“Dingin, dan tertutup. Dia akan tumbuh menjadi gadis remaja sebentar lagi, dia butuh teman dan bergaul. Bagaimana dia bisa membuka hatinya jika dia tidak menemukan teman di dalam rumah. Dia butuh Ibu. Pikirkan apa yang Ibu katakan.” Muli lalu pergi meninggalkan Dimas yang sepertinya tergugah dengan apa yang Ibunya katakan.
Dia meninggalkan pekerjaannya dan menemui Aurel di kamarnya. Lama Dimas berdiri di depan pintu melihat anaknya sedang menatap jendela dengan tatapan kosong. Entah apa yang ada di pikiran anak berusia sepuluh tahun itu.
"Sayang, besok kita akan melihat - lihat sekolah baru," Dimas berjalan mendekati putrinya yang sedang berdiri di depan jendela kamarnya.
Gadis itu menoleh pada ayahnya lalu kembali menatap ke luar jendela, entah apa yang menarik perhatiannya di luar sana.
"Sayang, kau dengar Papa?" Aurel kembali menoleh, kali ini dia bereaksi dengan mengangguk dan sedikit menarik bibirnya membentuk sebuah senyuman.
Benar kata ibunya, putrinya itu adalah cerminan dirinya saat ini. Dimas tentu tidak mau kalau sampai anaknya itu menjalani kehidupan yang seperti dia jalani. Sunyi, sepi dan sendiri.
Dimas kembali ke ruang kerjanya, merenungi permintaan ibunya untuk menikah lagi. Tentu saja bukan untuknya tapi untuk Aurel. Dia ingin Aurel memiliki teman di rumah ini, mungkin dengan memiliki seorang ibu dia bisa sedikit membuka dirinya.
Dimas pun menyetujui permintaan ibunya dan ingin bertemu langsung dengan wanita yang di pilihkan Muli untuknya.
Di lain tempat, Darna yang menerima telepon Muli pun langsung memanggil anaknya untuk menyampaikan permintaannya.
Kasih Permata, putri tunggal Bayu dan Darna. Gadis itu masih berusia dua puluh dua tahun dan sekarang sedang magang di salah satu perusahaan swasta di kota itu.
"Ada apa, Bu," Kasih duduk dengan malas di sofa. Di depannya sudah ada ayah dan ibunya.
"Kamu ingat kan teman Ibu Tante Muli?" Kasih mencoba mengingat teman yang di maksud Ibunya. Jujur saja Kasih sama sekali tidak tahu teman mana yang di maksud Ibunya, tapi dia mengangguk saja untuk mempercepat pembicaraan karena saat di panggil tadi Kasih sedang nonton drama korea favorite nya.
"Anaknya Tante Muli baru saja datang dari luar negeri, namanya Dimas dan dia seorang duda dengan satu anak," Kasih mengangguk lagi, dia mulai malas jika Ibunya menceritakan anak temannya yang sudah sukses atau sudah menikah. Ahh, Kasih sangat bosan mendengar cerita ibunya tentang anak-anak temannya.
"Ibu dan Tante Muli berencana menjodohkan kalian," Kasih masih mengangguk namun setelah dia menyadari kalimat terakhir Ibunya, kelopak matanya membulat sempurna.
"Apaaaa.... Menjodohkan Kasih sama anak teman Mama...???" Kasih berdiri dari duduknya. Dia begitu terkejut mendengar akan di jodohkan.
"Kasih, kamu dengar Ibu kamu dulu," Bayu yang berada di sana ikut membantu istrinya bicara pada anaknya itu.
"Dijodohkan bagaimana sih maksud Ibu? Ini bukan jaman Siti Nurbaya lagi, Bu. Jaman sekarang tidak ada lagi jodoh-jodohan. Ini jaman modern, kita sudah merdeka puluhan tahun yang lalu. Kenapa ibu masih kolot pakai jodoh-jodohan segala." Seru Kasih masih dengan sopan.
"Ibu tidak memaksa sih, kamu ketemu saja dulu. Kalau kamu suka ya bagus, kalau kamu nggak suka juga tidak apa-apa." Darna mencoba menenangkan Kasih.
"Tidak perlu ketemu, Bu. Kasih tidak mau." Titik, Kasih langsung menolak tanpa kompromi. Gadis itu berdiri dan akan kembali ke kamarnya.
"Dia ganteng loh, kayak Oppa Korea." Kasih berbalik, dia diam sejenak lalu kembali duduk.
"Ganteng?" Tanyanya penasaran. Darna mengangguk. Kasih terlihat berfikir sejenak. Memanyunkan bibirnya kiri kanan.
"Boleh deh, Kasih mau ketemu. Tapi kalau Ibu bohongin Kasih dan ternyata dia jelek, Kasih bakalan ngambek sama Ibu selama satu bulan. Eh, seminggu aja deh."
Darna mengangguk saja, dia yakin anak gadisnya yang tergila-gila dengan laki-laki tampan pasti tidak akan menolak perjodohan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Queen_A
Hai Thor, aku mampir. salam sehat selalu
2024-10-05
1
Ana
halo kak Ana mampir ☺
2024-09-30
0
Heri Wibowo
hadir thor.
2024-09-29
1