NovelToon NovelToon

Istri Penyembuh Luka

Bab 1

Dimas Nugroho kembali menginjakkan kakinya di negeri kelahirannya, bayang-bayang saat dia bertemu wanita yang begitu di cintainya masih begitu segar di ingatannya. Senyuman bahagia wanita itu saat melihat suaminya berjalan ke arahnya benar-benar mengiris hatinya.

Namun Dimas sudah merelakannya, bukankah bukti terbesar dari cinta adalah merelakan dia yang kita cintai bahagia walaupun bukan kita yang menjadi alasan kebahagiaannya.

“Pa, apa kita akan bertemu Mama?” Aurel, gadis kecil yang memberikan cahaya dalam hidupnya menarik-narik ibu jarinya. Dimas lalu kembali pada kesadarannya setelah pikirannya melayang pada seorang wanita yang masih melekat erat di dalam hatinya.

“Tidak, sayang. Mama sudah pergi meninggalkan kita selamanya. Mama bilang dia tidak akan kembali lagi.”

Tiga tahun yang lalu, gadis kecil itu terakhir kali bertemu dengan Ibunya di negeri ini. Setelah itu, dia tidak pernah lagi melihatnya hingga detik ini.

Dimas memang sengaja memisahkan Ibu dan anak itu. Terdengar jahat, bahkan memang sangat jahat. Tapi Dimas tidak mau Aurel mengingat wanita yang sudah melahirkannya. Dimas ingin mantan istrinya itu merasakan sendiri apa yang telah dia rasakan selama bertahun-tahun. Di pisahkan dari orang yang sangat dia cintai.

Gadis kecil itu diam, dia tahu hubungan orang tuanya tidak baik. Meski tidak pernah melihat mereka bertengkar, tapi dia sangat jarang melihat orang tuanya bercanda da tertawa bersama layaknya sebuha keluarga.

Itulah sebabnya gadis itu tumbuh menjadi dingin dan kaku, dia sangat jarang tersenyum dan tidak suka bergaul. Dia hanya akan menghabiskan hari-harinya berdiam dirumah membaca buku cerita atau komik.

Dari kejauhan Dimas sudah melihat orang yang datang menjemput mereka di bandara. Dimas lalu memberikan semua barangnya kepada orang yang datang menjemputnya agar dia bisa mengenggam tangan putrinya.

“Aurel,” Nenek Muli berlari kecil memeluk cucunya yang sudah sangat dia rindukan itu. Gadis kecil itu menyambut pelukan neneknya dengan datar. Tanpa sedikitpun senyuman di yang terlukis di wajahnya.

Melihat itu membuat Nenek Muli merasa sangat sedih, gadis sekecil itu sudah tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu. Hal ini membuatnya semakin yakin untuk menjodohkan Dimas dengan anak temannya. Mereka pun juga sudah membicarakannya.

“Dimas, Ibu mau bicara sebentar. Kamu masih sibuk?”

Harlan, sekertaris Dimas menunduk sopan pada Muli lalu keluar dari ruang kerja Dimas meninggalkan Dimas dan Ibunya.

“Ada apa, Bu?” Dimas berdiri dari kursinya dan pindah ke sofa.

Muli terdiam sebentar, entah bagaimana dia menyampaikan keingannya pada anaknya ini. Setelah hatinya terluka begitu hebat, Dimas berubah sepenuhnya. Dia yang dulunya anak yang sangat suka mengganggu Ibunya dan juga penurut berubah menjadi sangat dingin. Bahkan Muli yang tidak lain adalah ibunya sendiri juga merasa sungkan padanya sekarang.

“Ada apa, Bu? Sekali lagi Dimas mengulang pertanyaannya pada Ibunya yang sepertinya ragu untuk menatakan maksudnya.

“Ibu lihat Aurel tidak seperti anak seusianya,” Dimas mengkerutkan keningnya. “Dia berbeda dengan anak yang lain, Dimas. Anakmu itu sangat dingin dan pendiam. Ibu takut dia…”

“Apa yang ingin Ibu katakan?” Dimas langsung memotong perkataan Ibunya. Dia tahu ada yang Ibunya sampaikan padanya tapi ragu untuk mengatakannya.

Dimas menghela nafas, “Bu…?”

“Ibu mau kau menikah lagi,” Dimas menatap Ibunya dengan tatapan yang datar.

“Dimas, ini bukan untukmu. Ibu tahudi hatimu hanya ada Mia seorang, kau tidak mungkin bisa menemukan seorang wanita seperti Mia dalam hidupmu lagi, tapi bagaimana dengan Aurel. Dia masih kecil dan masih begitu membutuhkan sosok Ibu. Jangan biarkan anakmu tumbuh dengan membawa luka seumur hidupnya. Luka di hatimu mungkin sudah tidak ada yang bisa menyembuhkannya, tapi Aurel luka di hati Aurel karena kehilangan Ibunya harus segera kau sembuhkan. Jangan biarkan dia menjalani hidup sepertimu,” Dimas menatap Ibunya. Hidup sepertinya?

“Dingin, dan tertutup. Dia akan tumbuh menjadi gadis remaja sebentar lagi, dia butuh teman dan bergaul. Bagaimana dia bisa membuka hatinya jika dia tidak menemukan teman di dalam rumah. Dia butuh Ibu. Pikirkan apa yang Ibu katakan.” Muli lalu pergi meninggalkan Dimas yang sepertinya tergugah dengan apa yang Ibunya katakan.

Dia meninggalkan pekerjaannya dan menemui Aurel di kamarnya. Lama Dimas berdiri di depan pintu melihat anaknya sedang menatap jendela dengan tatapan kosong. Entah apa yang ada di pikiran anak berusia sepuluh tahun itu.

"Sayang, besok kita akan melihat - lihat sekolah baru," Dimas berjalan mendekati putrinya yang sedang berdiri di depan jendela kamarnya.

Gadis itu menoleh pada ayahnya lalu kembali menatap ke luar jendela, entah apa yang menarik perhatiannya di luar sana.

"Sayang, kau dengar Papa?" Aurel kembali menoleh, kali ini dia bereaksi dengan mengangguk dan sedikit menarik bibirnya membentuk sebuah senyuman.

Benar kata ibunya, putrinya itu adalah cerminan dirinya saat ini. Dimas tentu tidak mau kalau sampai anaknya itu menjalani kehidupan yang seperti dia jalani. Sunyi, sepi dan sendiri. 

 Dimas kembali ke ruang kerjanya, merenungi permintaan ibunya untuk menikah lagi. Tentu saja bukan untuknya tapi untuk Aurel. Dia ingin Aurel memiliki teman di rumah ini, mungkin dengan memiliki seorang ibu dia bisa sedikit membuka dirinya.

 Dimas pun menyetujui permintaan ibunya dan ingin bertemu langsung dengan wanita yang di pilihkan Muli untuknya.

 Di lain tempat, Darna yang menerima telepon Muli pun langsung memanggil anaknya untuk menyampaikan permintaannya.

 Kasih Permata, putri tunggal Bayu dan Darna. Gadis itu masih berusia dua puluh dua tahun dan sekarang sedang magang di salah satu perusahaan swasta di kota itu.

 "Ada apa, Bu," Kasih duduk dengan malas di sofa. Di depannya sudah ada ayah dan ibunya.

 "Kamu ingat kan teman Ibu Tante Muli?" Kasih mencoba mengingat teman yang di maksud Ibunya. Jujur saja Kasih sama sekali tidak tahu teman mana yang di maksud Ibunya, tapi dia mengangguk saja untuk mempercepat pembicaraan karena saat di panggil tadi Kasih sedang nonton drama korea favorite nya.

 "Anaknya Tante Muli baru saja datang dari luar negeri, namanya Dimas dan dia seorang duda dengan satu anak," Kasih mengangguk lagi, dia mulai malas jika Ibunya menceritakan anak temannya yang sudah sukses atau sudah menikah. Ahh, Kasih sangat bosan mendengar cerita ibunya tentang anak-anak temannya.

 "Ibu dan Tante Muli berencana menjodohkan kalian," Kasih masih mengangguk namun setelah dia menyadari kalimat terakhir Ibunya, kelopak matanya membulat sempurna.

 "Apaaaa.... Menjodohkan Kasih sama anak teman Mama...???" Kasih berdiri dari duduknya. Dia begitu terkejut mendengar akan di jodohkan.

 "Kasih, kamu dengar Ibu kamu dulu," Bayu yang berada di sana ikut membantu istrinya bicara pada anaknya itu.

 "Dijodohkan bagaimana sih maksud Ibu? Ini bukan jaman Siti Nurbaya lagi, Bu. Jaman sekarang tidak ada lagi jodoh-jodohan. Ini jaman modern, kita sudah merdeka puluhan tahun yang lalu. Kenapa ibu masih kolot pakai jodoh-jodohan segala." Seru Kasih masih dengan sopan.

 "Ibu tidak memaksa sih, kamu ketemu saja dulu. Kalau kamu suka ya bagus, kalau kamu nggak suka juga tidak apa-apa." Darna mencoba menenangkan Kasih.

 "Tidak perlu ketemu, Bu. Kasih tidak mau." Titik, Kasih langsung menolak tanpa kompromi. Gadis itu berdiri dan akan kembali ke kamarnya.

 "Dia ganteng loh, kayak Oppa Korea." Kasih berbalik, dia diam sejenak lalu kembali duduk.

 "Ganteng?" Tanyanya penasaran. Darna mengangguk. Kasih terlihat berfikir sejenak. Memanyunkan bibirnya kiri kanan.

 "Boleh deh, Kasih mau ketemu. Tapi kalau Ibu bohongin Kasih dan ternyata dia jelek, Kasih bakalan ngambek sama Ibu selama satu bulan. Eh, seminggu aja deh."

Darna mengangguk saja, dia yakin anak gadisnya yang tergila-gila dengan laki-laki tampan pasti tidak akan menolak perjodohan ini.

Bab 2

Muli dan Darna sudah mengatur pertemuan anak-anak mereka. Mereka akan bertemu siang ini di sebuah cafe di sekitar kantor Kasih.

 Jam dua belas siang, tepat saat jam makan siang Dimas mendapatkan telepon dari Ibunya. Tentu saja untuk mengingatkan pertemuan penting dengan orang yang di jodohkan dengannya itu.

 Begitu pula dengan Kasih, Darna bahkan sudah menelponnya dua kali hari ini agar dia jangan sampai lupa bertemu dengan Dimas.

 Kasih yang memang agak centil merapikan dandanannya di toilet. Dia manambah lipstik warna nude membuat bibirnya semakin seksi. Tidak lupa juga Kasih melepas ikatan rambutnya dan membiarkan nya terurai. Merasa dirinya sudah cantik maksimal, Kasih lalu menuju cafe untuk menemui Dimas.

 Di dalam cafe Kasih menengok kiri kanan mencari sosok Dimas yang katanya memakai kemeja putih. Dapat, Kasih melihat seorang laki-laki dengan kemeja putih sedang duduk sendirian di pojok cafe. Kasih menghampirinya.

 "Permisi," laki-laki itu berbalik.

 Kasih terperanjat, dia terpaku sesaat menatap ciptaan Tuhan yang begitu menakjubkan. 

 "Kak Dimas?" Tanya Kasih pada laki-laki itu.

 "Silahkan duduk," tebakan Kasih benar, laki-laki dengan kemeja putih itu memang Dimas.

 Sifat centil nya hilang, dia tiba-tiba menjadi gadis kalem yang lemah lembut.

 "Kita langsung saja, aku tidak punya banyak waktu'", Dimas tanpa basa basi langsung ingin memulai maksud dari pertemuan mereka.

 "Aku yakin kalau kau sudah tahu maksud pertemuan kita," Kasih mengangguk pelan, matanya masih menatap lekat laki-laki dewasa yang begitu berkharisma di depannya.

 "Kau juga tahu aku punya seorang putri kan?" Kasih mengangguk lagi. Sepertinya dia sudah terhipnotis oleh aura kuat yang di pancarkan Dimas. 

 "Aku akan menyetujui pernikahan kita tapi aku punya banyak syarat yang harus kau setujui,"

 "Menikah? Kita langsung menikah? Tapi kan kita baru ketemu."

 Kasih terkejut karena Ibunya hanya membicarakan tentang perjodohan dan belum membicarakan masalah pernikahan.

 "Tidak masalah, aku percaya pada pilihan Ibuku." Nilai plus Dimas di mata Kasih bertambah lagi. Kasih merasa Dimas sosok yang menyayangi dan patuh pada orang tuanya.

 “Tapi aku...” Kasih berfikir sejenak.

 Aku belum tentu bisa mendapatkan laki-laki seperti ini jika aku berusaha sendiri, tampan, mapan dan sangat berwibawa. Tapi aku belum mau menikah…

“Aku tidak punya banyak waktu, kalau kau tidak setuju dengan perjodohan kita tidak apa-apa. Aku akan bilang pada Ibuku kalau kau…”

“Aku mau, jadi apa syaratnya?” Kasih langsung menyetujui permintaan Dimas untuk langsung menikah. Mungkin itu yang dinamakan cinta buta, cinta pada pandangan pertama.

Dimas menoleh, Harlan yang sejak tadi duduk di belakangnya langsung menghampirinya. Kasih kembali terperanjat ketika melihat Harlan. Dia lebih muda dari Dimas, kulitnya juga lebih gelap dari Dimas. Tapi badannya jauh lebih berotot dan lebih kekar. Kasih menelan saliva nya melihat sekertaris Dimas itu. Bola matanya langsung bergulir menatap Dimas.

Aku beruntung sekali hari ini, bisa ketemu dua laki-laki tampan sekaligus. Dan yang satunya akan jadi suamiku.

Harlan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari amplop coklat, Dimas lalu memberikan kertas itu pada Kasih.

“Silahkan kau baca terlebih dahulu,”

“Apa ini?” Kasih mengambil beberapa lembar kertas itu dan mulai membacanya.

Keningnya mulai mengkerut dengan wajah heran membaca poin demi poin yang tertulis di sana.

“Tidak boleh ada sentuhan fisik?” Kasih mendongak menatap Dimas dengan wajah bingung.

“Kenapa? Kau keberatan?”

“Tentu saja,”

Tentu saja aku keberatan, aku kan sudah membayangkan di cium bibir seksi itu.

“Jangan berfikir terlalu jauh, aku menikah bukan untuk mencari istri,” Kasih lagi-lagi mengkerutkan keningnya. Apa maksudnya menikah bukan untuk mencari istri. Bukannya dimana-mana orang menikah itu untuk mencari suami atau istri?

“Terus untuk apa kamu mau menikah?” Kasih mulai kesal.

“Untuk putriku, aku menikah agar dia punya seorang ibu. Aku tidak membutuhkan seorang wanita dalam hidupku.”

Kasih kehabisan kata, dia tidak tahu apa lagi yang harus dia katakan. Dimas benar-benar membuatnya syok.

“Aku akan memberikan apa saja padamu selama kau merawat putriku, tapi aku tidak akan pernah memberikan diriku padamu. Jadi jangan berharap terlalu jauh dengan pernikahan ini.”

Kasih melirik Dimas dan Harlan bergantian, kedua laki-laki itu memang nampak sangat dingin. Mungkin mereka tidak membutuhkan cinta dalam hidupnya.

“Aku akan pikirkan kalau begitu,” kata Kasih yang sudah pasti akan menolak semua persyaratan yang Dimas ajukan. Tapi dia tidak akan mengatakannya di depan Dimas, dia akan menyampaikannya pada Ibunya nanti saat pulang.

“Aku tunggu jawabanmu malam ini,” Kasih mengangguk cepat. Setelah itu, Dimas dan Harlan meninggalkan cafe dan Kasih.

“Gila, gila. Ada yah orang seperti itu di dunia ini.” Kasih hanya geleng-geleng kepala saja. “Astaga dia bahkan tidak menawariku makanan padahal ini jam makan siang.” Ujar Kasih lagi dengan kesal.

Saat di perjalanan kembali ke kantornya, Kasih melihat seorang anak kecil sedang berdiri sendirian di depan gerbang sekolah yang memang berada di dekat kantornya. Tidak lama mucul beberapa anak lainnya dan mulai menganggunya.

 “Hei, anak baru. Kamu di jemput siapa, di jemput Ibu kamu yah, eh lupa kamu kan nggak punya Ibu,” ujar salah satu anak itu.

“Kasian tidak punya Ibu,” ujar yang lain lalu semua anak itu menertawakannya.

Anak yang sedang duduk sendiri itu tidak lain adalah Aurel, dia hanya diam dengan tatapan dingin memandangi anak itu satu persatu. Namun ketika salah satu anak sudah mendorongnya hingga jatuh, Aurel tidak tinggal diam. Dia langsung berdiri dan mendorong anak yang mendorongnya.

Lalu anak-anak yang lain mulai ikut mendorong-dorongnya hingga dia kembali terjatuh, lalu anak-anak nakal itu tertawa sambil menunjuk-nunjuk Aurel.

Melihat ada anak kecil yang sedang di bully di depan matanya, Kasih langsung berlari melerai anak-anak itu.

“Berenti,” ujar Kasih membuat semua anak itu menoleh melihatnya.

“Kalian ini, masih kecil sudah pintar membuli. Bagaimana kalau sudah besar.”

“Tante siapa?” tanya salah satu anak.

“Memangnya Tante Ibunya, tapi dia kan sudah nggak punya Ibu.”

Melihat Aurel yang menatap dengan tatapan kosong dan sedih, Kasih lalu berpura-pura menjadi Ibunya.

“Iya, Tante Ibunya. Siapa bilang anak Tante yang cantik ini tidak punya Ibu.” Kasih merangkul Aurel lalu membersihkan rok dan tangannya yang kotor karena terjatuh tadi.

“Ayo kalian semua pergi, jangan pernah ganggu anak Tante lagi.” Usir Kasih pada anak-anak itu. Semua anak-anak itu lalu kembali masuk ke dalam halaman sekolah dan menunggu jemputan datang menjemput mereka.

“Sayang, kamu kenapa sendirian di luar?” tanya Kasih yang merasa tidak tega melihat Aurel. Gadis kecil itu hanya memandangi Kasih tanpa menjawab pertanyaannya.

“Nama kamu siapa?” Aurel masih diam. Kasih mengkerutkan keningnya melihat anak sekecil itu sudah mempunyai sikap yang begitu dingin.

“Memang Ibu kamu kemana?” Aurel masih saja diam. Dia merasa pernah melihat seseorang yang seperti Aurel, tapi Kasih lupa siapa dan di mana.

Melihat satpam sekolah itu datang entah dari mana, Kasih lalu meninggalkan Aurel setelah sebelumnya menitipkannya pada satpam.

Bab 3

Sepulang kantor, Kasih kembali ke cafe yang tadi tempatnya bertemu dengan Dimas. Tapi kali ini bukan bertemu dengan Dimas tetapi dengan Raya, sepupu yang juga menjadi bestie nya. Kasih menceritakannya tentang perjodohan itu dan juga pembicaraanya dengan Dimas di cafe itu tadi siang.

“Kalau memang mau mencari istri hanya untuk mengurus anaknya, kenapa tidak sekalian saja mencari baby sitter,” kata Kasih masih kesal mengingat Dimas.

“Tapi kamu bilang dia kaya, anggap aja kamu jadi baby sitter anaknya. Lumayan kan gajinya berkali-kali lipat dari gaji kamu sekarang. Belum tentu juga selesai magang kamu di angkat jadi karyawan tetap,” Raya bercanda memberi usul, tapi Kasih malah mengkerutkan keningnya dan berfikir. Tapi sesaat kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Tidak, aku tidak mau. Mana ada enaknya menikah tanpa ada sentuhan fisik, aku kan mau juga merasakan bercocok tanam,” Raya mengkerutkan kening dengan wajah bingung.

“Itu, istilah buat itu kalau lagi nonton ringkasan film di sosial media,” Raya masih bingung.

“Ihh, Raya. Itu, kop sekop sekop, kamu masih tidak mengerti?” Raya menggeleng.

“Bercinta, di atas tempat tidur, Raya,” ujar Kasih sambil berbisik karena suasana cafe sangat ramai di sore menjelang petang itu.

“Astagaaa, kamu ada-ada aja deh. Tapi iya juga sih, mana enak punya suami tapi tidak bisa di ajak bercinta. Lebih baik juga cari suami yang biasa aja tapi saling mencintai dari pada kaya raya tapi makan hati.” Kasih mengangguk setuju dengan Raya.  

“Tapi kamu bilang dia tampan rupawan, kamu tidak menyesal?” dengan cepat Kasih menggeleng.

“Tidak, aku tidak butuh wajah tampannya. Apalagi dia duda, masak aku yang masih muda belia begini tiba-tiba menikah langsung jadi Ibu.”    

Raya hanya bisa menjadi pendengar yang baik dan tidak bisa memberi saran apapun karena dia juga tidak tahu seperti apa Dimas itu.

Raya mengantar Kasih pulang sekalian juga ikut makan malam bersama karena Darna memaksanya tinggal.

“Jadi bagaimana, kamu udah ketemu Dimas?” Darna masuk ke kamar Kasih begitu Kasih dan Raya masuk ke kamar.

“Bu, Kasih mau mandi dulu,” protes Kasih.

“Kelamaan, Ibu sama Tante Muli sudah penasaran banget. Kasih pasti sudah ceritakan Ray, kalau Bibi mau menjodohkan dia sama anaknya teman Bibi?” Raya mengangguk, memangnya apa yang tidak Kasih ceritakan padanya.

“Kasih tidak mau?” ujar Kasih langsung.

“Kenapa?” Darna tentu ingin tahu alasan Kasih menolak Dimas.

“Bu, dia itu mau menikahi Kasih hanya untuk mengurus anaknya. Kasih tidak mau lah, masak Kasih yang cantik dan imut ini hanya akan di jadikan baby sitter,” ujar Kasih dengan wajah kesal membayangkan pertemuannya dengan Dimas tadi siang.

“Terus dia juga bilang ‘jangan pernah mengharapkan kasih sayang dariku, kau tidak akan pernah mendapatkannya’. Enak saja. Kasih tidak mau. Titik. Ibu bilang aja sama teman Ibu kalau Kasih menolak. Cari wanita lain saja yang mau jadi baby sitter anaknya.”

Darna tahu hal itu, Muli sudah menceritakan padanya kalau dia memang mengusulkan Dimas menikah untuk mencarikan Raya teman. Tapi dia tidak bilang itu pada Kasih. Dia tahu Kasih akan langsung menolak jika dia mengatakannya.

“Ibu akan ceritakan kenapa Dimas bisa seperti itu.” Darna lalu menceritakan kisah yang pernah Dimas alami sepuluh tahun yang lalu. Bagaimana dia di jebak hingga di paksa menikahi wanita yang tidak pernah dia inginkan dalam hidupnya. Bagaimana dia dengan terpaksa harus meninggalkan wanita yang sangat dia cintai selama bertahun-tahun.

Hingga akhirnya Dimas kembali dengan membawa kesuksesan, namun sayangnya wanita yang dia cintai itu telah menikah dan bahagia dengan suaminya.

Dimas lalu memutuskan untuk kembali meninggalkan negeri ini dan hidup hanya berdua saja dengan putrinya setelah dia menceraikan istrinya.

“Dengan luka yang sedalam itu, tentu saja merubahnya menjadi menutup hati dan tidak memikirkan tentang cinta,”

“Lalu kenapa Ibu mau menjodohkan Kasih dengan dia kalau Ibu tahu dia sudah menutup hatinya. Atau jangan-jangan Ibu juga tahu kalau dia mau menika hanya untuk mencari baby sitter untuk anaknya?”

“Sayang, dia memang menutup hatinya tapi Ibu yakin kamu bisa membukanya. Dengan sifat dan kepribadian kamu, Ibu yakin kamu akan bisa menyembuhkan luka yang sangat dalam di hati Dimas,”

“Kasih bukan obat, Bu. Kasih tidak mau menikah dengan orang yang punya luka.” Jelas Kasih.

Darna melirik Raya, berharap Raya mau membantunya membujuk Kasih. Tapi Raya sangat menyayangi Kasih hingga dia tidak mau kalau sepupunya itu harus hidup dengan seseorang yang tidak mencintainya.

“Bi, itu namanya cinta sudah habis di orang lama. Biasanya orang seperti itu akan selalu membanding-bandingkan yang sekarang bersamanya dengan masa lalunya. Raya takut aja kalau setelah menikah bertahun-tahun dia masih tetap tidak mau membuka hatinya untuk Kasih sementara waktu terus berjalan, Kasih semakin menua dan masih terjebak dengan pernikahan dengan Dimas. Bibi tidak kasian sama Kasih?” Kasih langsung memeluk Raya, dia tahu sepupunya itu akan selalu membelanya.

Darna hanya bisa menghela nafas, sepertinya dia tidak berhasil dengan perjodohan ini.

“Sayang banget, padahal masa depan kamu akan terjamin kalau kamu menikah sama Dimas,” ujar Darna yang sepertinya kecewa Kasih tidak menerima pernikahan ini. Darna lalu meninggalkan kamar Kasih dengan wajah kecewa. Namun meskipun kecewa, dia tidak mau memaksakan keinginannya pada Kasih.

Walau bagaimanapun, kebahagiaan anaknya tetap yang utama baginya.

Darna lalu menghubungi Muli dan menyampaikan kalau perjodohan itu di batalkan dan Kasih menolak. Di seberang telepon, Muli yang mendengarnya tentu saja kecewa. Dia sudah berharap Kasih akan menerima Dimas dan Aurel.

Tapi Muli sepertinya tidak mau menyerah. Dia lalu pergi ke rumah Darna dan akan bicara langsung pada Kasih karena menurutnya hanya Kasih yang bisa merubah Dimas. Dia tahu Kasih anak yang ceria dan juga manis, Muli pernah beberapa kali bertemu dengannya. Dan hanya Kasih anak gadis temannya yang tidak suka berfoya-foya. Itu sebabnya dia lebih memilih Kasih dari pada anak temannya yang lain.

“Loh, Muli.” Darna terkejut membuka pintu dan melihat temannya itu sudah berdiri di sana.

“Kamu sama siapa?” Darna menengok kiri kanan dan hanya ada Muli di depan pintu.

“Aku mau bicara langsung sama Kasih, bolehkan,” pinta Muli yang sepertinya sudah putus asa.

“Boleh,” sebentar aku panggilkan.” Darna mempersilahkan Muli duduk di ruang tamu dan masuk ke dalam kamar memanggil Kasih.

“Kasi, Tante Muli mau bicara sama kamu,” Kasih mengkerutkan kening.

“Tante Muli Ibunya Dimas?” Darna mengangguk.

“Tante Muli ada di sini?”

“Iya, dia datang mau ketemu dan bicara langsung sama kamu. Ayo,”

“Ibu saja deh yang bilang, Kasih nggak mau. Kasih malu.” Ujar Kasih yang enggan bertemu dengan Muli.

“Kasih, orang sudah datang masak kamu tidak mau ketemu. Tidak sopan tahu,” Raya ikut bicara. Akhirnya dengan berat hati Kasih keluar kamar dan menemui Muli.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!