Bab 4
Mau tak mau Clarissa mengangkat kepalanya dan tanpa menatap langsung ke wajah Brian, ia menyambut uluran tangan Brian. Hebat ini anak, pikirnya. Bisa bersikap sedemikian rupa di depan orang lain, seolah-olah tadi tidak ada kejadian apa-apa di antara mereka berdua. Seolah mereka belum pernah saling bertegur-sapa. Orang seperti ini pastilah amat licik, pikirnya. Apalagi Brian sudah membuat Violetta berselisih dengan Josh dan Ted demi untuk membelanya. Barusan sehari saja Violetta mengenal Brian, sudah berubah sedemikian rupa. Berusaha membelanya, dan menyalahkan Josh dan Ted yang sudah menjadi teman sekelompoknya selama bertahun-tahun.
“Masalahmu dengan mereka tadi sudah selesai?” tanya Richie sambil melahap makanannya.
“Dengan teman-temannya Violetta?” Brian bertanya balik. Matanya menatap Clarissa yang sedang berusaha menghabiskan makanannya.
“Iya, kudengar dari Violetta tadi, mereka bernama Josh dan Ted, adalah teman-teman baiknya selama ini. Tapi ia tidak menyesal walaupun demi membelamu sudah memarahi teman-temannya sendiri. Apa kau merasa bangga?”
Brian mencibir. “Teman baik apaan? Lebih tepat dikatakan, pecundang yang gagal mendapatkan cinta!” ucap Brian seenaknya.
Clarissa menggigit bibir mendengar ucapan Brian yang meremehkan itu. Kepalanya terasa dipenuhi amarah yang hendak meledak. Orang baru ini sombong sekali, pikirnya. Tapi Clarissa masih berusaha menahan emosi.
“Sebaiknya kamu jangan dekat-dekat dengan Violetta, Brian,” saran Richie. “Karena aku merasa akan banyak musuhmu nanti. Josh dan Ted baru saja permulaan. Banyak lagi yang suka padanya.”
“Apa kau merasa aku yang mendekatinya? Bukannya sebaliknya?” Brian mengingatkan. “Aku juga tidak suka dikejar terus.”
Clarissa sudah menghabiskan sisa makanannya. Sekarang emosinya benar-benar tidak bisa lagi dibendung. Ia mengangkat kepalanya dan matanya menatap Brian sebal. “Kusarankan, kau segera menjauhi adikku, Brian! Teman-teman lelaki adikku sudah terlalu banyak, kamu hanya membuat semak saja. Kalau mereka mendengar kata-katamu barusan, bisa-bisa nanti kau dikeroyok!”
“Akh, begitu parahnya?” Brian bereaksi tak percaya, namun bibirnya menyungging seulas senyum remeh.
“Clarissa bermaksud baik padamu, Brian,” nasehat Richie. “Lihat saja, aku duduk dengan Clarissa tidak ada masalah apa-apa. Atau begini saja, kita tukaran tempat duduk. Kau duduk di depan dengan Clarissa, sedangkan aku pindah ke belakang, dekat dengan Violetta. Mereka juga tahu aku tidak akan mengusik Violetta, jadi tidak akan ada masalah bukan?”
“Aku tidak mau duduk dengannya!” jari tangan Clarissa menunjuk hidung Brian.
“Lihat, dia takut padaku,” Brian mengangkat bahu, seolah tak berdaya menjalankan saran Richie.
“Aku tidak takut padamu!” Clarissa tiba-tiba bangkit dari duduknya. Matanya menatap Brian tajam. “Aku cuma tidak suka melihat sikapmu yang sok! Masih banyak yang tidak kau ketahui, Brian. Dan yang terutama, aku tidak suka kalau kau meremehkan adikku terus! Violetta adalah adikku satu-satunya yang tiada cacadnya, kalau kau bicara yang tidak-tidak lagi tentangnya, aku pasti akan membuat perhitungan denganmu!”
Setelah berkata demikian, Clarissa membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi meninggalkan mereka.
“Kenapa sih, Brian, kau tidak bisa bersikap lebih manis pada orang?” Richie menyesali sikap Brian, sambil memandang kepergian Clarissa. “Sekarang kau malah membuatnya marah.” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Violetta datang dengan sepiring makanan dan segelas minuman di tangan. “Waduh, sori ya, lama nunggunya. Banyak yang antri tadi. Ini Brian, makanan yang kaupesan. Sekalian kusuruh buatkan segelas susu hangat untukmu...”
“Aku tidak ingin lagi makan,” Brian berkata begitu lalu bangkit dari duduknya. Dengan wajah jengkel karena dimarahi Clarissa tadi, ia berjalan pergi meninggalkan Richie dan Violetta yang dibuat bingung oleh tingkahnya.
“Sini..., makanannya buat aku saja,” melihat kebingungan Violetta, Richie cepat-cepat mengambil alih piring dan gelas yang ada di tangannya, lalu ia berpura-pura melahapnya dengan lapar, padahal perutnya sudah terasa kenyang.
“Apa yang terjadi?” tanya Violetta heran. “Mengapa Brian pergi begitu saja?” Ia mengernyitkan alis. “Mana Clarissa?” tanyanya setelah melihat tempat yang diduduki Clarissa tadi sudah kosong.
Richie tak menjawab, seolah tak menghiraukan pertanyaan Violetta karena asyik dengan makanannya.
“Richie...!” sentak Violetta. “Bilang padaku!” Ia mendorong piring Richie ke samping, sehingga Richie tidak bisa lagi makan.
“Aduh..., ck...,” Richie pura-pura bedecak. “Sudah biasalah Violetta, kakakku bersikap seperti itu...,” ia memandang Violetta yang berdiri dengan satu tangan berkacak pinggang.
“Kalau ia baik pada orang, itu baru patut dicurigai, paham?” Setelah berkata begitu, Richie mengambil kembali piringnya yang ada di samping lalu meneruskan makannnya. Makanan yang dengan susah payah diantri oleh gadis secantik Violetta, sayang kalau diboroskan, pikirnya.
Violetta menggigit bibirnya dan duduk di depan Richie. “Apa ia bertengkar dengan kakakku?” tanyanya curiga.
Sebenarnya Richie enggan mengiyakan, tapi melihat Violetta terus memandanginya dengan pandangan ingin tahu, mau tak mau Richie menganggukkan kepalanya. “Kakakmu tak senang karena kau membela Brian dan menyalahkan teman-temanmu sendiri. Aku setuju dengan Clarissa,” kata Richie. “Kau orangnya sangat baik, Violetta, tidak cocok dengan sifat kakakku yang suka meremehkan orang. Kalau bisa, sebaiknya kau jangan terlalu dekat dengannya, bisa-bisa nanti kau yang disakiti.”
“Kenapa kau menjelek-jelekkan kakakmu sendiri?” tegur Violetta. “Dia itu kakak kembarmu, Richie! Darah yang mengalir di tubuhnya adalah juga darahmu, dan tulang-tulang yang membentuk tubuh tinggi itu juga adalah tulang-tulang yang membentuk tubuhmu. Kalian sama persis! Kenapa kau tidak membelanya, malah mengatakan hal yang tidak-tidak tentangnya? Baru sekali ini aku melihat ada saudara kembar yang seperti kamu!” Violetta mengomeli Richie, lalu ia bangkit dan meninggalkan Richie yang terbengong.
Bersamaan dengan itu, lonceng pertanda usainya jam istirahat pun berbunyi. Para siswa yang sedang ada di kantin itu berbondong-bondong keluar untuk memasuki kelasnya masing-masing. Termasuk Richie.
Richie berjalan pergi sambil memikirkan kata-kata Violetta barusan. Benar, ia memang tidak pernah membela Brian, karena tidak ada satu pun dari tingkah laku Brian yang patut dipuji. Dari dulu, di mana pun dan kapan pun, Brian selalu mencari masalah. Ia lebih suka menambah musuh daripada mencari teman. Karena itu, di sekolah yang mana pun ia selalu tidak betah. Mereka tidak pernah bisa bertahan lama di sekolah yang satu dan berpindah-pindah terus karena Brian tidak cocok dengan orang. Richie merasa amat lelah karena terus mengikuti ke mana pun Brian pergi. Papa dan mama mereka tidak pernah ada di samping menemani, bahkan sejak mereka masih bayi.
Jadi Brian dan Richie tidak pernah merasakan bagaimana hangatnya kasih sayang orang tua. Cuma seorang ibu tua yang mereka panggil “Ma’am” saja yang telah mengasuh mereka sejak bayi, dan merawat mereka hingga kini.
Richie berjalan memasuki kelas dan duduk di samping Clarissa. Dilihatnya Brian juga sudah duduk di tempatnya semula, di barisan paling belakang, dekat dengan Violetta.
“Clarissa, aku mewakili Brian minta maaf padamu, karena sudah membuatmu marah,” kata Richie ketika duduk. Memang selalu begitu, Brian yang berbuat salah, dan Richie yang harus meminta maaf. Sedangkan Brian sendiri dirasakan Richie sejak kecil, tidak pernah mengucapkan kata “maaf.”
Clarissa menggeleng, “Tidak apa-apa, Richie. Aku tidak simpan di hati. Setelah memarahi Brian tadi, tiba-tiba saja hatiku terasa lega. Sekali-kali seharusnya bukan ia saja yang bisa mengerjai orang, tapi ia juga yang harus diberi pelajaran,” Clarissa tersenyum.
Richie dan Clarissa sama-sama terkekeh. Mereka saling menepukkan sebelah tangan. “Aku bekerja sama denganmu, untuk memberi pelajaran pada kakakku,” bisik Richie di samping telinga Clarissa, lalu mereka kembali lagi tertawa.
Brian yang duduk di belakang dan sedari tadi memperhatikan tingkah mereka dari jauh, mengepalkan tangannya dan menatap Clarissa dan Richie dengan sorot mata kesal. Hatinya terasa amat geram. “Awas kalian nanti!” bisiknya marah.
“Brian...,” panggilan Violetta yang duduk di dekatnya, membuat Brian menoleh ke samping dan mengangkat kepalanya sedikit, “Apa?” tanyanya lesu. Ia memang sedang malas melayani Violetta. Di hatinya sekarang cuma sedang memikirkan bagaimana caranya untuk membalas kata-kata Clarissa. Dari dulu, ia tidak pernah kalah dari orang. Ia boleh meremehkan orang, tapi orang lain tidak boleh meremehkannya, itulah prinsipnya.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
El_Tien
bagi sebagian orang kadang mudah bersikap biasa saja padahal sudah terjadi sesuatu sebelum nya
2022-03-22
1
Ana Yulia
like tertinggal, Brian Clarissa ❤️
2021-11-29
1
Mommy Gyo
2 like hadir thor semangat
2021-08-02
1