BUKAN CINDERELLA BIASA
"Apa kau sudah membersihkan kamar tamu?'' tanya seseorang dari arah belakang.
Gadis cantik dengan kulit putih, rambut hitam legam yang mengkilat dan bola mata yang sangat indah dengan bulu mata yang lentik, langsung menoleh ketika mendengar suara di belakangnya.
"Sudah , Ibu.'' Jawab Nandini dengan sopan.
Wanita paruh baya itu melongos sambil berkata, ''Cuci baju jangan lupa! jangan enak-enakan tidur! Kau itu bukan nyonya rumah disini!'' cetusnya.
Nandini hanya menghela nafasnya dan mencoba untuk sabar menghadapi sang mertua, ia sudah mengabdi pada keluarga suaminya selama lima tahun lamanya... Namun bagi suami dan Ibu mertuanya, Nandini hanyalah seorang pembantu di rumah ini. Pembantu gratisan yang terikat dengan pernikahan.
Nandini sebenarnya lelah dengan kehidupan ini, tapi apalah daya bagi Nandini yang selama ini tidak memiliki kuasa. Bahkan untuk melawan pun ia tidak bisa.
Nandini bertahan hanya karna suaminya yang sedikit baik dan dia tidak main tangan ... Nandini pikir tidak apa apa menjalani kehidupan seperti ini jika suaminya tidak melakukan hal yang aneh aneh di belakangnya.
Tapi hari ini ... pikiran Nandini yang selama bertahun-tahun itu salah, hari ini suaminya datang bergandengan tangan dengan seorang perempuan cantik dan seksi.
''Mas...'' Panggil Nandini dengan lirih.
Seno Agung Prayuda yang tidak lain adalah suami Nandini menoleh dan tersenyum tanpa beban, memperkenalkan wanita yang berada di sebelahnya.
''Dini kenalkan, ini adalah Siksa. Istri kedua mas, yang artian adalah adik madumu. Mas harap kalian akur.'' Ucapnya tanpa beban.
''Ya harus akur!'' Sentak wanita paruh baya yang tiba-tiba muncul dari belakang, lalu tersenyum dan menyambut Siska dengan lembut.
''Kenapa tidak bilang mau kesini ... bukankah kalian mau langsung bulan madu?'' Tanya Ibu Sonya.
''Besok kita langsung berangkat Mah, tadinya mau nginep di hotel ... tapi dipikir-pikir mending pulang aja.'' Jawab Siska, tersenyum ramah.
Nandini hanya diam melihat interaksi hangat antara madunya dan Ibu mertuanya. Tangannya meremas kain lap dengan gigi mengeletup di balik bibirnya yang bungkam.
''Kamu ngapain masih disitu! Sana cepat ambilkan minum untuk menantu kesayanganku!'' Sentak ibu Sonya pada menantunya sambil mendelik tak suka.
Nandini hanya menunduk dan melangkah ke dapur, sementara mereka bertiga duduk dan mengobrol dengan gembira tanpa memperdulikan perasaan Andini.
Hiks...
Nandini meneteskan airmatanya, sambil membuat teh. Ia tidak habis pikir dengan semua ini, sia-sia ia bertahan jika hasilnya seperti ini.
''Dini ... kau menjalani kehidupan yang sia-sia selama ini." Lirih Andini.
Sakit, hati mana yang tidak sakit saat suami yang ia cintai dengan tulus malah berbuat seperti ini padanya. Tidak perduli bagaimana mereka bersikap selama ini padanya, yang Andini yakini bahwa suatu saat kesabarannya pasti akan membuahkan hasil.
Namun apa ini?
''DINIII ... MANA MINUMANNYA!'' Teriak Ibu Sonya dari dalam, membuat Nandini terhenyak dan langsung membawa minumannya.
Nandini menaruh teh di atas meja, membuat Siska menyunggingkan bibirnya. Ia tidak cemburu pada Nandini, karna ia tau jika Nandini adalah seorang istri rasa pembantu. Dan dia adalah nyonya Seno satu-satunya, tidak perduli ia yang menjadi kedua ... pada kenyataannya dia adalah istri sah, secara hukum dan agama.
Yaaa ... Nandini hanya nikah di bawah tangan.
''Kok bau apek ya, Mas.'' sindir Siska, sambil menutup hidungnya.
''Masa sih?'' Seno mengerutkan keningnya.
''Huum, kaya nya istri tua mu belum mandi. Makanya baunya sampai menyengat! Iyuhhhh ...'' Siska pura-pura jijik.
''MANDI KAMU SANA!'' Bentak Ibu Sonya.
''Bu ...'' tegur Seno.
Ibu Sonya mendelik, sedangkan Seno menoleh pada Nandini. ''Din, mandi dulu sana ... habis itu siapkan makan malam.''
''Baik, Mas.''
Nandini melangkah kedalam kamar, dan langsung menangkubkan kedua tangannya di wajah. Ia menangis dalam diam tanpa suara, bahkan Nandini menggigit tanganya dengan rasa sakit yang menjelejar kedalam rongga dadanya hingga membuat ia sesak hanya untuk bernafas saja.
''Ibu ... Hiks ...''
Bug.
Bug.
Nandini memukul dadanya yang terasa perih dan sakit, memanggil nama sang Ibu dalam diam tanpa suara ... ia tidak kuat, sungguh ini menyakitkan.
Entah kebetulan atau memang naluri seorang ibu pada anaknya. Tidak lama, ponsel Nandini bergetar.
Nandini mengambil ponselnya lalu menghapus airmata dan menjawab telpon dari sang Ibu.
''Bu ...''
''Asalamualaikum. Nandini, sayang ...'' Ucap sang Ibu dengan nada lembut, membuat Nandini tidak kuasa menahan tangisnya ... namun sebisa mungkin ia tahan agar suaranya tidak pecah dan membuat sang Ibu khawatir.
''Nandini ...''
''Ya, Ibu.'' Jawab Nandini dengan suara bergetar dan serak.
Hening ... dari sebrang sana terdengar menghela nafas panjang.
''Sayang ... anakku, apa kau baik-baik saja Nak?'' Tanya sang Ibu dengan lembut dan penuh perhatian, membuat Nandini tidak bisa tahan dan menumpahkan tangisannya dengan pelan.
Seorang ibu, merasakan sakit ketika sang putri mengeluh tentang nasibnya ... putri yang ia sayang dan ia banggakan begitu tersiksa dengan pilu di rumah suaminya sendiri.
''Bu, apa yang harus Nandini lakukan?'' Tanya Nandini dengan suara purau dan putus asa.
''Sayang ... dengarkan Ibu baik-baik. Seberapa besar kau mencintai suamimu, seberapa besar kau menghormati mertua mu. Tetapi jika mereka tidak pernah menghargai pengorbanan mu dan tidak pernah menganggap dirimu bagian dari mereka, maka semua itu sia-sia nak. Boleh Ibu mengeluhkan sesuatu?''
''Hmm ...''
''Kau seperti bukan Nandini yang dulu ... Nandini yang kami serahkan pada Seno lima tahun yang lalu. Nandiniku selalu ceria, selalu tersenyum menghadapi segalanya. Jika kau merasa dalam hubunganmu sudah tidak sehat dan tidak bisa melanjutkan hubungan ini ... Kembalilah kerumah Nak, Kami masih sanggup memberimu makan dan membahagiakan dirimu.''
''Ibu ... Hisk ...''
''Ibu ... maafkan aku ...'' Nandini menangis dan meraung tanpa suara, dan itu sangat menyakitkan. Ia terlalu mengabdikan diri, hingga ia lupa bagaimana membahagiakan dirinya sendiri.
''Ibu ... Hisk.''
''Nak.''
''Ibu ...''
''Perceraian bukan hal yang buruk sayang ... kau bisa kembali kerumah dan meraih kebahagiaan mu. Jangan pernah perdulikan perasaan orang lain, jika perasaan mu tersakiti. Pulanglah, Nak.''
''Ibu ...''
Banyak sekali wejangan dari sang Ibu membuat hati Nandini sedikit lega dan kuat, ia segera menghapus air matanya dan menghirup udara dengan panjang.
''Benar kata Ibu, aku tidak bisa seperti ini terus ... aku akan pergi dari rumah ini. Tapi, setelah aku membalas mereka.'' geram Nandini mengepalkan kedua tanyanya.
''Lima tahun dan akan menginjak enam tahun aku berada disini, apa yang aku dapat selain penghinaan dan cacian tiada henti! Menyuruhku sesuka hati dengan dalih harus menjadi istri baik dan patuh.''
Nandini mengepalkan kedua tangannya dengan kencang, hingga kepalan tangan itu memutih.
''Lihat saja! Aku akan pergi, tapi tidak dengan tangan kosong.'' Ucap Nandini penuh tekad.
''DINIIIII ... MANA MAKANANNYA.'' Teriak Ibu Sonya.
•••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Shintaw4
datang aku thor...
2024-10-04
0
A R
siksa 🙈🙈🙈
2024-10-04
0
Rina Indriani
/Rose/
2024-10-01
0