NovelToon NovelToon

Nona Muda And Mr. Brixton

Bab 1

...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...

...***...

Menjadi nona muda kaya raya, mandiri, dan berhasil membangun sebuah restoran dengan hasil jerih payahnya sendiri adalah cita-cita Violet yang sudah berhasil ia gapai di usianya yang masih 24 tahun. Hidupnya sangat dimanja dengan harta dan keluarga, namun sayangnya, dia tidak pernah berhasil dalam kisah asmara.

Setiap dia menjalin hubungan dengan seseorang, pria itu pasti akan meninggalkannya dengan alasan bosan. Padahal Violet tidak se-membosankan itu. Apalagi parasnya yang cantik membuat para pria tergila-gila padanya, lalu, di mana letak kata 'membosankan' itu?

Akibat terlalu sering sakit hati, pada akhirnya Violet malas untuk menjalin hubungan asmara lagi. Dia trauma alias kapok. Jika terus dilanjutkan, harga dirinya semakin diinjak-injak nanti.

"Apa kalian tau CEO yang tampan dan terkenal dengan kepintarannya itu? Hari ini dia kembali setelah 3 tahun di Italia." Suara itulah yang sering membuka acara gosip. Dia adalah Kana, teman Violet.

"Oh ya? Tapi, aku tidak ingin peduli," ketus Violet. Dia meminum jus apel nya dengan santai.

Saat ini mereka sedang berada di cafe mewah, hanya berkumpul biasa, untuk menggosip dan menyenangkan diri. Kebetulan hari ini libur kerja, jadilah mereka memanfaatkan waktu yang ada.

Kana mencebikkan bibirnya, namun sedetik kemudian dia tersenyum aneh. "Aku baru sadar, kau cantik dan dia tampan, pasti cocok! Aku juga yakin dia adalah pria baik-baik, karena setahuku, dia tidak pernah menjalin hubungan —"

"Terserah! Aku bilang aku tidak mau tau! Kau tuli?!"

Violet memang cantik, tapi minusnya dia suka ngegas dan pemarah.

Kana mendengus geli. Dia sudah kebal dengan suara cempreng temannya ini.

"Setelah kau tau rupanya, aku jamin kau tidak akan bisa tidur!" ujar Kana sangat yakin.

Elle mengangguk setuju. "Ayo kita berdoa bersama, agar Violet menjilat ludahnya sendiri!"

"Kalian ini bicara apa? Jangan membuatku marah dan menendang kalian dari restoran!" ancam Violet.

Kedua temannya memang bekerja di restoran miliknya. Meski begitu, mereka tidak canggung dan tidak berusaha bersikap baik pada Violet, santai saja seperti teman pada umumnya karena itulah yang Violet suruh. Seperti sekarang, Kana dan Elle terus menjahili Violet, padahal mereka tau kalau kesabaran Violet setipis tisu dibelah 100.

"Kau ini selalu mengancam!" cibir Kana.

Violet mengibaskan rambutnya. Dari gayanya saja terlihat sombong sekali. Untung saja Kana dan Elle betah berteman dengan Violet.

"Setelah ini aku ingin menghabiskan waktu di apartemen. Kalian jangan menggangguku atau menelpon ku. Oke?" Dia meneguk jus apelnya hingga tandas.

"Lihat, bahkan kita belum ada 1 jam di sini," ucap Elle.

"Untuk apa berlama-lama? Makananku sudah habis, jadi lebih baik aku pulang sekarang. Semuanya sudah aku bayar. Itu kan yang kalian mau?" sinisnya. "Aku pergi dulu, bye!"

Meski memiliki restoran sendiri, Violet lebih sering nongkrong di cafe biasa, suasananya lebih baik dan tidak canggung.

Kana dan Elle melambaikan tangan mereka dengan malas. Harusnya mereka tau kalau Violet tidak akan betah berlama-lama di luar apalagi di tempat ramai. Meski memiliki restoran sendiri, nyatanya Violet adalah orang yang malas untuk bersosialisasi.

"Lain kali, kita kumpul di apartemen saja, itu lebih bagus dari pada di sini."

"Ya, itu benar."

Mereka memang cukup sering berkumpul di cafe ini dari pada di apartemen. Tujuannya ya karena ingin membuat Violet terbiasa dengan dunia luar yang ramai.

****

Bruk!

"Oh! I'm sorry!"

Akibat berjalan terlalu cepat, Violet menabrak tubuh seseorang. Dia mendongak untuk menatap pemilik tubuh tegap itu.

Kedua alisnya terangkat saat melihat paras rupawan itu. Sungguh, reaksinya kali ini tidak bisa direm.

"Hello? Are you okay, Sir?" tanyanya ketika pria di hadapannya hanya diam sembari menatapnya dengan datar.

Si pria hanya menatap Violet sekilas, selanjutnya dia kembali melangkah sambil bicara dengan orang di telepon.

Violet mencebikkan bibirnya sembari menatap kepergian pria itu. Dia kesal karena diabaikan. Jujur, baru kali ini ada seorang pria menatapnya seperti itu. Biasanya para pria akan menatapnya dengan berbinar, tapi kali ini? Siapa gerangan pria yang telah berani menatapnya seperti itu?

Perempuan angkuh tersebut segera masuk ke apartemen nya. Dia bersandar pada pintu sejenak. Pikirannya melayang pada pria yang tak sengaja dia tabrak tadi. Tunggu, kenapa dia jadi kepikiran? Ini bukanlah seorang Violetta!

"Damn! Why is he so hot?" bisiknya. Jujur, ini kali pertamanya dia langsung terpesona pada pandangan pertama. Violet merasa dirinya murahan kalau seperti ini.

Setelah sekian lama hatinya keras seperti batu, kali ini terasa aneh dan sedikit memberi reaksi saat bertemu pria tampan tadi. Apakah ini hanya perasaan kagum saja?

Violet menggelengkan kepalanya ketika pikiran kotor mulai menguasai. Dia segera menuju dapur dan meminum air dingin agar pikirannya rileks.

Bukannya rileks, pikirannya semakin berselancar kemana-mana.

Violet berteriak kesal. Dia buru-buru menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Berendam di bathtub juga bukanlah sesuatu yang buruk.

Hanya karena satu pria saja bisa membuat Violet kalang kabut. Padahal sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Apakah seorang Violetta Charlotte mulai bosan dengan kesendiriannya?

****

Atlas Brixton Forrester. Pria tampan idaman para wanita. Bukan hanya tampan, di usianya yang beranjak 30 tahun, Atlas sudah berhasil menjadi seorang bos muda kaya raya. Ah, sebenarnya semua keturunan Forrester akan sukses. Selain menjadi CEO, Atlas juga dikenal sebagai pelatih kelompok basket yang cukup terkenal. Itu sebabnya Atlas selalu menjadi bahan perhaluan para wanita, karena selain tampan, Atlas juga memiliki badan yang bagus, kekar berotot. Dan Atlas itu tidak suka basa-basi atau banyak bicara.

Siang ini, dia baru mendarat di negara kelahirannya. Bukannya langsung pulang ke rumah, Atlas melipir ke apartemennya lebih dulu.

Sebenarnya, Atlas ini juga termasuk orang yang jarang pulang dan gila kerja, itu juga salah satu minus dari pria itu.

Setelah rehat dan melepas rindu dengan apartemennya, Atlas langsung menuju rumah utama. Rumah yang tidak bisa disebut rumah karena bangunannya lebih besar dari rumah biasanya. Rumah itu dihuni oleh keluarga besar. Nenek, ayah, ibu, paman, bibi hingga sepupu lainnya tinggal di sana juga.

Sebenarnya keluarga Atlas tidak besar juga. Ayahnya 4 bersaudara dan beliau adalah anak pertama, tapi Atlas bukan cucu pertama, karena Atlas memiliki seorang kakak laki-laki. Dan adik ayah Atlas mempunyai 1 sampai 2 anak. Kita akan berkenalan dengan mereka nanti.

Pertama kali menginjakkan kakinya di mansion, sang nenek lah yang menyambut kedatangannya.

Atlas memeluk wanita paruh baya itu dengan kasih sayang. Diantara semua keluarga, Nenek memang paling dekat dengan Atlas. Meskipun terkesan cuek, tapi Atlas selalu bersikap lembut dengan neneknya.

"Untungnya kau tidak lupa jalan pulang ke sini," ucap Nenek sembari terkekeh.

"Tentu tidak," jawab Atlas. Dia merangkul Nenek untuk duduk ke sofa.

Meski tinggal di luar negeri selama beberapa tahun, Atlas tidak jarang menghubungi neneknya. Iya, memang sedekat itu hubungan mereka.

"Sudah minum obat?"

"Sudah. Aku tidak mau kau marah," jawab Nenek sambil tertawa kecil.

"So sweet sekali sampai tidak mau menengok ke arah lain," cibir salah satu sepupu Atlas yang paling somplak. Dia adalah Troy, si cucu paling bungsu.

Mendengar celetukan itu, Atlas mengangkat wajahnya dan menatap semua orang dengan datar.

"Jangan membuat cucuku kesal, Troy," tegur Nenek.

"Aku juga cucumu, Nek!" balas Troy tak mau kalah.

"Troy..." Ash, kakak perempuan Troy menegur adiknya agar tidak selalu menjawab ucapan nenek. Troy ini 2 bersaudara. Saat ini dia masih duduk di bangku sekolah menengah atas, sedangkan Ash sudah berkuliah semester akhir.

"Sudahlah. Atlasku, makanlah bersama mereka. Aku ingin istirahat dulu," kata Nenek.

Atlas mengangguk, dia berdiri dan bersiap mengantar neneknya ke kamar. Namun, Nenek segera mencegahnya.

"Tidak perlu. Biar Elisa yang membantuku."

Elisa adalah suster yang merawat nenek. Suster kepercayaan tentunya.

Atlas pun tidak menolak dan membiarkan sang nenek pergi dibantu Elisa. Hanya nenek yang selalu membuatnya patuh.

****

"Semuanya lancar?" Suara bariton dari Jaxon membuat Atlas menatapnya.

Jaxon Zephyr Forrester adalah kakak Atlas sekaligus cucu pertama keluarga Forrester. Laki-laki yang selalu diandalkan keluarga. Sayangnya, dia masih betah melajang di umurnya yang sudah 35 tahun.

"Hm." Atlas menjawab.

Jaxon duduk di sebelah adiknya. Saat ini mereka berada di balkon yang ada di lantai 3. Lantai 3 adalah kamar mereka berdua dan ruang kerja. Para orang tua ada di lantai 2 sedangkan di lantai 1 ada kamar Nenek dan para anak muda yang lain.

"Hm apa?" tanya Jaxon.

"Lancar. Kau tau sendiri."

"Baguslah. Kalau kau sudah pulang, artinya semuanya sudah seperti semula, kan?"

Atlas mengangguk, dia kembali menyeruput kopinya.

Tujuan Atlas ke luar negeri adalah menghandle perusahaan yang ada di sana. Pasti. Namun, perusahaan di sana berbeda dengan perusahaan yang ada di sini. Jadi, Atlas harus bisa segalanya supaya dia bisa menghandle yang lain. Intinya, Atlas itu gila kerja, yang mana dia akan melakukan apapun untuk pekerjaannya.

...***...

Bab 2

...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...

...***...

Pagi ini, Violet malas melakukan sesuatu. Biasanya dia berangkat ke restoran jam 8 pagi, tapi sekarang sudah jam 8 pagi tapi dia belum bangun. Hari malas tidak ada dalam kalender, jadilah Violet malas-malasan hari ini.

"Violetta!"

Suara cempreng ibunya membuat Violet langsung membuka mata. Dia terduduk dan menatap wanita paruh baya yang kini berdiri di ambang pintu kamar.

"Mom?"

"Jam berapa ini?! Daddy menelpon mu berkali-kali tapi kau tidak menjawab!"

Rachel, wanita cantik itu melangkah lebar membuka tirai yang menutupi kaca besar kamar anaknya.

"Memangnya ada apa?" Violet kembali menghempaskan tubuhnya di kasur, dia menggeliat dengan nikmat.

"Kau harus menggantikan Daddy mu rapat di kantor hari ini. Daddy ada kesibukan di luar kota selama beberapa hari. Cepat bangun! Violet! Kenapa tidur lagi?!" Rachel berkacak pinggang sembari menatap kesal ke arah anaknya.

"Mom...," rengek Violet.

"Jangan sampai Daddy mu tau kelakuanmu ini!"

Violet menghela nafas, dengan terpaksa dia bangun dan segera membersihkan diri. Sedangkan Rachel memilih menyiapkan sarapan untuk anaknya.

Mommy Violet memang cerewet dan suka marah-marah. Tapi, Daddy Violet berbeda, daddy nya adalah orang yang cukup pendiam, jarang marah, tapi sekalinya marah, mungkin Violet tidak akan mau bertemu daddy nya lagi. Pasalnya selama ini Violet tidak pernah melihat sang daddy marah. Tapi, mommy nya pernah bercerita tentang kemarahan daddy. Dari cerita saja, Violet merinding, apalagi melihat langsung. Jadi, dari pada melihat daddy marah, lebih baik dia menurut.

"Aku tidak sempat sarapan." Violet menyambar selembar roti dan memakannya dengan buru-buru.

Rachel berdecak, untung dia sudah menyiapkan bekal untuk Violet.

"Aku tidak mau bawa bekal. Seperti anak kecil saja. Nanti aku bisa makan di restoran," sahut Violet.

"Aku berangkat sekarang." Dia mencium pipi ibunya sebelum keluar dari apartemen.

Rachel menggelengkan kepalanya melihat Violet. Lihat, itulah akibatnya kalau bangun terlalu siang.

"Dasar anak muda."

****

Violet turun dari mobilnya dengan anggun.

"Mari, Nona..." Seorang pria yang notabenenya sebagai sekertaris daddy nya datang menyambutnya.

"Apa aku telat?" bisik Violet. Mereka memang akrab.

"Tidak, Nona. Bahkan ini masih ada waktu 10 menit sebelum rapat dimulai."

Violet menganggukkan kepalanya berkali-kali. Sebelum masuk ke ruang rapat, Violet dan Jefry menuju ruangan Daxton (Daddy Violet).

"Tuan menitipkan ini untuk Nona." Jefry menyerahkan tablet yang menampilkan sebuah file berisi pembahasan rapat hari ini.

"What?! Jadi ini adalah rapat kerja sama?!"

Violet pikir, ini hanyalah rapat biasa bersama orang yang masih 1 perusahaan. Ternyata rapat kali ini adalah rapat kerja sama dengan seorang CEO.

"Lalu kenapa Daddy menyuruhku untuk mewakilkannya? Ini adalah rapat penting! Bagaimana bisa aku yang menghandle?!" Violet menatap tajam Jefry.

Bakat Violet hanyalah dalam kawasan restoran, bukan perusahaan. Kalau hanya disuruh duduk anteng, Violet tidak masalah, tapi ini? Dia akan bertemu rekan bisnis daddynya!

Violet mengambil ponselnya dan segera menghubungi sang daddy. Panggilan yang ke 3 kalinya, Justin baru menjawab.

"Dad! Ini rapat penting, kenapa Daddy menyuruhku untuk hadir? Aku tidak bisa..." Violet merengek di akhir kalimatnya.

"Apa Daddy pernah mengajarkanmu mengeluh sebelum mencoba?"

Ucapan Justin membuat Violet terdiam. Mendengar suara datar Justin saja membuatnya bimbang.

"Tapi aku benar-benar tidak bisa, Dad...," lirih gadis itu.

"You just sit back and relax, Violet."

"Sudah. Daddy sedang sibuk. Ada Jefry yang akan mengajarimu," lanjut Daxton. Tanpa menunggu respon Violet, dia langsung mematikan sambungannya. Tega sekali dia.

Violet berdecak kesal, tatapannya beralih menatap Jefry yang menunduk.

"Nanti kau saja yang bicara!" ketus Violet.

Seketika Jefry mengangkat kepalanya lagi. "T-tapi, Nona—"

"Apakah aku menyuruhmu untuk protes?" sinis Violet. Dia menghempaskan tubuhnya di sandaran sofa yang ada di ruangan daddy.

"Pokoknya aku hanya mengangguk dan menggeleng nanti. Kau yang menjelaskan semuanya, paham?"

Memang terkesan tak sopan jika seperti itu pada rekan kerja, tapi, Violet adalah orang yang anti ribet. Dia malas melakukan sesuatu yang bukan kesukaannya. Dia bahkan tidak berpikir kalau Daxton bisa saja akan marah nanti.

Dan di sinilah keduanya berada. Di ruang khusus rapat yang ada di kantor. Violet sedikit terkejut melihat seorang pria yang menjadi rekan bisnis daddynya. Tampak tidak asing, tentu, karena dia mengenali pria itu.

"Bisakah kita langsung masuk ke pembicaraan utama?" Seorang pria yang Violet yakini adalah sekertaris pria tak asing itu menatapnya meminta persetujuan.

"Ya, tentu. Silahkan." Jefry menyahut.

Violet menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, sangat tidak sopan di mata rekan bisnis daddynya. Sepanjang pembicaraan, hanya Jefry yang menjelaskan, sedangkan Violet hanya mengangguk saat Jefry meminta persetujuan.

Gayanya yang angkuh seperti ini sangat susah dihilangkan. Mungkin sifat ini yang diturunkan oleh daddynya.

"Baiklah, aku setuju. Mana berkas yang harus ku tandatangani?" Pria di depan Violet menatap Jefry.

Dengan antusias Jefry mengeluarkan map yang berisi berkas yang harus si rekan tandatangani.

"Apakah ada yang ingin dibicarakan lagi?" tanyanya.

Jefry menggeleng. "Tidak, Tuan. Terimakasih telah berkerja sama dengan kami." Jefry berdiri saat rekannya berdiri, mereka berjabat tangan

Atlas melirik Violetta yang mengulurkan tangan. "Apa peranmu dalam rapat hari ini?" tanyanya menyindir si nona muda.

Violet tergagap, dia berdehem sebelum menjawab. "D-daddy menyuruhku untuk hadir, jadi..."

"Aku tau." Atlas memotong. "Setidaknya bicaralah, jangan hanya menganggukkan kepala, masih baik aku mau menerima kerja sama dari Tuan Daxton." Dia adalah tipe orang yang irit bicara, tapi kalau soal kedisiplinan dan kesopanan, Atlas akan bicara panjang lebar.

Mendengar perkataan Atlas yang terkesan kurang ajar, Violet tidak terima. "Maksudmu apa? Kurang ajar sekali! Begini kah sikap seorang pemimpin perusahaan?" sinisnya.

"Kalau aku kurang ajar, lalu kau apa, hm?"

Jefry meneguk ludahnya, dia menatap kedua kubu yang saling beradu tatapan tajam.

"Maafkan kami, Tuan." Jefry angkat bicara. "Nona, tolong jangan buat keributan..." Pria itu berbisik pada Violet.

"Jefry? Kau memarahiku?!" ucap Violet tak terima. Bisa-bisanya sekertaris ayahnya itu malah membela orang lain.

Atlas mendengus. Baru kali ini dia kesal tapi tidak bisa bertindak. Andai perempuan di depannya ini bukan anak dari Tuan Daxton, bisa saja Atlas bertindak lebih kasar.

Pada akhirnya Atlas lah yang mengalah, dia lebih baik keluar dari sana daripada berlama-lama satu ruangan bersama nona muda manja itu.

Violet menghentakkan kakinya kesal, matanya terus menatap tajam punggung lebar yang semakin menjauh, lalu beralih menatap Jefry.

"Lihat saja, aku akan mengadukanmu pada Daddy!" ketusnya. Setelah berkata demikian, Violet pergi meninggalkan Jefry yang panik.

Sebenarnya siapa yang salah?

***

Bab 3

...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...

...***...

"Pernahkah Daddy menyuruhmu bersikap kurang ajar padanya?"

Niat hati ingin mengadukan sikap Jefry pada sang daddy, Violet malah balik dimarahi. Bukan dimarahi sebenarnya, lebih tepatnya diceramahi oleh Daxton.

"Dad, aku tidak bisa, bukan kurang ajar," balas Violet.

"Kau bisa, Violetta. Harusnya kau bisa. Daddy hanya menyuruhmu untuk menghadiri rapat dan mempelajari file yang Daddy berikan. Dan dari dulu, Daddy selalu mengajarkanmu sopan santun pada orang lain." Daxton menatap anaknya dengan datar.

Violet merengut kesal. Dia tidak suka jika disalahkan seperti ini. Andai Daddy tidak menyuruhnya untuk menghadiri rapat konyol itu, dia tidak akan bersikap seperti kurang ajar tadi.

"Daddy yang salah!" katanya. "Keahlianku bukan di bidang perusahaan! Bagaimana bisa aku mempelajarinya dalam waktu beberapa menit?"

"Dan kenapa bukan Daddy saja yang hadir, kenapa harus aku? Itukan tugas Daddy, bukan tugasku, wajar kalau aku tidak bisa," lanjut Violet.

"Violet, jangan kurang ajar," tegur Rachel yang baru saja kembali dari dapur. Di tangannya ada segelas kopi milik sang suami.

Sekarang sudah malam, setelah makan malam bersama, Daxton langsung menyuruh Violet ke ruang keluarga untuk membicarakan rapat tadi siang.

"Bahkan Mommy juga menyalahkan aku?" ketus Violet.

"Tentu saja. Kau sudah kurang ajar dengan client daddy mu."

Violet semakin menekuk wajahnya. Lihat, malah dia yang disudutkan.

"Tapi itu salah Daddy, bukan aku..." Memang dasarnya manja ya manja. Dia sudah 24 tahun, tapi karena masalah seperti ini, dia hampir menangis karena orang-orang terus memojokkannya.

"Baiklah, Daddy yang salah. Jangan menangis. Maafkan Daddy, seharusnya Daddy tidak menyuruhmu tadi." Daxton memeluk putrinya dan mencium kening Violet. Beginilah dirinya, Daxton tidak bisa marah besar pada Violet. Terlebih Violet adalah anak satu-satunya, mana mungkin dia memarahinya habis-habisan?

Rachel mencebikkan bibirnya melihat pemandangan itu. Meski dengan anak, tetap saja dia cemburu.

Violet mengangguk pelan, dia membalas pelukan daddynya dan menjulurkan lidahnya mengejek mommy.

"Kalian sama-sama salah. Kau juga harus minta maaf pada daddy mu," ucap Rachel pada anaknya.

Violet menurut, dia mendongak menatap wajah tampan Daxton. "Maaf, Daddy..."

"It's okay, sweety."

Makin mencebik saja bibir Rachel ketika mendengar sahutan Daxton.

"Kopi mu hampir dingin. Minumlah." Rachel mengulurkan segelas kopi milik Daxton, membuat pria paruh baya itu terpaksa melepaskan pelukannya pada si manja.

"Besok temui orang itu, minta maaf padanya," celetuk Rachel.

"Orang siapa?" Violet bingung.

"Atlas Forrester. Kau harus minta maaf padanya. Jangan membuat kami malu. Paham?"

Atlas lebih dikenal dengan Atlas Forrester daripada Atlas Brixton Forrester.

Violet memang dididik menjadi wanita yang sopan dan mahal. Jika membuat kesalahan harus minta maaf dengan benar, bukan hanya sekedar kata 'maaf' saja. Intinya dia tidak boleh kurang ajar meski jiwa Violet ingin memberontak.

"Daddy..." Violet menatap Daxton sambil merengek.

"Benar apa kata mommy. Kau harus minta maaf dengan benar. Hm?" Daxton mengelus rambut Violet, mencoba memberi pengertian pada anaknya itu.

Karena tidak mau berdebat, Violet pun mengangguk pasrah.

"Bagus. Sekarang masuk ke kamar dan tidur. Jangan tidur terlalu larut," kata Rachel.

Violet mengangguk, dia mencium pipi Daxton dan Rachel sebelum menaiki tangga menuju kamar kesayangannya.

****

Jari-jari milik tangan kekar itu menari-nari di atas keyboard. Tatapan matanya yang tajam membaca dengan seksama tentang informasi yang dia dapat. Biasanya dia akan meminta asistennya untuk mencari identitas seseorang, tapi kali ini, entah kenapa dia berinisiatif mencari tau sendiri.

Violetta Charlotte.

Putri tunggal dari pasangan Daxton dan Rachel yang jarang disorot media karena gadis itu memang tidak suka wajahnya masuk di internet. Terlebih Daxton juga mewanti-wanti wartawan untuk tidak mengambil foto putrinya tanpa ijin. Tapi, itu semua tak ada gunanya, karena Atlas bisa mencari semua informasi. Bahkan dia juga tau kalau Violet selalu gagal dalam kisah asmaranya.

Pria yang masih memakai kemeja hitam itu mendengus pelan. "Anak manja ternyata," gumamnya. Dia mengambil kopinya yang hampir dingin, lalu meminumnya 2 teguk. Dari pada kopi susu, Atlas lebih suka kopi hitam, karena rasanya lebih nikmat.

"Sedang apa?"

Suara kakaknya membuat Atlas tak terkejut. Saat ini dia memang berada di ruang kerja, wajar kalau Jaxon masuk sembarangan. untungnya tampilan informasi tentang Violet sudah Atlas tutup, jadi hanya memperlihatkan wallpaper komputer saja.

"Menyelesaikan apa yang belum aku selesaikan," jawab Atlas sesantai mungkin.

"Cepat masuk ke kamarmu, nenek tau kalau kau masih di sini," ucap si kakak.

Atlas berdehem singkat, dia mematikan komputernya lebih dulu dan segera beranjak dari sana.

Jaxon menatap punggung adiknya yang semakin menjauh. Seketika dia mendengus kecil. "Kau pikir aku bodoh, huh?"

****

Violet menatap wajahnya yang terpantul di cermin dengan malas. Di belakangnya ada Rachel yang sedang menata rambutnya sambil mengoceh.

Rencananya, siang ini dia akan mengajak Atlas makan siang, lebih tepatnya orang tuanya lah yang meminta. Kalau bukan karena mommy dan daddy, mana mau Violet susah-susah menemui Atlas.

"Selesai." Rachel menatap wajah putrinya di pantulan cermin. "Bersikaplah dengan sopan, jangan kurang ajar, paham?"

Violet mengangguk patuh. Dia mengambil parfumnya dan menyemprotkan nya ke leher dan titik nadi yang lain.

"Kalau bisa, ambil juga hatinya. Dia adalah pria yang baik dan tampan. Menantu idaman Mommy sekali," lanjut Rachel tanpa beban, bahkan wanita itu tersenyum menggoda.

"Hati saja? Kalau Mommy mau, aku bisa mengambil ginjal, jantung, paru-paru —"

Tuk!

Rachel memukul kecil kepala anaknya. "Bukan itu maksud Mommy! Kau ini!"

"Terserah. Ini hanya makan siang sebagai permintaan maaf, tidak lebih." Violet berdiri dari duduknya, lalu menyambar tas kecil yang berisi ponsel dan beberapa kartu ATM nya.

"Aku pergi dulu."

"Semoga berhasil!"

Violet tak menghiraukan ucapan mommy nya. Dia memilih melangkahkan kaki keluar. Heels mahal berwarna maroon itu berbunyi seiring langkah kaki indah tersebut.

Setelah duduk di kursi mobil, Violet menghela nafas kasar.

Di kursi kemudi ada sopir pribadi nya yang selalu mengantarnya kemanapun. Tapi, kadang Violet menyetir sendiri kalau tidak malas.

Sebelum rencana makan siang bersama dengan Atlas Forrester, daddy sudah mengatur semuanya, jadi Violet hanya bagian menemuinya saja. Untungnya si Atlas Atlas itu mau menerima tawaran daddy nya.

"Jadi namanya Atlas," gumam Violet. Sebelum Rachel mengatakan nama pria itu, Violet tidak tau namanya, bahkan saat rapat kemarin pun Violet masih tidak tau.

"Huh, namanya saja sangat membosankan, apalagi orangnya," lanjutnya mendengus pelan.

Sulit dipercaya, nama yang terdengar membosankan itu padahal sempat membuatnya gemetar saat pertama kali bertemu. Apakah dia lupa?

"Sudah sampai, Nona."

Violet segera turun saat sang sopir membukakan pintu untuknya. Tak hanya diam menunggu di mobil, sopir tersebut melangkah mengikuti kemana nona nya pergi. Karena tugasnya bukan hanya seorang sopir, melainkan menjaga nona muda nya juga.

"Tunggu di sini saja," ucap Violet pada Lucas— sopir pribadinya.

Makan siang mereka berdua bukanlah di tempat bagian luar, melainkan di ruangan VVIP, sesuai apa yang Daxton pesan.

Violet menarik dan mengeluarkan nafas perlahan sebelum masuk.

Ceklek

Seorang pria tampan yang sedang sibuk dengan tabletnya pun langsung menyapa indra penglihatan Violetta.

Atlas, pria itu melirik jam tangannya sebentar. "Kau telat 5 menit."

Suara bariton nya terdengar seksi ditelinga Violetta. "Maaf." Hanya itu yang bisa Violet ucapkan. Dia mengambil posisi duduk di depan Atlas. Mencoba duduk dengan anggun.

Atlas mematikan tabletnya dan menatap lurus ke arah Violet hingga membuat si gadis salah tingkah.

Untuk menghilangkan rasa canggung, Violet pun membuka suara. "Ekhem... Langsung saja. Tujuanku mengajakmu makan siang adalah untuk menebus kesalahanku yang cukup kurang ajar saat pertemuan kita kemarin. Apakah kau mau memaafkan aku?"

"Bukan 'cukup' kurang ajar, tapi 'sangat' kurang ajar." Atlas mengoreksi ucapan Violet.

Apa maksud pria ini? Dia benar-benar menguji kesabaranku. Batin Violet.

"Ah, iya. Maafkan aku," sahut Violet, sangat berbanding balik dengan isi hatinya.

"Kalau bukan karena Tuan Daxton yang meminta, aku tidak akan datang dan membuang-buang waktuku di sini." Wajah tampannya masih terlihat datar dan terkesan angkuh.

Lagi-lagi ucapan Atlas membuat Violet kesal setengah mati. Tapi, dia tak bisa melakukan apapun selain tersenyum tipis dan mengakui kesalahannya.

Bukan tidak mau meladeni, Violet hanya tidak mau membuat daddy marah lagi. Jika mau, dia bisa saja menjambak rambut pria menyebalkan itu.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!