Susahnya Cari Kerja

3 Bulan Kemudian

Tandy menatap Radith, lalu menatap dompetnya secara bergantian, lalu menghembuskan napas. Setelah tampak komat-kamit membulatkan tekad, akhirnya ia memutuskan untuk menepuk bahu Radith pelan. “Dith, lo nggak papa kan?”

Radith balik menatap Tandy sambil menaikkan sebelah alisnya. “Kenapa emang?”

Ia menghela napas lagi, memejamkan matanya sebentar. “Dith, gue tau, kita udah sahabatan dari lama.”

“Dari awal masuk SMA. Tepatnya pas OSPEK,” kataku memberikan detail tanpa melepaskan pandangannya dari layar TV.

Tandy mengangguk. “Tapi kalau kaya gini terus gue bisa bangkrut.”

“Hah? Lo ngomong apa?”

“Dith, liat gue sini,” katanya dengan logat jawa yang kental. “Kenapa sih lo nggak mau nerima duit dari nyokap tiri lo itu?”

“Ogah gue…”

“Masalahnya gue laper, Dith. Gue bisa kurus kering kalau gini,” keluh Tandy.

Sejak hari itu, Radith mengungsi di kamar kos Tandy. Memang benar sih, jatah makannya terpaksa berkurang karena harus berbagi dengan Radith. Apalagi ia menolak mentah-mentah semua pemberian Tante Citra karena egonya yang tinggi, tapi, membayangkan Tandy jadi kurus kering, rasanya mustahil ia bisa membiarkannya susah sendirian. Ia adalah malaikat buat hidup Radith. Ia yang menyelamatkan dirinya dari ide konyol dan ia juga yang menampung hidupnya selama berbulan-bulan. Radith bertekad harus membalas kebaikannya.

“Gue cari kerja.”

Hanya dengan cari kerjalah Radith bisa membalas kebaikan Tandy minimal nggak menyusahkan ia lagi.

“Kerja apaan? Lo aja nggak wisuda-wisuda. Zaman sekarang susah cari kerja yang hanya bermodal ijazah SMA. Udahlah, baikan aja sama bokap dan nyokap tiri lo itu. Dan lo janji nggak boros lagi pasti mereka mau kok nerima lo lagi.”

“Apa aja. Gue bakal keluar juga dari kampus.”

Sekarang giliran Tandy yang mengerutkan alisnya. “Kayak gampang aja nyari kerjaan. Yoweslah, ini aku ada tawaran kerja. Jadi fotografer sama penulis freelance, mau nggak?”

“Di mana?”

“Nature and Travelling Geographic,” katanya menyebutkan sebuah majalah milik Tante Citra, nyokap tirinya sendiri.

“Ogah ah. Lainnya.”

“Dith, ayolah, daripada nggak makan lagi kita. Ibu kos gue sama warung sebelah udah mencak-mencak mulu liat tampang gue.”

“Besok gantian gue yang ngutang kalo gitu,” jawab Radith langsung dibalas dengan tatapan tajam Tandy.

“Bukan masalah siapa yang ngutang, tapi masalah harga diri.”

“Masalah perut.”

Tandy menggeleng kepalanya sambil mengelus dada mencoba bersabar menghadapi Radith. “Kakak sepupu gue, ada yang kerja di majalah itu. Masih freelance, tapi bakal jadi pegawai tetap kalau kerjaan dia yang ini beres dan bagus. Masalahnya, dia nggak jago ngambil gambar. Gue udah diskusi sama dia, jadi kamu bantuin dia, tanpa nyebutin nama lo tapi gajinya tetep dibagi dua. Gimana?”

“Hmm…”

“Nyokap tiri lo nggak bakal tau kamu kerja di bawah dia. Kita dapet duit. Sepupu gue dapet kerjaan. Gimana? Sama-sama menguntungkan toh?”

“Masalahnya, gimana caranya bisa nggak ketauan, coba?”

Tandy menggembungkan dadanya. “Nggak bakal tau lah. Orang  rubrik yang diisi sama sepupu gue itu, soal wisata Indonesia. Jadi keliling Indonesia dari sabang sampai merauke. Enak toh? Itung-itung kamu refreshing, Dith, daripada stres terus di sini.”

Keliling Indonesia? Fotografer? Memang Radith dari SMP suka fotografi alam. Baginya mengamati dan mengambil gambar dari alam dan satwa liar menjadi kesenangan tersendiri. Melihatnya saja sudah cukup membuatku merasa religius, menyadari betapa agungnya kekuasaan Tuhan yang menciptakan dunia seindah ini.

Tapi…

“Ayolah Dith, gue udah nunggak bayar kost juga ini,” kata Tandy setengah memohon. “Lagian, kalau lo nggak suka, lo bisa langsung balik aja. Nggak papa.”

Menatap wajah Tandy yang memelas kayak orang tak pernah makan selama seminggu. Lubuk hati Radith terdalam nggak tega menolak tawaran Tandy. 

“Dicoba dulu deh,” kata Radith akhirnya.

“YES, aku telpon sodaraku deh,” kata Tandy girang. “Eh, sambil aku telpon, kamu keluar gih, laper ini aku…”

“Duitnya?”

“Katamu tadi, kamu yang mau ngutang. Udah kosong blong dompetku, Dith.”

Radith menghela napas pasrah, sambil beranjak mengambil kaosnya. Menata rambutnya sekeren mungkin. Point penting dalam berhutang di sini adalah, perlihatkan wajah memesona mungkin. Luluhkan hatinya, maka hutang pun akan lancar.

***

Radith terduduk di bawah pohon beringin yang rindang sambil kipas-kipas menggunakan amplop cokelat di tangannya. Ia seperti ini karena kelelahan, seharian ini keliling Jakarta untuk mencari pekerjaan.

Radith berubah pikiran secara tiba-tiba, tadi malam ia menerima tawaran Tandy untuk kerja sama dengan kakak sepupunya, tapi hari ini ia memutuskan kerja di tempat lain saja. Alasannya Cuma satu yakni gengsi. Ia gengsi kerja di perusahaan mama tirinya. 

Gara-gara gengsinya itu ia tak mendapat apa-apa, kantor-kantor yang didatanginya banyak tak memerlukan karyawan. Ada sih kantor yang membuka lowongan pekerjaan tapi syarat utama lulusan S1. Radith sadar apa yang dikatakan Tandy tadi malam benar, hanya bermodal ijazah SMA susah cari kerjaan di Jakarta.

Radith merenungi apa yang dilakukannya tahun-tahun sebelumnya. “Ah, andai aja kemarin-kemarin gue gak sering bolos kuliah pasti gue sudah jadi sarjana dan sekarang pun mudah dapat kerjaan.” Radith bergumam dalam hatinya. Penyesalan memang selalu datang belakangan.

Tiba-tiba melintaslah tukang Koran di depan Radith. “Mas, Koran-koran.” Tukang Koran itu menawarkan Koran dagangannya pada Radith.

Radith ingat biasanya di Koran ada iklan lowongan pekerjaan. “Mas, korannya harganya berapa?”

“Cuma tiga ribu rupiah, Mas.”

“Saya beli satu ya!” Radith memberikan uang tiga ribuan pada tukang Koran itu. Setelahnya tukang Koran itu berlalu dari hadapan Radith. 

Radith membolak-balik halaman Koran, apa yang dicarinya ditemukan di halaman 20. Ia mulai membaca satu-persatu lowongan pekerjaan yang tertulis di sana sambil memilih-milih perkerjaan yang pas untuknya.

PT. Lelucon membuka lowongan pekerjaan sebagai badut untuk ulang tahun anak-anak. Gaji dua juta perbulan. Syarat dan ketentuan : 

Pria atau wanita berusia 18-25 tahun

Minimal lulusan SMA/sederajat

Menyukai anak-anak

Murah senyum

Bisa melawak

Jika Anda berminat bekerja di perusahaan kami, silakan kirim lamaran kerja, scan ijazah dan daftar riwayat hidup ke email lelucon2014@gmail.com

Kerja jadi badut? Ini mimpi buruk bagi Radith. Di antaranya tubuhnya yang paling dibanggakan adalah bagian wajahnya yang tampan. Jika jadi badut berarti ia harusnya merelakan wajahnya jadi jelek. Ntah mengapa hatinya justru mengatakan jadi badut adalah pekerjaan yang tepat untuknya. 

“Untung gue bawa laptop.”

Radith mengeluarkan laptop dari tas punggung yang dibawanya. Lalu ia iseng-iseng mengirimkan lamaran kerja, scan, ijazah, dan daftar riwayat hidup ke email lelucon2014@gmail.com.

Setengah jam berlalu, ketika ia memutuskan untuk offline tiba-tiba matanya melihat ada satu kotak masuk di emailnya. Ternyata email dari lelucon2014@gmail.com. Cepat-cepat ia mengklik email tersebut untuk membaca isinya.

Terima kasih anda sudah mengirimkan lamaran pada perusahaan kami. Lamaran anda sudah kami terima, silakan anda besok datang ke kantor kami untuk melakukan interview. Alamat kami di jalan blablabla…

Senyum manis di bibir Radith mengembang. Walaupun belum pasti bakal diterima atau tidak, tapi hatinya senang. Setidaknya harapan memiliki kerjaan terbuka lebar. 

***

Jika ditanya hal apa yang mengerikan dalam hidup, Radith pasti akan menjawab, “Berhadapan dengan dosen dan ujian.” Sekarang jawabannya diubah lagi, hal mengerikan dalam hidupnya adalah berhadapan dengan dosen, ujian, dan bos perusahaan.

Seperti saat ini Radith sedang berhadapan dengan direktur utama PT. Lelucon. Ia bersiap-siap untuk interview. Peluh membanjiri keningnya, padahal ruangan ini ber-AC. Ia keringatan karena lagi dalam situasi takut. Takut dikepoin yang aneh-aneh. Semisal kepoannya itu, Sudah wisuda? Ia paling anti dengan dua pertanyaan itu. 

Setelah sekian lama hening, akhirnya bos yang di depannya ini mengeluarkan suara. “Namamu Radith kan?” 

“I… iya, Pak.” Radith menjawab pertanyaan dengan terbata.

“Apa yang membuatmu tertarik bekerja di perusahaan kami?”

Radith menggaruk kepalanya yang penuh ketombe. Selama tinggal dengan Tandy ia tak pernah beli shampoo sama sekali. “Aduh, mampus. Gue mesti jawab apa ya?” batin Radith.

“Karena saya menyukai anak-anak, ingin membuat anak-anak ceria dan saya ingin jadi pelawak.”

Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Radith, tapi ia tak menyesalinya, siapa tahu dengan jawaban yang ia ucapkan bisa meluluhkan bos yang di depannya ini. 

“Hmmm … saya rasa interview hari ini cukup. Terima kasih atas kesediaan anda datang ke kantor ini.”

Radith melongo. Dua jam ia nunggu giliran interview, begitu berhadapan dengan direktur utama hanya dilempari dua pertanyaan. Beliau hanya bertanya nama dan apa yang membuat dirinya tertarik bergabung di perusahaan ini. Tapi ya sudahlah. 

Radith bangkit dari tempat duduk dan berjabat tangan direktur utama. “Terima kasih juga atas panggilan interview-nya.”

***

Ya dengarlah sayangku aku mau kau jadi kekasihku

Ya sambutlah cintamu berbagi kisah kasih berdua

Lagu Sm*Sh berjudul Kisah Romantis mengalun indah di telinga Radith. Lagu itu pula yang membuyarkan seluruh mimpi indahnya. 

“Aduh, siapa sih yang pagi-pagi nelpon gue? Ganggu gue tidur aja!” gerutu Radith. Dengan mata terpejam tangannya meraba-raba mencari HP. Tak berapa lama HP telah berhasil digenggamnya. Cepat-cepat menekan tombol Answer. Ia sudah hapal pencetan tombol HPnya jadi tanpa melihat pun ia tahu letak tombol answer.

“Halo, anda siapa dan di mana?” tanya Radith dengan mata terpejam. Kelebihan Radith, walaupun ia lagi tidur tetap bisa mendengar perkataan orang. Jadi tak ada masalah angkat telpon sambil tidur.

“Saya Sigit, manager PT. Lelucon. Saya hanya ingin memberitahukan kepada anda bahwa anda resmi diterima bekerja di perusahaan kami.”

Mata Radith yang tadinya merem sekarang terbuka lebar. “Hah? Bapak serius?”

“Kapan saya pernah bohong sama orang?”

Dahi Radith. Ingin sekali ia mengatakan, “Ya, mana gue tahu lo pernah bohong atau nggak ma orang. Kan gue nggak kenal lo.” Kalimat itu urung diucapkannya. Takut dipecat. Kan berabe baru aja diterima kerja masa langsung dipecat?

“Anda sebaiknya datang ke kantor hari ini jam delapan tepat buat tanda tangan kontrak dan mengambil kostum biar besok sudah bisa mulai kerja.”

Diterima kerja? Pastinya senang, apalagi Radith tak pernah bekerja sama sekali. Begitu mendengar kabar dirinya diterima kerja hatinya senang bukan main. Saking senangnya ia langsung melompat di tempat tidur bahkan ia lupa telpon dari managernya itu belum dimatikan sambungannya.

Bruk!

“Mampus gue, tempat tidur Tandy ambruk!” umpat Radith.

Tak berapa lama pintu kamar terbuka. Tandy berdiri di depan pintu dengan memasang wajah horror. “Radith, tempat tidur gue lo apain?”

Radith hanya nyengir kuda, memamerkan deretan giginya yang putih. “Ups, sorry tadi gue lagi senang. Saking senangnya gue lompat-lompat di tempat tidur lo, gue lupa tempat tidur lo itu terbuat dari kayu.”

“Pokoknya lo harus ganti tempat tidur gue sama yang lebih bagus!”

“Tenang aja Bro. Pasti gue ganti, gue kan sekarang dah dapet kerja.”

“Hah? Serius? Kerja apa lo?”

“Jadi badut ulang tahun anak-anak.”

Tandy mengangkat sebelah alisnya. “Jadi badut di ulang tahun anak-anak? Gue nggak salah dengar kan?” 

Radith menjawab pertanyaan Radith dengan gelengan kepala. Sesaat kemudian tawa Tandy meledak. “Hahaha … lo mana pantes jadi badut. Lawakan lo itu garing, lo juga anti anak-anak kan?”

“Daripada nggak dapet kerjaan sama sekali.”

“Lagian lo sih gue tawarin kerja sama ma kakak sepupu gue jadi photographer eh nggak mau malah milih jadi badut.”

“Masalahnya harga diri, Bro. Gue dah janji sama diri gue sendiri untuk tidak akan berhubungan lagi sama nyokap tiri gue. Kerja di perusahaan nyokap tiri sama aja menjilat ludah sendiri. Cowok tulen nggak mungkin melakukan hal itu.”

Walaupun dalam keadaan kepepet Radith tetap mempertahankan gengsi dan harga dirinya. 

“Terserah lo deh. Toh, lo yang kerja. Yang penting buat gue lo bisa bantuin gue lunasin hutang-hutang di warung dan lunasin tunggakan kos.”

“Kalau soal itu nggak usah khawatir lagi, Bro.”

Radith melirik jarum jam yang bertengger di sudut kamar. Jarum jam telah menunjukkan pukul 7.30. Seketika Radith menepuk jidatnya sendiri. Ia baru ingat tadi disuruh manager datang ke kantor jam delapan tepat. Tanpa basa basi ia langsung ngacir ke kamar mandi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!