Lucy membuka kedua matanya yang berat. Dia terbangun karena suara ponselnya. Dia merasakan kedua matanya membengkak akibat terlalu lama menangisi kepergian Daniel.
Lucy beranjak dengan perlahan, kepalanya benar-benar sakit. Tidak ada semangat sama sekali pada dirinya setelah kepergian Daniel. Rasanya tidak lagi memiliki semangat untuk hidup. Dia bahkan tidak mau melakukan apa pun selain berdiam diri dan meratapi kepergian Daniel.
Kedua kakinya menapak ke atas lantai yang dingin dan pada saat itu dia menyenggol sesuatu. Sebuah botol kosong menggelinding ke atas lantai, Lucy memandangi beberapa botol kosong yang ada serta beberapa kaleng bir berada di atas meja.
Untuk mengobati perasaan sedihnya, Lucy mulai melarikan diri dengan minuman beralkohol yang tak pernah dia sentuh sama sekali. Setiap kali dia mengingat Daniel, dia akan minum sampai dia mabuk. Perasaan sedih yang dia rasakan, juga rasa kehilangan tidak dia rasakan berkat minuman memabukkan itu.
Kepergian Daniel telah membawa separuh jiwanya pergi. Dia bahkan enggan untuk hidup karena dia merasa tak ada gunanya lagi. Apa yang dia lakukan selama ini? Dia hampir melupakannya.
Ponselnya kembali berbunyi. Suaranya membuat kepala Lucy semakin berdenyut sakit. Rasanya enggan melakukan sesuatu, rasanya ingin tidur sepanjang hari. mungkin dengan demikian dia tidak akan menghadapi kenyataan akan perpisahannya dengan Daniel.
Ponsel yang diabaikan, berbunyi untuk yang ketiga kali. Lucy mulai berteriak kesal. Benda itu diraih, dia hendak melemparnya namun tak jadi dia lakukan setelah melihat jika pelatihnya yang menghubungi diri.
“Apa yang kau lakukan, kenapa kau begitu lama menjawab panggilanku?” sang pelatih langsung bertanya begitu Lucy menjawab teleponnya.
“Maaf, aku baru kembali dari kamar mandi,” ucapnya berdusta.
“Baiklah. Aku harap kau tidak lupa untuk berlatih. Dua minggu lagi ada pertunjukan, ini sangat penting jadi kau harus berlatih dengan keras agar penampilanmu tidak mengecewakan!”
Lucy melihat kalender, dia lupa jika dua minggu lagi dia ada pertunjukan. Padahal dia sudah berencana mempersembahkan pertunjukan itu untuk Daniel namun rencana hanyalah tinggal rencana.
“Segera datang, Lucy. Aku menunggu,” ucap pelatihnya.
Lucy tak menjawab, ponsel diletakkan kembali ke atas meja. Dia kembali tenggelam dalam kesedihan. Satu kaleng bir diambil, dia butuh itu. Setelah meneguknya, dia merasa perasaannya begitu ringan.
Lucy mengambil foto Daniel, melihatnya begitu lama. Barang-barang yang diberikan oleh ibu Daniel berada di atas meja. Semua benda itu justru membuatnya semakin tenggelam dalam kesedihan. Sebuah surat yang ditulis oleh Daniel tidak berani dia buka. Dia takut hilang kendali setelah membacanya.
Satu kaleng bir telah kosong, Lucy membuka yang lainnya. Biarlah, hidupnya sudah tidak ada artinya. Dia sangat ingin menyusul Daniel. Apakah mereka akan bertemu jika dia mengakhiri hidupnya?
“Lucy!” kepala Lucy seperti mau pecah ketika mendengar teriakan seorang pria di luar sana. Dia tahu siapa pria itu. Entah apa yang dilakukan oleh Jared, padahal dia sudah berusaha mengusir karena dia memang tidak membutuhkan pria itu.
Jared selalu datang namun dia mengabaikannya karena dia tidak butuh tanggung jawab Jared. Mereka berdua adalah orang asing jadi Jared tidak memiliki kewajiban sama sekali. Daniel pun tidak pernah mengatakan apa pun tentang Jared, bisa saja pria itu pura-pura peduli padanya tapi ada maksud terselubung.
“Lucy, buka pintunya!” kali ini Jared mengedor pintu. Lucy tidak keluar selama beberapa hari dan dia sangat mengkhawatirkan keadaan wanita itu.
Agar dia dapat melihat keadaan Lucy, Jared menyewa sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah Lucy. Dia akan berada di Moskow untuk beberapa saat sampai dia berhasil membujuk Lucy untuk ikut dengannya.
Sumpahnya kepada Daniel harus dia penuhi meskipun dia harus meninggalkan kehidupannya di Amerika. Segala kesibukannya pun akan dia tinggalkan untuk sementara waktu. Jared adalah seorang pengusaha di New York. Dia juga mafia yang cukup disegani di sana. Sebagai lelaki sejati, dia harus memenuhi sumpahnya pada Daniel.
“Lucy!” Jared kembali memanggil. Dia khawatir terjadi sesuatu yang tidak dinginkan pada Lucy karena dia tidak keluar sama sekali.
“Shut up!” Lucy berteriak dengan keras, dia mulai kesal. Untuk apa pria itu memperdulikan dirinya?
“Keluarlah, aku membawakan makanan untukmu.”
“Aku tidak butuh, pergi kau!” Itu bukan pertama kali dia mengusir. Keberadaan pria itu justru membuatnya kesal. Ketenangannya jadi terganggu. Padahal dia ingin menangisi kepergian Daniel dengan tenang, tapi kenapa pria itu terus mengganggu?
“Tidak. Aku tidak akan pergi sebelum aku melihat keadaanmu. Keluarlah, Daniel akan marah padaku jika terjadi sesuatu padamu."
“Jangan bawa-bawa Daniel untuk menunjukkan simpatimu yang tidak aku perlukan sama sekali!”
“Aku tahu ini berat untukmu, Lucy. Daniel meminta aku menjagamu karena dia mengkhawatirkan keadaanmu setelah ditinggalkan olehnya,” sekarang dia jadi tahu kenapa Daniel memintanya bersumpah untuk menjaga Lucy.
“Sudah aku katakan, aku tidak butuh dirimu!" Lucy terus menolaknya dan memang tidaklah mudah apalagi sejak awal mereka tidak saling mengenal.
Entah apa yang dia pikirkan waktu itu, dengan mudahnya dia bersumpah pada Daniel saat Daniel memintanya. Seharusnya dia memikirkan hal itu dengan baik, mungkin dengan demikian dia tidak akan berada di tempat itu.
"Kau membutuhkannya, Lucy. Aku tahu kau butuh teman saat ini!" Dia akan bersabar sampai Lucy mempercayai dirinya.
"Kau benar-benar membuat aku marah!" Lucy beranjak, tapi dia kembali jatuh terduduk karena terlalu banyak minum.
"Lucy?" Jared kembali memanggil, dia curiga dengan keadaan Lucy.
"Diam. Apa kau tidak bisa diam?" teriak Lucy, dia semakin putus asa. Lucy menangis meraung, Jared pun tak bisa menahan dirinya lagi. Mau tidak mau dia mendobrak pintu rumah Lucy hingga terbuka.
Melihat botol alkohol yang berserakan membuatnya terkejut. Apa Lucy mengurung diri untuk menghabiskan puluhan botol alkohol itu?
"Apa yang kau lakukan? Sepertinya Daniel mengatakan padaku jika kau bukan seorang pemabuk?"
"Diam, kau tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat kau cintai jadi diam!" Lucy jatuh berbaring, kepalanya berdenyut dan kedua matanya terasa panas.
"Tapi kau tidak perlu melakukan hal ini!"
"Sudah aku katakan diam. Duniaku sudah tidak berarti karena kepergiannya. Hidupku tidak lagi menyenangkan. Kau tidak tahu bagaimana perasaanku dan jika kau tidak pernah kehilangan seseorang yang sangat berarti bagimu, sebaiknya kau diam!" ucapnya lagi. Air mata berlinang, rasa sesak itu kembali dia rasakan.
Lucy menutupi kedua matanya menggunakan lengan. Dia benci dengan keadaannya, dia benci perasaan yang dia rasakan. Dia benci dengan semua hal yang terjadi, dia benci keberadaan pria itu dan yang paling dia benci adalah hidupnya. Kenapa perpisahan selalu menyakitkan?
Jared duduk tidak jauh darinya, mereka butuh bicara. Meski Lucy belum mempercayai dirinya tapi dia tidak mau Lucy menghancurkan hidunya dengan minuman memabukkan itu. Jangan sampai dia mengecewakan Daniel karena dia tidak mampu memenuhi sumpahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Muh. Yahya Adiputra
astaghfirullah.. bisa bisanya kamu berfikir seperti itu lucy,karena apa yg kamu lakukan ini pastinya juga akan membuat daniell jadi tdk tenang karena kamu yg tdk bisa ikhlas akan kepergian nya🥲🥲🥲
2024-11-20
0
gia nasgia
Semoga Lucy ikhlas menerima kenyataan klau Daniel tdk lagi di sisi nya
2025-03-05
0
Muh. Yahya Adiputra
entahh.. bagaimana hubungan mu sebelum nya dengan Daniel sehingga kamu malah bersumpah kepada daniell untuk menjaga lucy🤔🤔🤔
2024-11-20
0