Ke esokan harinya.
Saat jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Seorang pria muda berusia dua puluh delapan tahunan dengan penampilan rapi berseragam supir, rambut klimis, sepatu hitam yang nampak mengkilap, nampak celingukan di bandara kota itu sambil sesekali menatap selembar foto di tangannya.
Sudah cukup lama ia berdiri di depan pintu kedatangan penumpang bandara itu. Namun hingga kini, sosok tuan muda yang ia cari belum juga nampak batang hidungnya.
"Ndi to kiiiihhhh (mana sih niiihhh)....." Keluh pria bernama Didi itu seorang diri. Ia sudah lelah. Sudah hampir satu jam ia berdiri di tempat itu. Menanti kedatangan dari cucu kesayangan majikannya yang katanya akan tiba di bandara hari ini.
Namun sayang, sepertinya sang majikan salah memberi informasi. Nyonya Sasmita, sang majikan, mengatakan bahwa pesawat yang ditumpangi cucunya akan tiba pukul dua siang. Namun ternyata setelah di cek di bandara, pesawat baru akan tiba pukul tiga sore. Itu artinya, Didi harus menunggu satu jam lamanya di sana. Daripada kembali pulang dengan tangan kosong. Didi malas bolak balik ke bandara. Ia pun memilih untuk menunggu sang tuan muda di tempat itu.
Pria kampung berpenampilan klimis itu nampak melongok ke arah jam tangannya. Dimana si cucu kesayangan Nyonya Sasmita itu? Kok belum muncul muncul juga. Padahal pesawat sudah landing beberapa saat yang lalu.
Laki laki itu kembali mengangkat kepalanya. Ia celingukan sambil mencari cari sosok pemuda tampan, cucu kesayangan majikannya itu. Hingga ....
Oh, itu dia! Seorang pemuda berparas kebarat-baratan dengan mata sleep eyes yang menjadi ciri khasnya.
Cocok! Sangat mirip dengan yang ada di foto. Itu pasti Tuan Muda Nathan William Carson. Cucu kesayangan Nyonya Sasmita.
Didi pun tak mau buang buang waktu. Dengan cepat ia pun bergegas mendekati Nathan yang nampak sibuk dengan ponselnya.
"Tuan Muda Nathan!" Ucap Didi membuat Nathan pun menghentikan langkah kakinya. Pemuda tampan yang tengah dalam misi lari dari masalah itu menoleh ke arah Didi. Bola matanya bergerak menatap penampilan pria kampung itu dari atas sampai bawah.
"Tuan Muda Nathan, kan? Cucunya Oma Sasmita?" Tanya Didi.
Nathan mengangkat dagunya angkuh, lalu mengangguk tanpa suara.
Didi tersenyum lebar. Ia nampak mengusap usapkan telapak tangannya ke baju seragamnya, kemudian mengulurkan nya ke arah Nathan seolah mengajak berjabat tangan.
"Perkenalkan! Saya Didi, Tuan! Saya yang ditugaskan Oma Sasmita untuk menjemput Tuan Muda!" Ucap pria itu antusias.
Nathan diam. Ia menatap angkuh telapak tangan yang nampak kasar itu kemudian mengangguk.
"Oke!" Jawabnya sembari melepaskan tas selempang yang sejak tadi bertengger di punggung nya. Ia bahkan tak memiliki niat untuk menjabat tangan pria yang sudah menunggunya sejak satu jam yang lalu tersebut.
Buuggghhh....
"Bawain tas gue!" Ucapnya sembari menjatuhkan ranselnya ke lantai. Sedangkan ia justru melenggang santai meninggalkan Didi disana.
Didi kaget. Dengan cepat ia menarik tangannya kemudian meraih tas ransel yang tak begitu berat itu.
"Dimana mobilnya?" Tanya Nathan sembari mengayunkan kakinya.
"Di sana, Tuan!" Jawab Didi yang kini susah payah menyusul langkah Nathan sembari menenteng tas ransel milik pria itu. Kedua anak manusia yang terpaut usia tak cukup banyak itu pun lantas pergi meninggalkan tempat tersebut.
.........
Sekitar dua puluh menit berselang. Mobil mewah berwarna hitam yang membawa Nathan William Carson itu tiba di halaman luas sebuah rumah megah bergaya Jawa klasik lengkap dengan sebuah pendopo beratap joglo di bagian depan rumah utama.
Didi yang mengemudikan mobil itu nampak turun dari kursinya. Ia setengah berlari mengitari kendaraan roda empat itu kemudian membukakan pintu untuk sang tuan muda yang baru saja tiba dari kota.
"Nathan!! Cucu Oma!!" Suara itu terdengar lantang dan girang menyambut kedatangan pemuda tampan berparas bule itu. Dilihatnya di sana, Oma Sasmita, seorang wanita Jawa tulen berusia cukup sepuh nampak berdiri di pendopo luas itu dengan wajah riang gembira menyambut kedatangan cucu kesayangannya.
Ya, wajah Nathan memang sangat jauh berbeda dengan keluarga besar ibunya. Baik Justin maupun Nathan lebih banyak mewarisi paras sang ayah dibandingkan ibu mereka.
Nathan tersenyum mendengar sambutan riang dari sang Oma. Pemuda itu tersenyum bahagia. Ia kemudian setengah berlari mendekati wanita berusia enam puluh tahunan dengan rambut yang tersanggul rapi itu.
"Oma..." Ucap Nathan sembari meraih punggung tangan sang Oma dan menciumnya. Tak lupa, ia juga memberikan pelukan hangat untuk salah satu wanita yang paling ia sayangi di dunia setelah ibunya itu.
"Akhirnya kamu datang juga! Oma sudah kangen sekali sama kamu!" Ucap Sang Oma.
"Nathan juga kangen sama Oma!" Jawab pemuda itu.
Oma Sasmita tersenyum lembut. Tangannya tergerak mengusap-usap lembut lengan sang cucu.
"Kenapa sendiri kesini? Kenapa ndak ngajak mama sama kakakmu?" Tanya Oma.
Nathan tersenyum. "Justin sibuk, Oma. Mama juga. Mungkin kapan kapan mereka juga bakal nyusul ke sini," ucap Nathan.
"Nyusul? Berarti kamu lama di sini?" Tanya Oma dengan wajah penuh harap.
"Eeemmmm..." Nathan memasang wajah sok mikir. "Mungkin!"
Oma Sasmita tersenyum riang sambil menepukkan kedua telapak tangannya satu kali. "Aaaakkhh... Oma senang sekali! Oma jadi ada temannya kalau di rumah!"
Nathan terkekeh. "Emang biasanya Oma sendiri? Kan ada budhe?"
"Halah! Budhe mu itu sibuk sendiri! Lihat, sekarang saja jam segini dia sudah ndak ada di rumah. Sudah ngajar tari di sanggarnya itu. Oma itu kesepian! Selalu ditinggal pergi!" Ucap wanita sepuh tersebut.
Nathan terkekeh. Ia kemudian menggerakkan satu tangan kekarnya merangkul pundak wanita tersayangnya itu.
"Ya udah sekarang Nathan temenin! Kan sekarang udah ada aku," ucap laki-laki tampan tersebut.
Oma Sasmita tersenyum.
"Ya sudah. Sekarang lebih baik kita masuk dulu. Kamu pasti lapar, kan? Belum makan!" Tebak Oma. "Tadi Oma sudah nyuruh orang buat masakin masakan kesukaan kamu. Spesial buat cucu Oma!"
"Nyuruh orang?" Tanya Nathan sembari mengernyitkan dahinya. "Emang nggak ada pembantu?" Tanyanya.
"Ada! Tapi pembantu Oma lagi izin ndak masuk dulu beberapa hari. Salah satu calon keluarga nya baru saja meninggal. Makanya izin ndak masuk sampai seminggu ke depan," ucap si Oma.
Nathan hanya mengangguk paham.
"Ya sudah! Kita makan dulu! Nanti keburu dingin makanannya!" Ajak wanita sepuh itu.
Nathan hanya mengangguk. Keduanya lantas bergegas pergi meninggalkan tempat itu menuju meja makan untuk mengisi perut mereka bersama-sama. Tiba tiba....
Ting...
Ponsel di saku celana Nathan berbunyi. Pertanda ada pesan masuk ke dalam benda pipih kepunyaannya itu.
Nathan merogoh sakunya, lalu membuka ponsel tersebut. Sebuah pesan masuk dari Justin, sang kakak.
"Mobil lo ada di bengkel mana? Biar gue ambil!" Bunyi pesan itu.
Nathan menarik satu sudut bibirnya. Ia kemudian mulai mengetikkan pesan balasan.
"Udah gue jual!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Desyi Alawiyah
Aku ngga ninggalin kak 😢😢
2024-08-05
1
Desyi Alawiyah
emang bener" badung nih si Nathan, kok di jual, kan sayang banget yah 😑
2024-08-05
2
Radya Arynda
semangaaaat💪💪💪💪
2024-08-04
1