Anthony menatap layar komputer di ruang kerjanya dengan ekspresi kosong. Dia baru saja menerima hasil tes darahnya, dan dia tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat ternyata dia menderita leukemia akut, dan prognosisnya tidak baik dan dokter sekaligus temannya memprediksikan dia hanya memiliki beberapa bulan lagi untuk hidup. Sontak mendengar itu dia merasa seperti dunianya runtuh.
Bagaimana ini bisa terjadi padanya? Anthony Hernandez biasa dipanggil Anthony adalah seorang dokter spesialis paru-paru yang terkenal dan sukses apalagi dengan bidangnya yang tak banyak orang menekuninya. Selama hidupnya dia memiliki segalanya: karier, uang, reputasi namun dengan dia didiagnosis sekarang semuanya tidak berarti lagi.
Dia mengingat kembali masa lalunya, dan dia merasa menyesal telah mengorbankan banyak hal demi pekerjaannya, termasuk cintanya. Dia pernah memiliki seorang pacar yang sangat mencintainya, tetapi dia meninggalkannya karena dia merasa tidak cocok dengannya dan mengira dia bisa menemukan seseorang yang lebih baik, tetapi dia salah.
Dibeberapa kesempatan dia mencoba mencari cinta lagi, tetapi dia selalu gagal. Berulangkali bertemu dengan banyak wanita, tetapi tidak ada yang bisa membuat hatinya berdetak sampai akhirnya dia merasa bosan dan hampa. Dia mulai mencari pelarian dalam rokok dan alkohol, yang membuat kesehatannya semakin memburuk.
Dia menyesali semua keputusan yang telah dia buat, tetapi dia tidak bisa mengubahnya dan merasa tidak ada harapan lagi untuk dirinya.
Saat sedang merenung, dia mendengar ketukan pintu. Dia melihat Jessi berdiri di ambang pintu dengan senyum manis di wajahnya.

"Dok ayo makan siang bareng" kata Jessi dengan suara ceria.
Jessica Chandra atau biasa dipanggil Jessi adalah seorang dokter muda yang bekerja di rumah sakit yang sama dengan Anthony. Dia mengagumi Anthony sebagai seorang profesional, tetapi juga khawatir melihat kondisinya yang semakin memburuk setelah mendengar dari seniornya yang memeriksa keadaan Anthony.
Jessi selalu mencoba menasehati dan membantunya, tetapi Anthony menolak bantuan dan saran dari siapa pun. Namun dia tidak menyerah, dan terus merawat dan mengobati Anthony dengan sabar dan tulus.
Anthony melihat Jessi dengan tatapan dingin. Dia tidak suka Jessi mengganggunya apalagi dengan dia mengetahui dia didiagnosis menderita.
"Ga saya sibuk" kata Anthony dengan nada kasar.
Jessi tersentak mendengar jawaban Anthony. Dia merasa sedih melihat sikap Anthony yang dingin dan acuh tak acuh padanya.
"Anthony, aku tahu kamu sedang stres karena pekerjaanmu, tapi kamu harus menjaga kesehatanmu juga. Kamu harus makan teratur dan berhenti merokok dan minum alkohol. Itu tidak baik untuk tubuhmu," kata Jessi dengan lembut tanpa ada jenjang.
"Saya tidak butuh nasihatmu. Saya tahu apa yang terbaik untuk diri saya dan kamu bukan siapa-siapa bagi saya. Kamu hanya seorang dokter biasa yang ingin mendekatiku karena saya terkenal dan kaya. Kamu hanya ingin memanfaatkan saya" kata Anthony dengan sinis.
Jessi terkejut mendengar perkataan Anthony. Air mata mulai menggenang di matanya.
"Anthony, kamu kenapa? Aku ngga ada niat lain, aku benar-benar peduli padamu sebagai teman dan rekan kerja. Aku hanya ingin membantumu," kata Jessi dengan suara tercekat.
"Bohong! Kamu hanya pura-pura peduli pada saya karena kamu ingin sesuatu dari saya kan!. Kamu tidak tahu apa-apa tentang saya. Kamu tidak tahu apa yang saya rasakan sekarang," kata Anthony dengan marah.
"Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Jessi dengan penasaran.
"Saya... Saya...," kata Anthony ragu-ragu.
Dia ingin mengatakan bahwa dia sakit parah dan akan mati sebentar lagi, tetapi dia tidak bisa mengatakannya. Dia merasa malu dan takut mengakuinya.
"Kenapa?" desak Jessi.
"Saya benci kamu!" teriak Anthony yang tak punya kata-kata lain.
Jessi terpukul mendengar ucapan Anthony air matanya jatuh.
"Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, aku akan pergi dari hidupmu," kata Jessi dengan sedih.

Dia berbalik dan berlari keluar dari ruangan itu, meninggalkan Anthony sendirian meratapi apa yang telah dia terima dan katakan.
*
Jessi berlari ke kantin rumah sakit dengan air mata di pipinya. Dia merasa sakit hati karena perlakuan Anthony padanya dan dia tidak mengerti mengapa Anthony begitu benci padanya padahal dia hanya ingin membantunya.
Dia duduk di salah satu meja dan menundukkan kepalanya. Dia tidak memperhatikan orang-orang di sekitarnya yang melihatnya dengan heran.
"Jessi, ada apa? Kenapa kamu nangis?" tanya seorang suara yang akrab.
Jessi menoleh dan melihat Rian berdiri di sampingnya. Rian adalah seorang dokter bedah yang juga bekerja di rumah sakit yang sama dengan Jessi dan Anthony. Rian adalah teman baik Jessi sejak mereka masih kuliah dan sekarang dia menjadi dokter bedah.
"Rian, aku... aku...," kata Jessi terisak.
"Tenang, Jessi. Ceritakan padaku apa yang terjadi," kata Rian dengan lembut.
Dia duduk di seberang Jessi mengambilkannya tisu dari meja dan menyeka air mata Jessi dengan hati-hati.
Jessi menceritakan semua yang terjadi antara dia dan Anthony kepada Rian. Dia tidak menyembunyikan apa pun dari cerita itu. Rian mendengarkan dengan seksama dan empati. Dia merasa kasihan pada Jessi, tetapi juga marah pada Anthony.
"Jessi, aku minta maaf kamu harus mengalami hal seperti ini. Anthony itu sangat bodoh dan kejam. Dia tidak pantas mendapatkan perhatian dan kasih sayangmu," kata Rian dengan tegas.
"Tapi Rian, aku tidak bisa membencinya. Aku masih peduli padanya. Aku tahu dia pasti punya alasan untuk bersikap seperti itu. Mungkin dia punya masalah yang tidak bisa dia ceritakan padaku," kata Jessi dengan lemah.
"Jessi, jangan membelanya. Dia tidak layak untukmu. Kamu harus melupakannya dan mencari seseorang yang lebih baik untukmu. Seseorang yang bisa menghargai dan mencintaimu seutuhnya," kata Rian dengan serius.
"Rian, aku...," kata Jessi ragu-ragu.
Dia melihat mata Rian yang penuh dengan kehangatan dan kepedulian. Dia tahu bahwa Rian menyukainya lebih dari sekadar teman, tetapi dia tidak bisa membalas perasaannya. Dia menganggap Rian sebagai sahabatnya tidak lebih dari itu dan tidak merasakan getaran romantis saat bersama Rian, seperti yang dia rasakan saat bersama Anthony.
"Jessi, aku mencintaimu," kata Rian tiba-tiba.
Jessi terkejut mendengar pengakuan Rian. Dia tidak tahu harus berkata apa.
"Rian, aku...," kata Jessi bingung.
"Jessi, aku sudah lama menyukaimu, sejak kita masih kuliah. Aku selalu ada untukmu, mendukungmu, menjagamu. Aku ingin menjadi lebih dari sekadar teman bagimu. Aku ingin menjadi pacarmu, suamimu, ayah dari anak-anakmu," kata Rian dengan penuh harap.
Dia meraih tangan Jessi dan menatap matanya dengan intens, "Jessi, berikanlah aku kesempatan untuk membahagiakanmu. Aku akan mencintaimu lebih dari siapa pun. Aku akan melindungimu dari semua bahaya dan kesedihan. Aku akan membuatmu tersenyum setiap hari"
Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Jessi, ingin mencium bibirnya walaupun di kantin ini banyak orang lalu-lalang. Jessi merasa panik saat melihat Rian ingin menciumnya dan tidak siap untuk menerima cinta Rian. Dia masih bingung dengan perasaannya sendiri.
"Rian, tunggu," kata Jessi sambil menolak Rian dengan lembut.
Rian menghentikan gerakannya dan menatap Jessi dengan kecewa, "Jessi, apa yang salah? Apa kamu tidak menyukaiku?"
"Rian, aku... aku menghargaimu sebagai temanku. Aku berterima kasih atas semua yang telah kamu lakukan untukku. Tapi aku tidak bisa menerima perasaanmu. Aku tidak bisa membalas cintamu," kata Jessi dengan jujur.
"Mengapa? Apa yang kurang dariku? Apa yang bisa dia berikan padamu yang tidak bisa aku berikan?" tanya Rian dengan frustrasi.
"Rian, jangan bandingkan dirimu dengan dia. Kamu adalah orang yang baik dan hebat. Tapi aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk mencintaimu. Aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri dan padamu," kata Jessi dengan tegas.
"Jessi, tolong berikanlah aku kesempatan. Aku yakin aku bisa membuatmu mencintaiku jika kamu mau mencoba. Aku tidak akan mengecewakanmu. Aku akan membuktikan padamu bahwa aku lebih baik daripada dia," kata Rian dengan penuh semangat.
"Rian, maafkan aku. Aku tidak bisa memberikanmu kesempatan itu. Aku tidak ingin menyakitimu lebih dalam lagi. Aku harap kamu bisa mengerti dan menerima keputusanku," kata Jessi dengan lembut.
"Jessi, aku...," kata Rian dengan putus asa.
Dia merasakan hatinya hancur berkeping-keping. Dia tidak bisa percaya bahwa Jessi menolaknya begitu saja. Dia merasa bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.
Dia melepaskan tangan Jessi dan bangkit dari kursinya. Dia melihat Jessi dengan tatapan pahit, "Baiklah, Jessi. Aku mengerti dan menerima keputusanmu. Aku minta maaf telah mengganggumu. Aku harap kamu bahagia dengan pilihanmu,"
Dia berbalik dan berjalan keluar dari kantin itu, meninggalkan Jessi sendirian. Jessi menatap punggung Rian yang menjauh dengan perasaan bersalah. Dia merasa sedih telah menyakiti hati Rian. Dia tahu bahwa Rian adalah orang yang baik dan mencintainya dengan tulus, tapi dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Dia tidak bisa mencintai Rian seperti yang Rian inginkan.
Dia menghela napas dan mengambil tasnya. Dia berdiri dari kursinya dan berjalan keluar dari kantin itu. Dia ingin kembali ke ruang kerjanya dan melupakan semua yang terjadi, tapi dia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang mengawasinya dari kejauhan. Mata itu milik Anthony, yang kebetulan lewat di dekat kantin itu.
Anthony melihat Jessi dan Rian berbicara di meja kantin. Dia melihat Rian meraih tangan Jessi dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jessi. Dia melihat Jessi menolak Rian dan Rian berjalan keluar dengan marah. Anthony merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Dia merasakan sesuatu yang mirip dengan cemburu dan marah. Dia tidak tahu mengapa dia merasakan hal itu. Dia seharusnya tidak peduli dengan Jessi dan Rian. Dia seharusnya benci mereka berdua.
Tapi dia tidak bisa menolak kenyataan bahwa dia merasakan sesuatu untuk Jessi. Sesuatu yang lebih dari sekadar rasa hormat atau simpati. Sesuatu yang membuat hatinya berdebar saat melihat senyumnya, mendengar suaranya, atau menyentuh kulitnya.
Dia menyadari bahwa dia mulai jatuh cinta pada Jessi, tapi dia juga menyadari bahwa dia tidak pantas untuk Jessi. Dia adalah seorang pria yang sekarat, yang tidak punya masa depan atau harapan. Dia tidak bisa memberikan apa-apa kepada Jessi, selain kesedihan dan penderitaan.
Dia tahu bahwa dia harus menjauhi Jessi, agar Jessi tidak terluka karena dirinya. Tapi dia juga tidak bisa melepaskan Jessi, karena Jessi adalah satu-satunya orang yang peduli padanya dan mau menerima dia apa adanya.
Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia melihat Jessi berjalan keluar dari kantin itu, dan tanpa sadar dia mengikutinya dengan langkah diam-diam.
*
Jessi berjalan menuju ruang kerjanya dengan langkah cepat. Dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang ke rumah. Dia ingin beristirahat dan melupakan semua masalahnya.
Jessi duduk di meja kerjanya dan menyalakan komputernya. Dia membuka file-file yang berkaitan dengan pasiennya dan mulai bekerja.
Dia mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus melayang ke Anthony dan Rian. Dia merasa bingung dan bersalah karena perasaannya yang berbeda terhadap mereka berdua.
Dia masih peduli pada Anthony, meskipun Anthony telah menyakitinya berkali-kali. Dia masih ingin membantunya, meskipun Anthony telah menolaknya berkali-kali. Dia masih merasakan getaran romantis saat bersama Anthony, meskipun Anthony telah mengatakan bahwa dia membencinya.
Tapi dia juga merasa kasihan pada Rian, yang telah mencintainya dengan tulus. Dia menghargai Rian sebagai temannya, yang selalu ada untuknya. Dia berterima kasih pada Rian atas semua yang telah dia lakukan untuknya, tapi dia tidak bisa mencintai Rian seperti yang Rian inginkan.
Dia tidak tahu harus memilih siapa. Dia tidak tahu siapa yang lebih baik untuknya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia menggelengkan kepalanya dan mencoba mengusir pikiran-pikiran itu dari benaknya. Dia berusaha kembali ke pekerjaannya, tetapi dia tidak bisa berkonsentrasi.
Dia mendengar bunyi telepon di meja kerjanya dan menoleh. Dia melihat nama Rian muncul di layar telepon itu, dia berpikir sejenak dan tidak ingin menyakiti hati Rian lagi dengan mengabaikannya. Dia merasa bahwa dia harus menjelaskan padanya tentang perasaannya.
Dia mengambil napas dalam-dalam dan menekan tombol hijau di telepon itu.
"Halo, Rian?"
"Halo, Jessi. Aku senang kamu mengangkat teleponku. Aku ingin berbicara denganmu,"
"Rian, aku... aku minta maaf atas apa yang terjadi tadi. Aku tidak bermaksud menyakitimu,"
"Jessi, tidak apa-apa. Aku mengerti kalau kamu kaget dengan pengakuanku. Aku tahu kamu membutuhkan waktu untuk memikirkannya. Tapi aku harap kamu bisa memberiku kesempatan untuk membuktikan cintaku padamu,"
"Rian, aku... aku tidak bisa memberimu kesempatan itu. Aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak bisa membalas cintamu. Aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri dan padamu,"
"Jessi, mengapa? Apa yang membuatmu tidak bisa mencintaiku? Apa yang membuatmu masih mencintai dia? Apa yang dia miliki yang tidak aku miliki?"
"Rian, jangan bandingkan dirimu dengan dia. Kamu adalah orang yang baik dan hebat. Tapi aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk mencintaimu. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Aku hanya bisa merasakannya,"
"Jessi, tolong jangan katakan itu. Aku yakin kamu bisa merasakan sesuatu untukku jika kamu mau mencoba. Aku yakin kita bisa bahagia bersama jika kamu mau memberiku kesempatan. Aku yakin kita bisa melupakan dia jika kamu mau bersamaku,"
"Rian, tolong jangan paksa aku. Aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak bisa melupakan dia. Aku tidak bisa bersamamu,"
"Jessi, tolong jangan tolak aku. Aku mencintaimu lebih dari apapun. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku tidak bisa kehilanganmu,"
"Rian, aku...,"
"Rian, maafkan aku. Aku tidak mencintaimu."
"Jessi, apa... apa yang kamu katakan?"
"Rian, aku minta maaf. Aku tidak mencintaimu. Aku tidak bisa mencintaimu. Aku hanya mencintai Anthony,"
"Jessi, tolong jangan katakan itu. Tolong jangan pergi dariku. Tolong jangan tinggalkan aku,"
"Rian, aku minta maaf. Aku harus pergi darimu. Aku harus tinggalkan kamu. Aku harus mengejar cintaku,"
Dia menutup teleponnya dan mematikannya kemudian berdiri dari kursinya dan mengambil tasnya. Dia ingin bertemu dengan Anthony dan mengatakan padanya apa yang dia rasakan. Dia ingin mengatakan padanya bahwa dia mencintainya dan memintanya untuk bersamanya.
Dia tahu bahwa itu adalah hal yang berisiko dan bodoh mungkin akan menolaknya dan membencinya, tapi dia juga tahu bahwa itu adalah hal yang harus dia lakukan, harus mengikuti hatinya, dan harus mencoba kesempatannya.
Dia berharap bahwa Anthony akan menerima cintanya dan bersamanya, akan sembuh dari penyakitnya, dan hidup bahagia bersama.
Dia sampai di depan pintu ruang kerja Anthony dan mengetuknya dengan lembut.
"Anthony, boleh aku masuk?" tanya Jessi dengan suara lembut.
Anthony mendengar suara Jessi di luar pintunya dan merasa kaget. Dia tidak mengharapkan Jessi datang ke ruang kerjanya setelah apa yang terjadi di kantin tadi.
Dia merasa senang melihat Jessi lagi, tetapi juga merasa takut melihat Jessi lagi. Dia ingin membuka pintunya dan memeluk Jessi erat-erat, mengatakan padanya bahwa dia mencintainya dan memintanya untuk bersamanya, menghabiskan waktu bersamanya sebanyak mungkin, sebelum dia meninggal. Tetapi dia juga tahu bahwa itu adalah hal yang egois dan kejam.
Dia tahu bahwa dia harus menjauhi Jessi, agar Jessi tidak terluka karena dirinya. Tapi dia juga tidak bisa melepaskan Jessi, karena Jessi adalah satu-satunya orang yang peduli padanya dan mau menerima dia apa adanya.
Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Kemudian dia mengambil napas dalam-dalam dan membuka pintunya dengan ragu-ragu.
"Jessi, ada apa?" tanya Anthony dengan suara dingin.
Jessi melihat Anthony membuka pintunya dan menatapnya dengan tatapan dingin. Dia merasa sedih melihat sikap Anthony masih dingin dan acuh tak acuh padanya.
"Anthony, aku... aku ingin berbicara denganmu," kata Jessi dengan suara lembut.
"Berbicara tentang apa?" tanya Anthony dengan nada kasar.
"Anthony, aku... aku ingin mengatakan padamu bahwa... bahwa aku mencintaimu," kata Jessi dengan suara lembut.
Anthony terkejut mendengar ucapan Jessi. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar.
"Aku mencintaimu. Aku sudah lama mencintaimu, sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Aku selalu peduli padamu, meskipun kamu selalu menyakitiku. Aku selalu ingin membantumu, meskipun kamu selalu menolakku. Aku selalu merasakan getaran romantis saat bersama kamu, meskipun kamu selalu mengatakan bahwa kamu membenciku," lanjut Jessi dengan suara lembut.
"Jessi, tolong jangan katakan itu. Tolong jangan bohong padaku. Tolong jangan main-main dengan perasaanku," kata Anthony masih tidak percaya.
"Anthony, aku tidak bohong. Aku tidak main-main. Aku benar-benar mencintaimu. Aku ingin bersamamu," kata Jessi dengan suara lembut.
Dia merasakan sesuatu yang aneh di dadanya mirip dengan cinta dan harapan. Dia tidak tahu mengapa dia merasakan hal itu. Dia seharusnya tidak peduli dengan Jessi dan Rian. Dia seharusnya benci mereka berdua.
Tapi dia tidak bisa menolak kenyataan bahwa dia merasakan sesuatu untuk Jessi. Sesuatu yang lebih dari sekadar rasa hormat atau simpati. Sesuatu yang membuat hatinya berdebar saat melihat senyumnya, mendengar suaranya, atau menyentuh kulitnya.
Dia menyadari bahwa dia mulai jatuh cinta pada Jessi. Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu harus berbuat apa.
Dia mengambil napas dalam-dalam dan mengatakan sesuatu yang akan mengubah segalanya, "Jessi, aku mencintaimu juga."
Jessi dan Anthony saling memandang dengan tatapan penuh cinta. Mereka tidak bisa percaya bahwa mereka akhirnya mengakui perasaan mereka satu sama lain.
Mereka mendekatkan wajah mereka dan mencium bibir mereka dengan lembut. Mereka merasakan sensasi yang luar biasa saat bibir mereka bersentuhan dan merasakan cinta yang tulus dan mendalam.
Mereka memeluk satu sama lain erat-erat, tidak ingin melepaskannya. Mereka merasakan kehangatan dan ketenangan saat tubuh mereka bersentuhan dan kebahagiaan yang tak terkira.
*
Setelah itu mereka mulai berpacaran dan menikmati setiap momen bersama. Mereka sering pergi, makan, nonton film, atau sekadar berjalan-jalan di taman bersama pada saat mereka libur.
Mereka juga bekerja bersama di rumah sakit, membantu pasien-pasien yang membutuhkan bantuan mereka. Mereka saling mendukung dan menghormati sebagai rekan kerja serta menjadi contoh bagi dokter-dokter lain.
Mereka sangat bahagia, seolah-olah tidak ada masalah di dunia ini dan melupakan semua kesulitan serta rintangan yang ada di depan mereka. Mereka hanya fokus pada cinta mereka. Tapi mereka tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Anthony sakit parah dan waktu mereka bersama sangat terbatas dan harus siap untuk berpisah.
Anthony semakin lemah dan pucat setiap hari. Dia sering merasa sakit dan lelah. Dia harus minum obat-obatan yang banyak dan sering pergi ke rumah sakit untuk perawatan. Jessi selalu menemani Anthony dan merawatnya dengan sabar dan tulus serta memberikan semangat dan harapan kepada Anthony serta membuat Anthony tersenyum dan tertawa.
Anthony sangat berterima kasih kepada Jessi atas semua yang telah dia lakukan untuknya. Dia sangat mencintai Jessi atas semua yang telah dia berikan kepadanya. Dia sangat bahagia bersama Jessi.
Anthony ingin memberikan sesuatu yang spesial kepada Jessi sebagai tanda cintanya. Dia ingin membuat Jessi menjadi wanita terbahagia di dunia ini yaitu memutuskan untuk melamar Jessi dan menikahinya sebelum dia meninggal.
Dia membeli sebuah cincin berlian yang indah dan menyimpannya di sakunya serta merencanakan sebuah momen romantis untuk melamar Jessi. Dia menyewa sebuah gazebo yang didekorasi dengan lilin-lilin dan bunga-bunga serta memesan makan malam yang lezat dan anggur yang mahal.
*
Keesokan harinya, dia membawa Jessi ke gazebo itu dan menawarkan makan malam padanya. Dia berbicara dengan Jessi tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan mereka. Dia melihat mata Jessi yang bersinar dengan kebahagiaan dan cinta serta merasa hatinya berdebar-debar dengan gugup dan harap.
Pada saat yang tepat, dia mengambil cincin dari sakunya dan berlutut di depan Jessi. Dia menatap matanya dengan intens dan mengatakan sesuatu yang akan mengubah hidup mereka.
"Jessi, aku mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini. Kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku, alasan aku bertahan hidup sampai sekarang, dan segalanya bagiku. Aku ingin kamu menjadi istriku, menjadi bagian dari hidupku, dan menjadi ibu dari anak-anakku."
"Jessi, maukah kamu menikah denganku?"
Jessi mendengar ucapan Anthony dan merasa seperti bermimpi. Dia tidak bisa percaya bahwa Anthony melamarnya dan ingin menikahinya.
Dia melihat cincin berlian yang bersinar di tangannya serta melihat mata Anthony yang penuh dengan cinta dan harap. Dia merasakan cinta yang tulus dan mendalam.
Dia mengambil napas dalam-dalam, "Anthony, ya, aku mau menikah denganmu."
Anthony mendengar ucapan Jessi tidak bisa percaya bahwa Jessi menerima lamarannya dan mau menikahinya.
Dia memasangkan cincin berlian itu ke jari Jessi dengan lembut dan memeluk Jessi erat-erat serta mencium bibirnya dengan lembut. Dia merasakan cinta yang tulus dan mendalam.
Dia mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas semua yang telah dia berikan kepadanya dan merasa bahwa dia adalah pria terberkati di dunia ini.
Dia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan mencintai, membuatnya bahagia seumur hidupnya, dan dia akan melawan penyakitnya sekuat tenaga.
*
Mereka akhirnya mereka beberapa bulan setelah lamaran mereka, dengan sederhana tapi khidmat. Mereka hanya mengundang keluarga dan teman-teman dekat mereka untuk menyaksikan pernikahan mereka.
Mereka tampak sangat bahagia dan mesra saat mengucapkan janji pernikahan mereka. Kemudian mereka pergi ke Bali, tempat impian mereka untuk berbulan madu. Mereka menikmati setiap momen bersama di sana dari berenang di pantai, berjemur di bawah matahari, berjalan-jalan di taman, makan di restoran, atau sekadar bersantai di hotel.
Mereka juga bercinta dengan penuh gairah dan kasih sayang. Mereka menyatukan tubuh dan jiwa mereka menjadi satu dengan harapan dapat menciptakan kehidupan baru di dalam rahim Jessi.
Namun dengan kondisinya sekarang , Anthony ingin memberikan sesuatu yang spesial kepada Jessi sebagai tanda perpisahannya. Dia memutuskan untuk memberikan surat wasiatnya kepada Jessi serta anaknya jika setelah dia tiada Jessi sedang mengandung anak mereka sebagai hadiah terakhirnya.
Dia menulis surat wasiatnya dengan hati-hati dan menyimpannya di laci meja kerjanya serta tidak memberitahu Jessi tentang surat wasiat itu, karena dia tidak ingin membuatnya sedih.
Surat wasiat itu berisi semua harta bendanya yang akan diberikan kepada Jessi serta anak mereka sebagai warisannya dan pesan-pesan cinta dan harapan dari Anthony kepada Jessi sebagai kenangannya. Dan itu juga sebagai bukti cinta Anthony kepada Jessi yang abadi.
*
Suatu hari, Anthony merasa sangat sakit dan lelah. Dia tahu bahwa hari itu adalah hari terakhirnya di dunia ini dan dia harus pamit dari Jessi untuk selamanya.
Dia memanggil Jessi ke ruang kerjanya dengan alasan ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan, kemudian Jessi datang ke ruang kerja Anthony dengan cepat khawatir ada sesuatu yang salah dengan Anthony. Dia melihat Anthony duduk di kursinya dengan wajah pucat dan lesu. Dia merasa hatinya sakit melihat kondisi Anthony yang semakin memburuk.
"Anthony, ada apa? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Jessi dengan suara khawatir.
"Jessi, aku... aku ingin berbicara denganmu," kata Anthony dengan suara lemah.
"Berbicara tentang apa?" tanya Jessi dengan suara khawatir.
"Jessi, aku ingin mengatakan padamu bahwa... bahwa aku sangat mencintaimu. Kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Kamu adalah alasan aku bertahan hidup sampai sekarang. Kamu adalah segalanya bagiku," kata Anthony dengan suara lemah.
"Anthony, aku juga sangat mencintaimu. Kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Kamu adalah alasan aku bahagia sampai sekarang. Kamu adalah segalanya bagiku," kata Jessi dengan suara lembut.
Mereka saling memandang dengan tatapan penuh cinta dan saling mendekatkan wajah mereka serta mencium bibir mereka dengan lembut. Mereka merasakan cinta yang tulus dan mendalam saat bibir mereka bersentuhan serta kebahagiaan yang tak terkira saat bibir mereka bersentuhan.
Jessi tidak tahu bahwa itu adalah ciuman terakhir mereka. Anthony merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Dia tahu bahwa itu adalah tanda bahwa dia akan meninggal sebentar lagi. Dia ingin mengucapkan selamat tinggal kepada Jessi dengan cara yang baik dan indah. Kemudian dia melepaskan bibirnya dan menatap matanya dengan intens serta tersenyum kepadanya dengan senyum terakhirnya.
"Jessi, aku mencintaimu." Lirih Anthony sebagai kata-kata terakhirnya lalu dia menutup matanya dan menghembuskan napas terakhirnya.
"Ngga mau tau yah, pokoknya ibu mau kamu nikah sama yang seiman" ucap ibu paruh baya pada anaknya
"Tapi mah..." Ucap Robert
"Putusin pacarmu dan cari mantu yang seiman, ini demi kamu dan masa depan kamu" pinta ibunya
Begitulah perdebatan antara kedua orang tua dengan sang anak yang sedang memberikan sebuah teguran karena sang anak memiliki pasangan yang berbeda keyakinan dengan dirinya.
Dan sang anak hanya mengikuti perkataan mereka kemudian mengakhiri hubungan dia dengan pacarnya saat itu, dari situ akhirnya sang anak mulai frustrasi dengan kedua orangtuanya karena pilihannya diganggu.
Sebelum itu perkenalkan sang anak adalah Robert Caniago, terlihat sangat tidak umum namun terlihat umum oleh keluarga Minang terutama Padang karena menurut para petuah disana memberikan nama anak pria diharuskan untuk bisa membaur dengan masyarakat terutama di perantauan agar dia dapat di terima, kebetulan Robert adalah anak blasteran dari ayah berdarah Jawa dan ibu berdarah Minang.
Memang keluarga Minang cukup unik dan banyak yang terkecoh dengan Robert terutama keyakinannya, banyak teman semasa kuliah menduga kalau Robert ini berkeyakinan kristen namun pada waktu adzan berkumandang Robert menunaikan ibadah sholat yang membuat teman-temannya kebingungan dan akhirnya Robert jujur pada mereka dan syukurlah mereka menerima Robert dengan kejujurannya.
Suatu saat Robert bertemu dengan wanita yang sangat dia incar selama masa kuliah yaitu Marsha namun dengan teguran keras dari orang tuanya yang membuatnya harus berpisah dengan Marsha atas keputusan tersebut.
"Marsha kita putus yah" ucap Robert pada Marsha pacarnya
Sontak gadis tersebut terkejut dengan ucapan Robert, "Loh kenapa bert? Kita kan selama ini baik-baik aja"
"Maaf sha aku ngga bisa bilang alasannya" Robert menundukkan kepalanya
"Kenapa bert?" Tanya Marsha sembari mengelus tangannya
"Maaf sha, sekarang kita teman yah" jawab Robert menarik tangannya

Dengan wajah kesalnya, Marsha meninggalkan Robert di cafe tempat mereka janjian sebelumnya. Tampak wajah kesal, marah, sedih dari Robert namun dia tak bisa menolak permintaan orangtuanya karena menyangkut masa depan serta pada saat anaknya lahir akan kesulitan.
*
Beberapa bulan kemudian menjelang kelulusannya, Robert telah menyelesaikan semua tugas akhirnya dan menunggu jadwal wisudanya. Dia memutuskan untuk menghibur diri dengan menonton salah satu idol ibukota atas saran adik tingkat sekalian sahabatnya yaitu Haikal.
"Lo ngapain sih ngajak gw?" Tanya Robert yang kesal karena Haikal mengajaknya ke entah berantah
"Sorry bro, berhubung kita udah selesai jadi cari hiburan gitu. Gw juga denger lo baru mutusin Marsha" jawab Haikal untuk membantu Robert melupakan masa lalunya
"Terus kenapa nonton JKT sat?" Robert keheranan
"Ya barangkali lo ada semangat lagi, gw jamin setelah nonton bakalan kepincut sama membernya" jawab Haikal yang berasumsi jika dirinya membawa Robert kesana akan mendapatkan semangat hidupnya
"Serah Lo deh"
Akhirnya mereka melaju ke salah satu mall tempat idol tersebut menggelar pertunjukkannya. Nampak beberapa fans yang telah mengantri disana dan untung saja Haikal telah menyiapkan tiket untuk mereka berdua.
"Ini siapa membernya?" Tanya Robert berbisik
"Anak baru bro, masih fresh" jawab Haikal
"Matamu fresh, masih kecil bego" kesal Robert yang dapat melihat dari wajah para member tampak muda
"Ya Lo liat aja deh" Haikal masa bodo dengan itu
Akhirnya mereka memasuki ruangan dan menikmati pertunjukan. Selama pertunjukan, Robert melihat para member tampil dengan energik dan memukau yang membuatnya paham mengapa Haikal mengajaknya kemari, namun tiba-tiba dia memiliki ketertarikan dengan salah satu member yaitu Catherina Vallencia atau Erine yang membuatnya terpukau dengan gerakan tarian dan nyanyiannya.

Setelah pertunjukan selesai, Robert bertanya pada Haikal. "Kal itu tadi yang pake kostum mayoret siapa?"
"Siapa bert? Kan disitu ada 3 orang" Haikal kebingungan
"Itu yang ditengah" Robert berusaha memancing ingatan Haikal
Haikal berpikir sejenak member mana yang Robert maksud, "Ohh dia, Erine namanya. Kenapa lu kepincut sama dia?"
"Ngga lah masih bocil gitu" elak Robert yang merasa wajahnya terlihat muda
"Sadar umur bego, dia masih 17 tahun lu aja udah mau 23 tahun" balas Haikal merasa Robert telah tua
"Ya ngga lah, gw cuman tanya aja" elak Robert kembali
"Halah pasti habis ini lu stalking medsosnya" ejek Haikal
"Sotoy" kesal Robert dan menjitak kepalanya
"Udah ah gw balik dulu, besok gw mau pulkam" pamit Haikal
"Ehh gw gimana?" Tanya Robert karena dirinya bersama dengan Haikal
"Ojol lah" jawab Haikal
"Si bangke emang yah" kesal Robert melihat kepergian Haikal
Haikal meninggalkan Robert di mall tersebut dengan bekal uang seadanya karena dia lupa untuk mengambil uang lagi. Setelah memesan driver ojek dia menunggu di depan lobby mall, selama menunggu dia melihat ke sekitar lobby yang nampak beberapa fans yang juga seperti dirinya yang menunggu jemputan driver ojek.
Namun dia menyadari seseorang dari matanya karena orang tersebut menggunakan masker, nampak matanya yang indah dan rambutnya yang tergerai dan itu membuat Robert terkesima dengan penampilan gadis tersebut.
Tetapi gadis itu melewati dirinya seperti menunggu jemputan juga, tiba-tiba ada dua orang dengan motor berusaha mengincar dia dan mengambil tas dari gadis tersebut.
Sontak Robert dengan cepat membantu gadis tersebut dan berusaha merebut tas yang telah dipegang oleh orang tersebut, gadis yang menjadi korban terjatuh karena tersenggol oleh motor pelaku dan beberapa dari orang yang berada di lobby serta keamanan membantu Robert untuk meringkus pelaku dan beruntungnya tas dari gadis tersebut telah dia selamatkan.
Robert membersihkan tas tersebut dan kembali ke gadis yang telah dipindahkan oleh orang-orang disana dan nampak luka pada tangan dan kaki gadis tersebut.
"Kamu gpp?" Tanya Robert pada gadis itu
Gadis itu mendongak dan melihat Robert bersama dengan tasnya, "Ehh gpp kak"
"Nih tasmu" Robert memberikan tasnya
"Makasih yah kak" balas gadis itu mengambil tasnya
"Lain kali hati-hati yah, jangan main hp pas jalan" jawab Robert duduk bersama dengannya
"Maaf kak, tadi aku kesel jemputan aku lama" ucap gadis itu yang sebelumnya kesal dengan jemputannya
"Gpp, coba mana lukamu?" Tanya Robert yang ingin melihat lukanya
"Eh kak..." Gadis itu mengelak untuk Robert melihat lukanya
"Gpp"
Robert melihat luka yang dialami oleh gadis tersebut dan hanya beberapa lecet dan membutuhkan pembersihan saja untuk menghindari infeksi.
"Kamu bawa air ngga?" Tanya Robert
Gadis itu mengambil air mineral pada tasnya, "Ini kak"
"Tahan sebentar yah" ucap Robert menerima air tersebut dan membukanya
Robert menuangkan air tersebut ke beberapa luka dan nampak gadis tersebut kesakitan, "Aaduhhh kak"
"Sabar yah" balas Robert memberikan tangannya untuk gadis itu menahan sakit dan benar sembari Robert menuangkannya lagi tangan gadis itu mencengkram cukup erat tangan Robert
Robert membersihkan luka tersebut dan mengusapnya dengan sapu tangan yang dia biasa bawa, setelah itu kebetulan gadis tersebut membawa plester yang memudahkan Robert untuk menutup luka gadis tersebut.
"Udah selesai" ucap Robert setelah memplester luka gadis itu
Melihat lukanya telah diobati, "Makasih yah kak, sebenarnya aku gpp"
"Jangan gitu, luka itu harus cepet ditangani biar ngga infeksi" nasihat Robert
"Iya kak" gadis itu menganggukkan kepalanya
"Aku Robert" Robert memperkenalkan dirinya
"Aku Erine" balas gadis tersebut yang ternyata Erine member yang dia perhatian di pertunjukan sebelumnya

"Erine?" Robert menduga
Erine menganggukkan kepalanya, "Iya kak, kenapa?"
"Gpp, ya sudah barangkali kamu udah dijemput" jawab Robert mengalihkan perhatian dan menduga mobil yang baru saja datang adalah jemputan Erine
"Makasih yah kak sekali lagi" balas Erine
"Sama-sama" Robert menganggukkan kepalanya
Akhirnya Erine mencoba untuk berdiri dan dibantu oleh Robert kemudian meninggalkannya di lobby tersebut. Nampak dari wajah Robert memiliki ketertarikan lebih pada gadis tersebut namun dia sadar kalau umur mereka terlampau jauh.
*
Beberapa bulan kemudian, nampak Robert sering mengunjungi tempat pertunjukan idol tersebut dengan modal jadwal yang diberikan dan nampak nama Erine disana namun yang dia tak tahu kalau nama asli gadis tersebut adalah Catherina Vallencia yang sangat berbeda dengan keyakinannya sama seperti dirinya.
Selama menonton juga, Erine menyadari kalau Robert menontonnya juga dan secara tersirat mereka bertatapan beberapa detik agar para penonton tak menyadari itu.
Setelah pertunjukan selesai, Robert kembali menunggu jemputannya dan tiba-tiba Erine menghampirinya dengan tetap memakai masker serta penampilan sesederhana mungkin agar para fans tak menyadari dia.
"Kak Robert?" Erine terkejut dengan pertemuannya dengan Robert
"Erine yah?" Dugaan Robert pada gadis yang menghampirinya

"Kak jangan keras-keras" jawab Erine menutup mulut Robert agar para fans tak mengetahuinya
"Kenapa?" Robert kebingungan
"Nanti pada tau"
"Ohh iya maaf" ucap Robert setelah Erine melepaskan tangannya
"Makasih yah sebelumnya" Erine berterimakasih pada Robert seperti peragaan budaya jepang
"Udah lah kek gitu banget" Robert merasa Erine berlebihan
"Kalo ngga ada kakak, mungkin barang-barang aku udah diambil sama mereka" ucap Erine merasa Robert telah menyelematkan dirinya serta barangnya
"Udah tenang aja yang penting kamu jaga diri aja" balas Robert sembari menasihatinya
Mereka dilanda keheningan namun Erine terpikirkan sesuatu, "Ehh kakak fans juga?"
Sontak Robert terkejut dan mencari alasan, "Ngga juga sih, pas itu aku diajak sama temen kakak"
"Kak Haikal?" Dugaan Erine
"Loh kok kamu tau?" Tanya balik Robert yang terkejut Erine mengetahui temannya
"Hehehe dia itu fans sepuh kak, hampir semua member dia pernah HS" jawab Erine yang telah lama mengenal Haikal
"HS?" Robert kebingungan
"Handshake kak" jawab Erine maksud ucapannya
"Ohh sorry kakak kira apa" balas Robert yang telah berpikir yang tidak-tidak
"Emang apa kak?" Erine mengerutkan keningnya
"Udah ngga usah dibahas kamu masih kecil" jawab Robert yang tak ingin menjelaskannya
"Loh kok?" Kesal Erine
"Ehh tuh jemputan kamu bukan?" Robert menunjuk pada mobil yang baru saja tiba
"Ehh iya, makasih yah kak sekali lagi" jawab Erine dan meninggalkannya
"Iya ya"
Akhirnya Erine meninggalkannya kembali, nampak senyuman terukir dari kedua insan tersebut entah apa yang membuat mereka seperti itu namun mereka seperti memiliki keterikatan satu sama lain.
*
Suatu saat akhirnya jadwal wisuda Robert telah keluar dan bertepatan dengan itu ada salah satu event dari idol tersebut yaitu handshake yang membuatnya dapat bertemu dengan Erine dan keesokan harinya dia akan wisuda.
"Ehh kok Lo ikut juga bert" Haikal terkejut dengan ajakan Robert
"Udah yuk jalan" Robert mendorong tubuh Haikal agar melangkah lebih cepat
"Wahh lu udah jadi fans juga, ngga salah gw ajak Lo" ejek Haikal
"Bisa diem ngga, pesen sana nanti rame lagi" kesal Robert
Akhirnya mereka berdua melaju ke salah satu venue yang akan diadakan event tersebut. Nampak banyak sekali fans yang telah mengantri untuk masuk dan mereka berdua juga ikut diantaranya.
"Setiap kek gini rame yah kal?" Tanya Robert yang melihat keramaian di lokasi
"Rame lah bro, ini tuh kek lebarannya fans" jawab Haikal tentang event tersebut
"Ohh gitu, terus HS ngapain?" Tanya Robert kembali
"Ya kek salaman aja gitu tapi bayar" jawab Haikal tentang HS
"Bayar buat salaman doang?" Robert terkejut dengan itu
"Iya lah, mereka idol jadi harus dijaga privasi sama teknik marketingnya" jawab Haikal merasa itu teknik marketing idol tersebut
"Ohh tapi berapa?" Tanya Robert karena dia hanya membawa tak banyak uang di dompetnya
"Ngga tau sih sekarang, tapi pas gw ikut terakhir lu bayar berapa gitu per 50 detik" jawab Haikal yang lupa akan harga HS pada member
"50 detik?" Robert terkejut
"Itu dulu yah, gw ngga tau setelah pandemi" Haikal tak tahu sekarang harganya berubah atau masih sama
Beberapa jam kemudian akhirnya mereka masuk ke dalam area dan nampak barisan dari fans untuk bersalaman dengan member, namun ada barisan salah satu bilik member yang sepi dan nampak dari plang namanya yaitu Catherina Vallencia. Robert tak mengetahui siapa dia dan dia mencoba untuk menghibur member tersebut, akhirnya dia membeli tiket untuk member tersebut dan dia mendapatkan 300 detik atau 5 menit untuk bertemu member tersebut.
Selama mengantri, nampak para fans kegirangan dengan pertemuan mereka dengan member dan ada juga fans yang melakukan selebrasi seperti pemain bola yang baru saja mencetak gol. Robert yang melihat itu seperti keheranan dengan sikap beberapa fans yang menurutnya berlebihan.
Pada akhirnya giliran dia, namun sebelum itu dia diperiksa dulu oleh keamanan disana. "Masnya ngga bawa sesuatu yang membahayakan?"
"Ngga mas, ya kali" jawab Robert yang merasa pertanyaan keamanan itu terlalu mengada-ada
"Ok mas, waktu mas 5 menit dan jangan aneh-aneh di dalam" balas keamanan menyiapkan stopwatchnya
"Baik mas" Robert menganggukkan kepalanya
Akhirnya keamanan membuka tirai dan nampak member yang dia beli tiketnya ternyata itu adalah Erine yang dia kenal.
"Loh Erine?" Robert terkejut dengan member yang ada di hadapannya

"Kak Robert?" Erine juga terkejut melihat Robert berada di hadapannya
"Ternyata kamu toh" balas Robert yang tak menyangka dirinya membeli tiket pada gadis yang dia tolong
"Kakak ikut juga, aku kira cuman nonton theater aja" Erine masih tak percaya
"Hehehe setelah kenal kamu aku kek terhipnotis gitu" Robert memberikan gombalannya
"Kakak bisa aja, ehh kakak apa kabar?" Tanya Erine seperti basa-basi biasa pada para fans
"Alhamdulillah baik" jawab Robert
Sontak Erine terkejut dengan ucapannya, "Loh?"
"Kenapa kaget yah?" Robert mengerutkan keningnya
"Iya kak, kakak..."
"Iya Rin, kakak muslim" jawab Robert tentang keyakinannya
"Syukurlah" Erine mengelus dadanya yang menduga Robert lain keyakinan
"Pasti kamu nebak kakak lain kan?" Dugaan Robert
"Iya kak, apalagi dari nama kakak" jawab Erine
"Iya sih temen kakak juga banyak yang salah sangka juga" balas Robert tentang kesalahan pahaman dari namanya
"Berarti kena prank dong"
"Hahaha bisa jadi" mereka berdua tertawa
"Ehh Rin, kamu nanti ada waktu ngga?" Tanya Robert
"Waktu? Kenapa kak?" Erine kebingungan
"Barangkali senggang boleh ke wisudanya kakak" jawab Robert mencoba untuk memancing Erine apakah dia mau atau tidak
"Wihh selamat yah kak" Erine turut bangga dengan pencapaian Robert
"Hehehe makasih yah, itu kalo kamu ada waktu aja yah" balas Robert
"Nanti liat dulu yah kak, soalnya kadang ada latihan dadakan" ucap Erine diluar ekspektasi Robert
Sontak Robert terkejut namun berusaha senormal mungkin, "Ok deh"
Akhirnya mereka mulai mengobrol beberapa topik yang umum dan tak terasa waktu mereka habis, "Mas waktunya habis"
"Ehh iya yah, ya udah kalo gitu Rin makasih yah dan semangat kamu pasti bisa kok" ucap Robert memberikan semangat pada Erine
"Iya kak, makasih yah udah beli tiket aku" balas Erine yang berterimakasih atas kehadirannya
"Sama-sama, kalo gitu kakak pamit" Robert melambaikan tangannya
"Iya kak" balas Erine yang tampak sumringah

Robert meninggalkan bilik Erine dan nampak dari wajahnya yang begitu sumringah serta benar perkataan Haikal dia mendapatkan semangat kembali dan mulai move-on dari Marsha.
*
Keesokan harinya tepat dirinya wisuda, Robert mengikuti acara dengan hikmat dan menerima predikat cumlaude atas gelarnya sebagai sarjana kedokteran. Dan itu membuat kedua orangtuanya bangga akan itu walaupun dirinya mundur setahun karena sibuk mencari penghasilan tambahan akibat pandemi yang melanda selama perkuliahannya.
"Selamat yah nak, ayah sama ibu bangga sama kamu" ucap ayah dan ibu Robert yang bangga dengan anaknya
"Iya yah Bu" Robert memeluk mereka berdua
Setelah berpelukan, "Berarti habis ini kamu koas?"
"Iya Bu" Robert menganggukkan kepalanya
"Ya sudah, semangat yah" ucap ayahnya memberikan semangat
"Iya yah"
Tiba-tiba ada seseorang yang menggunakan masker menghampiri mereka bertiga. "Kak Robert?"
"Loh Erine" Robert terkejut yang ternyata Erine menepati janjinya
"Akhirnya ketemu juga" ucap Erine yang terengah-engah mencari keberadaan Robert
"Kamu Dateng juga, padahal kakak ngga ekspek kamu Dateng loh" balas Robert yang masih tak percaya dengan kehadiran Erine walaupun dia menggunakan masker
"Aku cuman hutang Budi kek kakak udah bantuin aku" ucap Erine yang merasa dirinya belum memberikan sesuatu padanya
Melihat interaksi kedua ABG itu, "Siapa nak?"
"Ini temen aku yah Bu, Erine namanya" jawab Robert pada kedua orangtuanya tentang Erine
"Halo nak" sapa ayah dan ibu Robert
"Halo om Tante, aku Erine" balas Erine memperkenalkan dirinya sembari membuka masker

"Cantik juga anaknya" bisik ibu Robert
"Iya Bu, kok kamu bisa kesini nak?" Tanya ayahnya
"Kemaren kak Robert bilang mau wisuda jadi aku Dateng, sebelumnya kakak bantuin aku pas aku mau di copet" jawab Erine mengapa dirinya mengunjungi acara Robert
"Wahhh Alhamdulillah kalo gitu, sekarang banyak aksi begituan di jalan. Lain kali hati-hati yah nak" ucap ayah Robert menasihatinya
"Iya om" Erine menganggukkan kepalanya
"Ehh kita foto bareng yuk" ajak ibu Robert
Merasa tak enak Robert mengajak Erine, "Erin ikut sini"
Sontak Erine terkejut, "Loh kak?"
"Gpp nak" jawab ibu Robert
Mereka berfoto ria dengan Erine bersama mereka tanpa ragu, namun dari kedua orangtua Robert nampak kecurigaan karena dari wajah Erine sangat identik dengan salah satu keyakinan yang sangat umum dengan wajah seperti Erine. Namun mereka tak ingin langsung bertanya pada dia.
"Ehh nak Erine laper ngga?" Tanya ibu Robert
"Ngga terlalu tan" jawab Erine merasa dirinya belum lapar
"Ikut kita aja yuk, kita mau makan bareng" ajak ibu Robert untuk ikut mereka
"Waduhh tan saya jadi ngga enak" Erine merasa tak enak
"Gpp Rin, santai aja" balas Robert membujuknya
"Beneran kak?"
"Udah gpp, kakak udah anggep kamu adik kakak" jawab Robert yang merasa Erine telah menjadi adiknya
"Yuk nak" ajak ibu Robert
Bertepatan dengan itu adzan berkumandang, "Ehh ya Bu, aku mau sholat dulu"
"Ya udah gpp" balas mereka berdua
"Saya juga om Tan" ucap Erine yang membuat mereka bertiga terkejut
"Eh?"
"Kenapa kak?" Erine kebingungan
"Kamu..."
"Iya kak, kakak ngga tau?" Erine kebingungan kembali
"Loh kan kamu ngga bilang" jawab Robert yang tak mengetahui itu
"Aku muslim juga sama kayak kakak" balas Erine
"Astaghfirullah nak om kira kamu Kristen" ucap ayah Robert yang salah menduga
Erine terkekeh, "Ngga om, aku muslim juga walaupun banyak yang ngira aku juga kek gitu"
"Ya sudah gpp, kita tunggu di mobil yah" ucap ibu Robert
Mereka berdua menganggukkan kepalanya dan melangkah menuju masjid, mereka berpisah baris karena bukan muhrim kemudian mereka melaksanakan ibadah Dzuhur.

Setelah itu mereka bertemu kembali pada saat mereka sedang memasang sepatu, Robert masih tak percaya kalau Erine seorang muslim.
"De" panggil Robert namun Erine tak menoleh
"Erine" panggil Robert sekali lagi dan akhirnya Erine menoleh
"Kenapa kak?"
"Kamu beneran muslim?" Tanya Robert memastikan
"Beneran kak, masa boongan" jawab Erine
"Baru masuk atau..." Dugaan Robert
"Dari lahir kak, kakak masih ngga percaya?" Jawab Erine yang keheranan dengan Robert
"Percaya kok tapi dari muka kamu..." Ucap Robert yang merasa wajah Erine tak seperti dugaan
Erine memahami itu, "Iya kak, aku paham banyak yang ngira gitu tapi aku muslim kok dan kedua orangtua aku juga"
"Alhamdulillah kalo gitu, ya udah kita ke mobil" ajak Robert sembari mengulurkan tangannya dan disambut oleh Erine
Mereka melangkah menuju mobil mereka dan melaju ke salah satu restoran untuk merayakan kelulusan Robert. Nampak hubungan Robert dan Erine mulai nampak dan kedua orangtuanya juga mulai nyaman dengan kehadiran Erine bersama dengan mereka.

"Ehh kak aku pulang dulu yah, aku mau latihan dulu" pamit Erine pada mereka bertiga
Ayah ibu Robert menganggukkan kepalanya dan Robert, "Iya de"
"De?" Erine mengerutkan keningnya
"Kakak panggil kamu adek aja yah" balas Robert pada panggilan barunya pada Erine
"Dih kek gimana gitu" elak Erine namun wajahnya tampak memerah
"Ya kan kamu adek kakak" kekeh Robert
"Iya deh, om Tante aku pamit dulu yah" pamit Erine
"Iya nak hati-hati yah"
"Assalamualaikum"
"Walaikumsalam"
Erine meninggalkan mereka menuju gedung latihannya, Robert masih keheranan kenapa dirinya memiliki ketertarikan dengan gadis tersebut namun dia juga tak bisa berpaling darinya.
"Kamu suka sama dia nak?" Tanya ayah Robert melihat ekspresi wajah Robert
"Ehh ngga yah" elak Robert
"Ngga usah boong nak, ibu tau kok dari cara ngomong sama mata kamu" balas ibu Robert yang telah membaca situasi dan gerak-gerik anaknya
"Ibu mah" kesal Robert
"Ayah sama ibu setuju kok" balas ayah Robert
Sontak Robert terkejut, "Eh?"
"Kalian satu iman jadi ngga masalah" balas ibunya
"Jadi?"
"Kami restui hubungan kalian"
Dari ucapan itu membuat Robert terharu, "Makasih yah Bu"
"Sama-sama, ya sudah kamu siapkan untuk koas kamu" balas ayahnya
"Baik yah"
Akhirnya mereka kembali ke kos Robert dan dia juga menyiapkan perlengkapan dirinya untuk menjalani koasnya.
*
Beberapa tahun kemudian, hubungan antara Robert dan Erine tampak dekat bahkan sesama member menduga kalau Erine dan Robert berpacaran namun banyak juga yang menduga kalau mereka kakak adik tetapi mereka tak mempermasalahkan itu yang penting Robert tetap lancar menjalani koasnya serta Erine masih dalam dunia peridolannya.

"Kakak..." Lirih Erine menghampirinya
"Ehh kenapa kok sedih?" Tanya Robert mendapatkan pelukan dari adik kesayangannya itu
Erine melonggarkan pelukannya, "Aku masuk senbatsu"
"Senbatsu? Apa itu?" Robert kebingungan
"Pemilihan member gitu kak, aku salah satunya" jawab Erine tentang senbatsu
"Alhamdulillah akhirnya kamu masuk de" balas Robert yang bangga dengan Erine sembari mengelus kepalanya
"Tapi aku ngga pede kak" ucap Erine menundukkan kepalanya
"Loh kenapa? Kakak percaya kamu pasti bisa kok dengan semua usaha kamu apalagi pas kakak pertama kali HS sama kamu dan sekarang fans kamu mulai bertambah" Robert memberikan motivasi serta semangat padanya
"Iya kak tapi itu jadi beban buat aku" Erine merasa itu tanggung jawab yang besar
"Udah kamu optimis aja dan percaya sama usaha kamu yah, kakak percaya kamu pasti bisa menjalani itu" balas Robert tetap memberikan semangat padanya
Mendengar ucapan Robert, Erine merasa sedikit lega. "Iya kak makasih yah"
"Ya udah nih dimakan, pasti kamu belum makan kan muka kamu pucet gitu" pinta Robert yang melihat wajah Erine sedikit pucat
"Iya kak, tadi aku belum makan" Erine menganggukkan kepalanya dan menyantap makanannya
"Hadehh kamu yah, idol itu harus jaga kesehatan malah ini belum makan" Robert mengelus kepalanya dengan gemas
"Namanya juga stres kak"
Mereka menikmati makanan mereka ada salah satu fans yang melihat mereka berdua dan memotret momen tersebut kemudian dia sebar ke sosial media, dari sana nampak kegaduhan mulai dari yang menduga kalau Robert adalah pacar dll.
Dan itu membuat Erine mulai terbebani lagi apalagi dengan senbatsu yang baru dia dapat terancam hangus.
"Kamu yakin kalau dia kakakmu?" Tanya salah satu staff
"Iya kak, aku sama dia udah lama ngga ketemu dan pas itu aku curhat sama dia" jawab Erine yang jujur pada para staf
"Kenapa baru ketemu?" Staf kebingungan
"Dia koas kak, aku kangen sama dia jadi aku ketemuan sama dia di cafe" balas Erine alasan Robert sulit untuk ditemui
Mendengar alasan Erine merasa staf cukup puas dengan itu, "Hadehh ya sudah, kami percaya sama ucapan kamu dan lain kali hati-hati yah. Sekarang fans udah mulai liar dengan opini mereka"
"Iya kak terimakasih aku janji ini yang terakhir" ucap Erine dan berjanji
"Baiklah, nanti habis show kamu klarifikasi yah" pinta staf
"Iya kak" Erine menganggukkan kepalanya
Setelah itu Erine bersiap dengan kata-kata untuk dia sampaikan kepada fansnya atas kegaduhan yang terjadi dan pada saat dia tampil untuk mengklarifikasi kejadian tersebut nampak Robert menontonnya juga dan itu membuat Erine sedikit gugup.
"Selamat malam teman-teman semua, terimakasih atas kehadiran kalian pada show kali ini namun aku ingin menyampaikan sesuatu pada kalian. Beberapa hari sebelumnya banyak hal yang terjadi salah satunya tentang opini bahwa aku berduaan dengan pria di salah satu cafe di jakarta, aku ingin mengklarifikasinya bahwa pria tersebut adalah kakak aku dan hubungan kita adalah kakak adik. Aku memang berbuat salah dalam hal ini namun untuk sebagai klarifikasi pria itu adalah kakak aku, mungkin segitu aja yang bisa aku sampaikan dan semoga para fans dapat bijak dan menimbulkan kegaduhan kembali. Saya Catherina Vallencia memohon maaf dan aku akan berusaha lebih baik lagi" ujar Erine pada para penonton dan fans pada pertunjukan hari itu
Para penonton bertepuk tangan termasuk Robert dan banyak yang berteriak, "Semangat Erine"
"Semangat Erine kamu pasti bisa" teriak fans
Setelah semuanya selesai, Erine meminta Robert untuk bertemu namun di salah satu cafe dekat rumah Erine.

"Kakak" Erine langsung memeluk kakak kesayangannya itu
"Udah gpp, kamu udah baik kok tadi jelasinnya" balas Robert
"Aku minta maaf yah jadi seret kakak" Erine melonggarkan pelukannya dan memanyunkan bibirnya
Robert menggelengkan kepalanya, "Ngga kok, kakak bangga kamu bisa menjelaskan apa yang terjadi"
"Tapi kak..."
"Kenapa de?" Tanya Robert
"Kita apa?" Erine menundukkan kepalanya
"Apa? Maksudnya?" Robert kebingungan
"Hubungan kita apa?" Tanya Erine menatap mata Robert
"Kakak adek kan?" Robert mengerutkan keningnya
"Tapi aku ngerasa kita ngga gitu" jawab Erine yang merasa lebih dari itu
"Terus apa dong?"
"Kita kek pacaran gitu kak" ucap Erine
"Ehh kok gitu?" Robert terkejut
Erine menggelengkan kepalanya, "Ngga tau kak, aku ngerasa kakak selalu hadir pada saat aku lagi murung dan butuh semangat"
"Kan gunanya kakak gitu" ucap Robert yang merasa itu wajah
"Tapi kakak beda"
"Tapi de, kamu kan masih member ngga boleh pacaran" ucap Robert agar Erine menyadari posisinya
"Boleh kak" ucap Erine yang membuat Robert terkejut kembali
"Boleh? Maksudnya?"
"Backstreet kak" ucap Erine sembari memegang tangannya
"Jangan de nanti fokus kamu ke bagi" tolak Robert yang merasa akan mengganggu fokusnya
Erine menggelengkan kepalanya, "Ngga kak, aku tau kakak juga punya perasaan ke aku kan?"
"De, jujur kakak ada perasaan ke kamu tapi kamu itu idol nanti kalo kita punya hubungan bakal ribet" ucap Robert agar Erine dapat bijak memilih
"Ngga kak, kakak percaya sama aku" ucap Erine merasa dirinya sanggup
"Beneran de?"
"Kali ini aja kak, percaya sama aku yah kak" Erine membujuk Robert agar percaya padanya
Dengan berat hati Robert menerimanya, "Ok deh, tapi kakak ngga menjamin kalo kejadian kek sebelumnya kejadian lain yah"
"Ngga kak, aku jamin"
"Ok deh kalo gitu, berarti kakak panggil kamu sayang dong" canda Robert
"Ihh langsung berubah gitu" kesal Erine sembari menggembung pipinya

"Ya kan status kita ganti" balas Robert sembari merangkulnya
"Tapi aku nyaman kakak panggil aku de" balas Erine membalas rangkulannya
"Iya deh, adekku tersayang" ucap Robert mengacak-acak rambutnya
Mulai dari sana hubungan mereka tampak diam-diam namun tetap romantis walaupun dengan kehati-hatian jika ada fans yang mengetahui mereka. Robert yang selama koas pun memikirkan hal itu dan itu membuat beberapa laporannya terganggu.
"Kamu bert, padahal saya ngasih harapan ke kamu tapi kamu kok ngga bener yah bikin laporan" kesal pembimbing Robert
"Maaf pak saya sedang banyak pikiran" Robert menundukkan kepalanya
Dokter itu menghela nafasnya, "Udah lah, saya kasih kamu kesempatan kalo ini gagal terpaksa kamu ganti pembimbing baru"
"Baik pak saya akan usahakan" balas Robert
Robert kembali ke ruangannya dan mencoba fokus untuk studinya. Dan Erine juga fokus untuk mengembangkan kemampuan selepas senbatsu sebelumnya, dia tampak berusaha keras untuk memenuhi ekspektasi fansnya apalagi dirinya masuk ke senbatsu yang banyak fans akan menaruh perhatian padanya.
*
Beberapa tahun kemudian, setelah 7 tahun menjadi idol terasa untuk Erine dia memutuskan untuk lulus dari idol tersebut karena itu adalah keputusan yang tepat apalagi dengan regenerasi member yang cukup pesat dan banyak bakat yang dimiliki oleh member-member baru dapat menggantikan dirinya.
"Saya Catherina Vallencia mengumumkan untuk lulus dari JKT48" ujar Erine mengumumkan kelulusannya
Semua nampak tak terkejut namun bertepuk memberikan semangat padanya karena fans mengerti karena Erine telah banyak jasanya dan juga perjuangannya telah cukup di dunia idol.
Bertepatan dengan itu, Robert angkat sumpah menjadi dokter umum. Rencana Erine akan memberikan kejutan pada Robert di apartemen yang telah mereka beli untuk kemudahan mereka.
Setelah selesai acara seremonial, Robert pulang menuju apartemennya dan terkejut dengan kehadiran Erine disana.

"Kakak" sapa Erine sembari berlari dan memeluk kekasihnya itu
"Ehh kamu udah pulang" balas Robert
"Kangen" lirih Erine mengeratkan pelukannya
"Ya Allah, setiap hari ketemu juga" Robert yang keheranan dengan tingkah gadis ini
Erine melonggarkan pelukannya, "Selamat yah kak udah jadi dokter"
"Sama-sama, tumben banget udah pulang" balas Robert
"Kak aku ngumumin Grad" ucap Erine mengapa dirinya telah sampai di apartemen mereka
"Loh kenapa?" Robert kebingungan
"Aku ngerasa udah cukup kak" jawab Erine yang merasa dirinya telah cukup untuk menjadi idol
"Yakin?"
"Iya kak, dan aku mau fokus ke hubungan kita" jawab Erine yang ingin membina hubungan mereka agar tak backstreet
"Ya sudah gpp, kakak dukung itu selama kamu bisa jalaninya yah" balas Robert memberikan semangat padanya
"Kak, besok ke rumah aku yuk" ajak Erine
"Lah ngapain?" Robert kebingungan
"Ketemu ortu aku" jawab Erine karena Erine belum menunjukkan Robert sebagai pasangannya
"Loh kok, kamu ada masalah?"
"Ngga kak, aku kan belum ngenalin kakak langsung ke ortu aku" ucap Erine
"Iya sih tapi besok banget?"
"Iya kak, mereka bisanya besok soalnya mereka atur jadwalnya susah" jawab Erine karena waktu mereka hanya sebentar
"Ya udah deh, pas kakak besok kosong" balas Robert
"Asikk makasih yah kak"
Akhirnya mereka menikmati waktu berdua mereka dengan menonton film dan memakan jajanan yang ada
*
Keesokan harinya mereka berdua berkunjung ke rumah Erine, tampak rumahnya cukup besar dan membuat Robert minder akan itu tetapi dia diberi semangat oleh Erine agar dia tetap siap untuk menghadapi kedua orangtua Erine.
"Assalamualaikum" salam Erine
"Walaikumsalam, ehh anak ayah udah pulang" balas ayah Erine setelah membuka pintu dan melihat anaknya kembali ke rumah
"Iya yah, ehh kenalin yah" ucap Erine sembari menarik Robert
"Ini nak Robert yah?" Dugaan ayahnya
"Iya om, saya Robert" jawab Robert sembari menyalami ayah Erine
"Kok om sih nak, ayah aja gpp"
"Hehehe maaf om eh yah"
"Ya sudah masuk yuk" ayah Erine mempersilahkan Robert masuk
"Jadi ini nak Robert yah?" Tanya ibu Erine melihat kehadiran Robert di rumah mereka
"Iya Bu, ehh iya nak Robert kamu kerjanya apa?" Tanya ibunya
"Saya baru angkat sumpah dokter umum yah tan" jawab Robert tentang pekerjaannya
"Kok yah?" Ibu Erine terkejut
"Tadi ayah yang minta" jawab ayah Erine
"Kebiasaan" ibu Erine menepuk paha suaminya
"Terus gimana?" Tanya ayah Erine
"Saya mendapatkan tawaran sama dosen saya untuk masuk ke salah satu RS kenalan dosen saya yah" jawab Robert tentang keberlanjutannya
"Ohh gitu, ya sudah semangat yah" ucap ibu Erine
Nampak Erine telah kembali dari kamarnya mengganti pakaiannya menjadi lebih santai, "Ayah sama bunda tanya apa aja ke kakak?"

"Ngga kok cuman tanya kerjaan aja" jawab ayah Erine
"Ehh iya yah bund aku mau ngomong sesuatu ke kalian" ucap Erine sembari memegang tangan Robert
"Ada apa nak?"
"Aku mau nikah"
Sontak mereka berdua terkejut sekaligus Robert yang belum diberikan aba-aba oleh Erine. "Nikah? Sama nak Robert?"
Dengan mantap Erine menganggukkan kepalanya, "Iya yah"
"Yakin kamu nak?"
"Yakin yah"
"Nak Robert?" Tanya ayah Erine pada Robert
Dengan gugup Robert menjawab, "Saya yakin yah"
"Baiklah kalo gitu, kita ketemuan dulu sama kedua ortu kamu dulu yah" ucap ayah Erine untuk kelanjutannya
"Baik yah"
"Ya sudah nanti ayah kasih kabar nanti kamu kabarin ke mereka"
"Baik yah"
Mereka berdua meninggalkan Robert dan Erine disana. "Kok kamu ngga bilang kalo mau lamar de?"
"Kakak suka gitu jadi aku langsung eksekusi dulu" kesal Erine yang menunggu Robert mengucapkan lamaran pada kedua orangtua Erine
"Hadehh kamu yah de, untung aja kakak bisa jawabnya" Robert menyubit hidung Erine
Erine terkekeh, "Hehehe maaf kak, berarti kita sekarang..."
"Udah, kita berangkat?" Ucap Robert yang merasa Erine telah siap
"Yuk kak"
Akhirnya mereka meninggalkan rumah Erine dan mengelilingi kota.

*
Setelah pertemuan kedua orangtua kedua belah pihak akhirnya mereka memutuskan untuk merestui hubungan Robert dan Erine dan melanjutkan ke jenjang pernikahan namun untuk tanggal diputuskan oleh Erine karena setelah pertunjukan terakhirnya akan menjadi idol terakhir.
"Kakak nonton?" Tanya Erine
"Insyaallah yah" jawab Robert
"Beneran loh kak" balas Erine merasa Robert sedikit berbohong
"Kakak ngga janji, kan kakak shift pagi" ucap Robert membuatnya tak berjanji
"Awas yah"
"Iya de iya"
Akhirnya Erine turun dari mobil dan melangkah menuju theater, nampak fans yang sedang menunggu pertunjukan terakhirnya dan para member juga memberikan semangat untuk terakhir kalinya Erine menjadi idol. Robert yang telah memarkirkan mobilnya langsung menuju lantai tempat pertunjukan berlangsung dan tentunya menggunakan masker agar menutupi identitasnya.
Akhirnya pertunjukan dimulai dengan beberapa member tampil dan juga Erine yang ikut dalam lagi tersebut, selama musik masih berjalan Erine sesekali mencari seseorang dan Robert berusaha untuk menutupi dirinya agar tak diketahui oleh Erine. Dan bertepatan dengan jeda antar musik, para member memberikan kesan dan pesan pada Erine kemudian dibalas oleh Erine dengan mata berkaca-kaca. Robert yang melihat itupun ikut merasakan terharunya Erine selama menjadi idol.

Dan bertepatan dengan itu tatapan mereka bertemu dan Erine tampak senang dengan kehadiran Robert disana. Beberapa jam kemudian akhirnya lagu tersebut untuk mengiringi kelulusan Erine dan nampak beberapa member tak kuasa menahan airmatanya lagi dan juga para penonton termasuk Robert.
Pada akhir acara Erine melepaskan bingkai fotonya untuk simbolis jika dirinya telah lulus dari dunia peridolannya dan menjadi gadis biasa yang akan dipinang oleh Robert.
Setelah semua rangkaian acara selesai, mereka berdua bertemu. "Kakak jahat, aku kira ngga jadi Dateng"
"Jadi lah, kan itu pertunjukan terakhir kamu de" balas Robert merasa dia turut hadir menyaksikan kekasihnya terakhir kali menjadi idol
"Berarti kerjaan kakak?" Tanya Erine dengan kehadirannya
"Aman kok, kakak shift malam" jawab Robert jadwal sebenarnya
"Yahh"
"Gpp de kan kamu bisa habisin waktu sekarang" ucap Robert
"Beneran yah"
"Iya adikku tersayang"
"Asik makasih yah kak"
Setelah itu mereka melangkah untuk mengelilingi kota sembari menghabiskan waktu sebelum Robert bekerja kembali.
*
Akhirnya waktu tiba, robert telah siap dengan pakaian adatnya serta begitupun Erine yang nampak begitu cantik dan memukau.
"Silahkan bapak Robert" ucap penghulu pada Robert
Kemudian Robert berjabat tangan pada ayah Erine, "Saya nikahkan dan kawinkan engkau Robert Caniago bin Abdul Aziz dengan anak saya yang bernama Catherina Vallencia binti Jusuf Salomon dengan mas kawin berupa emas seberat 48 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai"
"Saya nikahkan dan kawinkan Catherina Vallencia binti Jusuf Salomon dengan mas kawin tersebut dibayar tunai" ujar Robert mengucapkan kalimat ijab kabul
"Sah para saksi?" Tanya penghulu
"SAH!!!" Ujar serentak para saksi dan tamu
"Alhamdulillah silahkan mempelai wanita untuk hadir bersama suami" ucap penghulu untuk Erine memasuki ruangan
Nampak Erine dengan langkah anggunnya menghampiri Robert yang masih mengagumi kecantikan Erine sampai pada saat dia telah disisinya masih terpana.
"Kak" panggil Erine yang melihat suaminya itu melamun
Seketika Robert tersadar, "Ehh iya"
"Kenapa kak sampe bengong gitu?" Tanya Erine
"Kamu cantik banget de" jawab Robert yang masih terpana dengan kecantikan Erine
Kekeh Erine, "Kakak mah, kakak juga ganteng"
Akhirnya mereka melangsungkan pernikahan dengan baik dan lancar dan begitulah perjalanan Robert dipertemukan dengan Erine yang penuh kejutan.
Azizi Shafa Asadel adalah seorang gadis yang berprofesi sebagai aktor. Dia sangat terkenal, apalagi dengan ayahnya yang juga merupakan aktor dan pembawa acara terkenal, Pak Asadel. Namun, Azizi tidak pernah merasa puas dengan pencapaiannya. Dia merasa bahwa semua itu hanyalah hasil bawaan dari ayahnya, bukan dari dirinya sendiri. Dia juga sering mendapat tawaran untuk bermain film atau iklan dengan mengatasnamakan dirinya sebagai anak Pak Asadel, bukan sebagai Azizi Shafa Asadel.
Azizi ingin membuktikan bahwa dia bisa menjadi aktor yang hebat tanpa bantuan ayahnya. Dia ingin menunjukkan kerja keras dan bakatnya sendiri, serta dihargai sebagai dirinya sendiri, bukan sebagai bayang-bayang ayahnya.
*
Suatu hari, dia mendapat telepon dari seorang produser yang mengaku tertarik dengan aktingnya. Produser itu mengajaknya untuk membintangi film terbarunya yang bergenre drama romantis. Azizi merasa senang dan penasaran dengan tawaran itu. Dia bertanya siapa nama produser itu dan apa judul filmnya.
"Namaku Revo Fidelano. Aku produser baru di industri ini. Filmku berjudul 'Cinta Pertama'. Kamu mau main di filmku?" jawab produser itu dengan suara ramah.
Azizi terkejut mendengar nama Revo Fidelano. Dia merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya, tapi dia tidak bisa mengingat di mana. Dia juga tertarik dengan judul film 'Cinta Pertama'. Dia ingin tahu seperti apa ceritanya.
"Apa alur ceritanya?" tanya Azizi.
"Alurnya sederhana saja. Ini tentang seorang pria yang mencintai seorang wanita sejak kecil, tapi dia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Mereka berpisah saat lulus sekolah dasar dan bertemu lagi saat dewasa. Pria itu menjadi produser film dan wanita itu menjadi aktor. Mereka bekerja sama untuk membuat film yang menceritakan kisah cinta mereka yang tak terlupakan." jelas Revo.
Azizi merasa tertarik dengan alur cerita itu. Dia merasa ada sesuatu yang familiar dengan cerita itu, tapi dia tidak tahu apa. Dia juga penasaran dengan karakter wanita yang akan dia perankan.
"Aku mau main di filmmu. Siapa nama karakter wanitanya?" tanya Azizi.
"Namanya Shafa. Kamu cocok banget untuk memerankannya." jawab Revo.
Azizi tersenyum mendengar nama Shafa. Itu adalah nama tengahnya yang jarang dipakai orang lain. Dia merasa ada hubungan khusus antara dirinya dan karakter Shafa.
"Baiklah, aku setuju untuk main di filmmu. Kapan kita mulai syuting?" tanya Azizi.
"Besok kita mulai syuting di lokasi pertama. Aku akan kirim jadwal dan skripnya ke emailmu. Sampai jumpa besok, Shafa." ucap Revo.
"Oke, sampai jumpa besok, Revo." balas Azizi.
Azizi memutuskan sambungan telepon dan merasa gembira. Dia berharap film ini bisa menjadi titik balik dalam karirnya sebagai aktor. Dia juga ingin segera bertemu dengan Revo dan melihat wajahnya secara langsung.
*
Revo Fidelano adalah seorang pria yang bercita-cita menjadi produser film sejak kecil. Dia sangat menyukai dunia perfilman dan bermimpi untuk membuat film-film yang bagus dan menyentuh hati orang banyak. Namun, ada satu hal yang lebih penting daripada cita-citanya itu, yaitu cintanya kepada Azizi Shafa Asadel.
Revo sudah mencintai Azizi sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Mereka satu kelas dan sering bermain bersama. Revo selalu terpesona dengan senyum manis dan mata indah Azizi. Dia juga kagum dengan bakat akting Azizi yang sudah terlihat sejak kecil.
Revo ingin mengungkapkan perasaannya kepada Azizi, tapi dia tidak pernah berani melakukannya. Dia takut ditolak atau dianggap aneh oleh Azizi. Dia hanya bisa menyimpan rasa cintanya dalam hati dan berharap suatu hari nanti mereka bisa bersama.
Namun, harapan itu pupus saat mereka lulus sekolah dasar dan berpisah jalan. Revo pindah ke Jakarta bersama orang tuanya yang mendapat pekerjaan baru di sana. Azizi tetap tinggal di kota asal mereka bersama ayahnya yang sudah menjadi aktor terkenal saat itu.
Revo merasa sedih dan kehilangan saat harus meninggalkan Azizi. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan mencari Azizi lagi saat dia sudah sukses menjadi produser film. Dia ingin membuat film yang menceritakan kisah cinta mereka yang tak terlupakan.
Revo bekerja keras untuk mewujudkan cita-citanya menjadi produser film. Dia kuliah di jurusan perfilman di salah satu universitas ternama di Jakarta dan lulus dengan predikat cum laude . Dia magang di beberapa rumah produksi film dan belajar banyak dari para produser senior.
Revo juga tidak pernah melupakan Azizi selama masa kuliah dan karirnya. Dia selalu mengikuti perkembangan karir Azizi sebagai aktor melalui media sosial dan televisi. Dia bangga melihat Azizi menjadi aktor yang terkenal dan dicintai banyak orang.
Revo juga selalu mencari kesempatan untuk bertemu dengan Azizi secara langsung, tapi dia tidak pernah berhasil melakukannya. Setiap kali ada acara atau festival film yang melibatkan Azizi, Revo selalu datang sebagai penonton atau peserta, tapi dia tidak pernah bisa mendekati atau menyapa Azizi karena kerumunan orang atau pengawal pribadi Azizi.
Revo merasa frustasi dengan situasi ini. Dia ingin sekali bicara dengan Azizi dan mengungkapkan perasaannya setelah sekian lama berpisah. Dia ingin tahu apakah Azizi masih ingat dengannya atau tidak. Dia ingin tahu apakah Azizi masih memiliki perasaan padanya atau tidak.
Revo memutuskan untuk mengambil langkah besar dalam hidupnya. Dia memutuskan untuk membuat film pertamanya sebagai produser mandiri dengan modal hasil tabungannya selama ini. Dia memutuskan untuk membuat film yang menceritakan kisah cinta pertamanya dengan Azizi.
Revo menulis skrip filmnya sendiri dengan bantuan beberapa temannya yang ahli di bidang penulisan naskah dan penyutradaraan film. Revo memberi judul filmnya 'Cinta Pertama' dan menentukan genre filmnya adalah drama romantis.
Revo kemudian mencari aktor-aktor yang cocok untuk memerankan karakter-karakter dalam filmnya. Dia sudah tahu siapa yang akan dia pilih untuk memerankan karakter pria yang mencintai Azizi sejak kecil, yaitu dirinya sendiri. Revo berani mengambil risiko untuk menjadi aktor sekaligus produser dalam filmnya. Dia merasa bahwa hanya dia yang bisa menggambarkan perasaannya kepada Azizi dengan sebenar-benarnya.
Untuk karakter wanita yang diperankan oleh Azizi, Revo tidak perlu mencari lagi. Dia langsung menghubungi Azizi melalui nomor telepon yang dia dapatkan dari salah satu temannya yang bekerja di rumah produksi film tempat Azizi bernaung. Revo mengajak Azizi untuk membintangi filmnya dengan alasan bahwa dia tertarik dengan akting Azizi dan ingin bekerja sama dengannya.
Azizi menerima tawaran Revo tanpa ragu. Dia merasa senang dan penasaran dengan film yang akan dibuat oleh Revo. Dia juga merasa ada sesuatu yang familiar dengan nama Revo, tapi dia tidak bisa mengingatnya. Dia juga tertarik dengan judul film 'Cinta Pertama' dan ingin tahu seperti apa ceritanya.
Revo menjelaskan alur cerita filmnya kepada Azizi melalui telepon. Dia mengatakan bahwa filmnya tentang seorang pria yang mencintai seorang wanita sejak kecil, tapi dia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Mereka berpisah saat lulus sekolah dasar dan bertemu lagi saat dewasa. Pria itu menjadi produser film dan wanita itu menjadi aktor. Mereka bekerja sama untuk membuat film yang menceritakan kisah cinta mereka yang tak terlupakan.
Azizi merasa tertarik dengan alur cerita itu. Dia merasa ada sesuatu yang familiar dengan cerita itu, tapi dia tidak tahu apa. Dia juga penasaran dengan karakter wanita yang akan dia perankan.
Revo memberitahu Azizi bahwa nama karakter wanitanya adalah Shafa, yaitu nama tengah Azizi yang jarang dipakai orang lain. Revo mengatakan bahwa dia memilih nama itu karena dia merasa bahwa nama itu sangat cocok untuk karakter wanitanya yang cantik dan berbakat.
Azizi tersenyum mendengar nama Shafa. Dia merasa ada hubungan khusus antara dirinya dan karakter Shafa. Dia juga merasa senang karena Revo menghargai dirinya sebagai aktor, bukan sebagai anak Pak Asadel.
Azizi setuju untuk memerankan karakter Shafa dalam film 'Cinta Pertama'. Revo merasa lega dan bahagia karena berhasil mendapatkan Azizi sebagai bintang filmnya. Revo berjanji akan mengirimkan jadwal dan skrip filmnya ke email Azizi dan mengajaknya untuk mulai syuting besok di lokasi pertama.
Azizi menyetujui rencana Revo dan berharap film ini bisa menjadi titik balik dalam karirnya sebagai aktor. Dia juga ingin segera bertemu dengan Revo dan melihat wajahnya secara langsung.
*
Besok pagi, Azizi datang ke lokasi syuting film 'Cinta Pertama' yang berada di sebuah taman kota. Dia membawa tas ransel berisi pakaian ganti dan perlengkapan make up. Dia melihat banyak orang yang sibuk mempersiapkan peralatan syuting seperti kamera, lampu, mikrofon, dan lain-lain.
Azizi mencari-cari sosok Revo di antara kerumunan orang itu, tapi dia tidak menemukannya. Dia bertanya kepada salah satu kru film tentang keberadaan Revo.
"Maaf, Mbak Azizi. Pak Revo belum datang. Katanya dia masih di jalan." jawab kru film itu.
"Oh, begitu. Terima kasih." ucap Azizi.
Azizi memutuskan untuk menunggu Revo di sebuah bangku taman yang kosong. Dia duduk di sana sambil membaca skrip film 'Cinta Pertama' yang sudah dia pelajari semalam.
Skrip film itu menceritakan tentang pertemuan pertama antara Shafa dan Revo saat mereka masih duduk di kelas 6 SD. Mereka bertemu di taman kota ini saat sedang bermain layang-layang bersama teman-teman mereka. Mereka saling tertarik satu sama lain dan mulai berkenalan.
Azizi terhanyut dalam membaca skrip film itu. Dia merasakan emosi yang dialami oleh Shafa saat bertemu dengan Revo untuk pertama kalinya. Dia merasakan degupan jantung Shafa yang berdetak lebih cepat saat melihat senyum manis dan mata indah Revo. Dia merasakan getaran Shafa yang gemetar saat menyentuh tangan Revo untuk pertama kalinya.
Azizi tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengamati dirinya dari kejauhan. Orang itu adalah Revo Fidelano. Revo baru saja tiba di lokasi syuting setelah terjebak macet di jalan. Dia langsung mencari Azizi di antara kerumunan orang itu, tapi dia tidak menemukannya. Dia bertanya kepada salah satu kru film tentang keberadaan Azizi.
"Pak Revo, Mbak Azizi ada di sana." jawab kru film itu sambil menunjuk ke arah bangku taman yang kosong.
Revo menoleh ke arah bangku taman itu dan melihat sosok Azizi yang sedang duduk di sana sambil membaca skrip film 'Cinta Pertama'. Revo terpaku melihat wajah Azizi yang masih sama cantiknya seperti dulu.
Revo merasakan perasaan aneh dalam hatinya saat melihat Azizi lagi setelah sekian lama berpisah. Dia merasakan campuran antara rindu, senang, gugup, dan takut.
Revo mengambil napas dalam-dalam dan mengumpulkan keberaniannya. Dia berjalan perlahan menuju bangku taman tempat Azizi duduk. Dia ingin menyapa Azizi dan memperkenalkan dirinya secara langsung. Dia ingin melihat reaksi Azizi saat mengetahui bahwa dia adalah Revo Fidelano, teman masa kecilnya yang sudah lama hilang.
Revo sampai di depan bangku taman itu dan berdiri di samping Azizi. Dia melihat Azizi yang masih asyik membaca skrip filmnya. Dia tersenyum dan membuka mulutnya untuk berbicara.
"Halo, Shafa." ucap Revo dengan suara lembut.
Azizi terkejut mendengar suara Revo yang menyapanya dengan nama Shafa. Dia mengangkat kepalanya dari skrip filmnya dan melihat wajah Revo yang berdiri di sampingnya. Dia terbelalak melihat wajah Revo yang sangat familiar baginya.
"Re...Revo?" ucap Azizi dengan suara terbata-bata.
Revo mengangguk dan tersenyum. Dia melihat mata Azizi yang membesar dan mulutnya yang menganga. Dia merasa senang karena Azizi masih ingat dengannya.

"Ya, aku Revo. Revo Fidelano. Produser sekaligus aktor dalam film 'Cinta Pertama'. Senang bertemu lagi denganmu, Shafa." ucap Revo dengan suara gembira.
Azizi tidak bisa berkata-kata. Dia merasa bingung dan kaget dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui. Dia tidak percaya bahwa Revo Fidelano yang mengajaknya untuk membintangi film 'Cinta Pertama' adalah Revo Fidelano, teman masa kecilnya yang sudah lama hilang.
Azizi merasakan perasaan aneh dalam hatinya saat melihat Revo lagi setelah sekian lama berpisah. Dia merasakan campuran antara senang, kaget, gugup, dan bingung.
Azizi menatap wajah Revo yang masih sama tampannya seperti dulu. Dia melihat senyum manis dan mata indah Revo yang selalu membuat hatinya berdebar-debar. Dia melihat tangan Revo yang masih hangat dan lembut saat menyentuh tangannya untuk pertama kalinya.
Azizi menyadari bahwa dia masih memiliki perasaan pada Revo. Perasaan yang sudah tertanam sejak mereka masih kecil. Perasaan yang tidak pernah hilang meskipun mereka berpisah jauh.
Azizi tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Revo yang memanggil namanya.
"Shafa? Apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat pucat." tanya Revo dengan suara khawatir.
Azizi menggeleng dan mencoba tersenyum. Dia berusaha menenangkan dirinya dan menyembunyikan perasaannya.
"Aku baik-baik saja, Revo. Aku hanya kaget saja." jawab Azizi dengan suara pelan.
Revo mengerti bahwa Azizi pasti kaget dengan kehadirannya. Dia juga merasa bersalah karena tidak memberitahu Azizi sejak awal bahwa dia adalah teman masa kecilnya. Dia ingin menjelaskan semuanya kepada Azizi dan mengungkapkan perasaannya setelah sekian lama berpisah.
Revo duduk di samping Azizi di bangku taman itu. Dia memegang tangan Azizi dengan lembut dan menatap matanya dengan penuh cinta.
"Shafa, aku minta maaf karena tidak memberitahu kamu sejak awal bahwa aku adalah Revo Fidelano, teman masa kecilmu yang sudah lama hilang. Aku punya alasan kenapa aku melakukan ini." ucap Revo dengan suara serius.
Azizi menatap mata Revo dengan penuh rasa ingin tahu. Dia ingin mendengar alasan Revo kenapa dia melakukan ini.
"Alasan apa?" tanya Azizi dengan suara lembut.
Revo menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan keberaniannya. Dia ingin mengungkapkan semuanya kepada Azizi dan berharap Azizi bisa menerimanya.
"Alasan aku adalah karena aku mencintaimu, Shafa. Aku sudah mencintaimu sejak kita masih kecil. Aku tidak pernah berani mengatakan perasaanku padamu karena aku takut kamu akan menolakku atau menganggapku aneh. Aku hanya bisa menyimpan rasa cintaku dalam hati dan berharap suatu hari nanti kita bisa bersama." ucap Revo dengan suara tegas.
Azizi terkejut mendengar pengakuan Revo. Dia tidak menyangka bahwa Revo memiliki perasaan yang sama dengannya. Dia merasa bahagia dan haru mendengar kata-kata Revo yang penuh dengan cinta.
"Aku membuat film 'Cinta Pertama' ini untuk menceritakan kisah cinta kita yang tak terlupakan. Aku ingin membuat film ini sebagai hadiah untukmu dan sebagai cara untuk mengungkapkan perasaanku padamu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu mencintaimu dan tidak pernah melupakanmu." lanjut Revo dengan suara lirih.
Azizi terharu serta meneteskan air matanya mendengar penjelasan Revo. Dia merasa tersentuh dengan niat baik Revo yang membuat film ini untuknya. Dia merasa beruntung memiliki Revo sebagai teman masa kecilnya yang sudah lama hilang.
"Aku juga mencintaimu, Revo. Aku juga sudah mencintaimu sejak kita masih kecil. Aku juga tidak pernah berani mengatakan perasaanku padamu karena aku takut kamu akan menjauhiku atau melupakanku. Aku juga hanya bisa menyimpan rasa cintaku dalam hati dan berharap suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi." balas Azizi dengan suara terisak.
Revo tersenyum dan menghapus air mata Azizi dengan jari-jarinya. Dia merasa lega dan bahagia karena Azizi juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Dia merasa bahwa mimpi-mimpinya akhirnya menjadi kenyataan.
"Aku senang sekali mendengar itu, Shafa. Aku tidak akan pernah menjauhimu atau melupakanmu lagi. Aku akan selalu mencintaimu dan menjagamu. Aku ingin kamu menjadi istriku dan ibu dari anak-anakku." ucap Revo dengan suara penuh harap.
Azizi tersipu dan mengangguk. Dia merasa bahwa Revo adalah jodohnya yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Dia ingin menjadi istri Revo dan ibu dari anak-anaknya.
"Aku mau menjadi istri dan ibumu, Revo. Aku ingin bersamamu selamanya." ucap Azizi dengan suara penuh cinta.
Revo memeluk Azizi erat-erat dan mencium keningnya dengan lembut. Dia merasa bahwa Azizi adalah anugerah terbesar dalam hidupnya. Dia ingin bersama Azizi selamanya.
"Aku cinta kamu, Shafa." ucap Revo dengan suara mesra.
"Aku juga cinta kamu, Revo." balas Azizi dengan suara manja.
Mereka berdua tersenyum dan berciuman dengan penuh kasih sayang. Mereka tidak peduli dengan orang-orang di sekitar mereka yang melihat mereka dengan heran atau iri. Mereka hanya peduli dengan satu sama lain.
Mereka berdua adalah pasangan yang sangat cocok dan bahagia. Mereka berdua adalah cinta pertama yang tak terlupakan.
*

Beberapa bulan kemudian, film 'Cinta Pertama' dirilis di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Film ini mendapat sambutan yang sangat baik dari penonton dan kritikus film. Film ini dianggap sebagai salah satu film drama romantis terbaik yang pernah dibuat di Indonesia.
Film ini juga menjadi titik balik dalam karir Azizi sebagai aktor. Azizi mendapat banyak pujian atas aktingnya yang natural dan menyentuh hati penonton. Azizi juga mendapat banyak tawaran untuk bermain film atau iklan dengan mengatasnamakan dirinya sebagai Azizi Shafa Asadel, bukan lagi sebagai anak Pak Asadel.
Azizi merasa puas dan bangga dengan pencapaiannya. Dia merasa bahwa dia sudah membuktikan bahwa dia bisa menjadi aktor yang hebat serta dia sudah dihargai sebagai dirinya sendiri, bukan sebagai bayang-bayang ayahnya.
Azizi juga merasa bahagia karena dia sudah menikah dengan Revo Fidelano, produser sekaligus aktor dalam film 'Cinta Pertama'. Mereka menikah dengan cara Islami sesuai dengan keinginan mereka berdua. Mereka juga sudah memiliki seorang anak laki-laki yang lucu dan sehat.
Azizi merasa bahwa dia adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini. Dia memiliki suami yang mencintainya dan anak yang menyayanginya. Dia memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia.
Azizi juga masih berteman baik dengan ayahnya, Pak Asadel, yang sudah menerima hubungan dan pernikahan mereka berdua. Pak Asadel merasa senang melihat putrinya bahagia bersama suaminya. Pak Asadel juga merasa bangga melihat putrinya sukses menjadi aktor yang hebat.
Azizi selalu bersyukur atas semua nikmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Dia selalu berdoa agar Tuhan selalu melindungi keluarganya dari segala marabahaya dan godaan dunia.
Azizi selalu mengingat bahwa semua ini berawal dari cinta pertamanya kepada Revo Fidelano, teman masa kecilmu yang sudah lama hilang.
Cinta pertama yang tak terlupakan.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!