Seorang wanita berusia sekitar 40-an dengan rambut tergerai keriting, wajah ramah dan masih terlihat muda, tatapan lembut yang khawatir, itulah yang Mara lihat saat pertama kali membuka pintu kamarnya. Jika bukan karena situasi yang ia dengar dari sistem, Mara pasti akan langsung tertipu oleh wajah ramah ini.
"Bip—musuh terdeteksi."
"Mara? Apakah kamu baik-baik saja? Apa kamu sakit? Apa perlu Ibu panggilkan dokter?"
Mara takjub melihat kecemasannya yang sangat nyata. Padahal ia tahu pasti ini hanya akting. Tidak tahu saja bahwa sebelumnya dia kuliah jurusan akting dan paling mendalami peran.
Mara tersenyum. "Aku baik-baik saja."
Wanita itu tersenyum lega. "Syukurlah. Kalau begitu, ayo turun. Ayah dan Adikmu sudah menunggu di meja makan."
"Oke."
Keduanya berjalan dengan Mara di belakangnya yang mengobrol dengan sistem.
"Sistem, wanita ini sangat menakjubkan. Tidak heran Ayahku di dunia ini begitu terpesona dan dimanipulasi oleh wanita ini."
Sistem: "Apakah Anda cemburu? Segera ungkaplah topeng musuh. Perlihatkan wajah aslinya kepada Ayah Anda."
"Aku tidak cemburu! Aktingku lebih baik dari siapapun!"
Sistem: "Segera lawan musuh dengan akting Anda."
"Kamu tidak bisa diajak mengobrol! Sistem menyebalkan!"
"Mara? Apa yang kamu lakukan berdiri di sana? Jangan membuat masalah. Duduklah di samping Adikmu," ucap seorang pria dengan setelan hitam.
"Bip—musuh lain terdeteksi."
Yang dimaksud sistem adalah adiknya yang tersenyum polos di sana. Mara menatap satu persatu tiga orang asing yang duduk di meja makan besar itu. Ayah yang tegas dan mudah dimanipulasi, Ibu dan Adik tiri yang cantik dan baik hati.
Baiklah, mari kita mulai hidup di dunia aneh ini.
Selama makan, Mara bersikap pendiam di tiga pasang mata tiga orang itu. Yang anehnya adalah, sangat tumben dia mau ikut makan bersama. Biasanya Mara hanya mengurung diri dan keluar kamar hanya pada saat waktu sekolah.
Dia bukanlah Mara yang biasa, namun Mara lain yang tengah mendengar penjelasan sistem.
Sistem: "Ayah Anda bernama Wilson Anderson. Dia adalah seorang dokter dan sangat sibuk sehingga tidak mudah mengetahui wajah asli mereka. Ibu tiri Anda bernama Luri Mariana, dulunya hanya seorang janda miskin, bertemu dengan Wilson karena sebuah kecelakaan yang direncanakan Luri sendiri. Keduanya menikah pada usia Anda 15 tahun tepat sebulan setelah kematian Ibu Anda. Lalu Adik Anda bernama Melody Seliana, gadis ini telah mengambil semua milik Anda. Ambil kembali apa yang menjadi milik Anda!"
Mara tengah makan sembari menunduk, namun sebenarnya dia menyembunyikan tersenyum penuh arti sembari terus mendengar dari sistem situasi hidup sebelum ia menggantikan tubuh asli.
Mara menatap adik cantik polosnya di samping. Melody balik menatap dan tersenyum.
"Ada apa, kak? Apakah kakak membutuhkan sesuatu dariku?"
Sebelum Mara mengatakan sesuatu, Wilson menyela dengan wajah mengerutkan kening karena mengingat sesuatu."Mara, jangan ambil barang-barang Adikmu lagi. Kamu bisa memintanya langsung pada Ayah."
"Apa?" Mara berkedip polos. "Aku belum mengatakan apapun."
Melody buru-buru berkata dengan wajah tidak enak. "Tidak apa-apa, Ayah. Aku sangat senang berbagi barang dengan kakak."
Mara mengangguk setuju. "Itu benar, Ayah. Adikku sudah 'meminjam' banyak barang dariku sebelumnya, aku hanya ingin mengambilnya kembali."
Wilson menghentikan gerakannya. "Barang apa?"
Ekspresi Melody agak kaget dan panik. Kenapa orang ini menjadi banyak bicara? Apalagi mengungkit hal yang tak pernah ia kira takkan pernah diungkap. Ia merasa firasat tidak menyenangkan. Namun, sebelum ia menjawab, Mara lebih dulu berbicara.
"Akhir-akhir ini bajuku yang banyak di lemari hilang satu persatu. Aku selalu bingung karena tak pernah menemukannya. Setelah melihat Adikku yang memakai baju-baju yang hilang, aku sadar Adikku yang 'meminjam' nya."
"Itu—!" sentak Melody.
"Oh iya, beberapa sepatuku juga dipinjam Adikku. Sepertinya Melody sangat menyukai barang-barang milikku. Tapi tidak apa-apa. Aku akan memberikannya. Aku baik-baik saja dengan baju sedikit san hanya satu sepatu."
"Apa?" Wilson kebingungan karena tidak menduga Melody akan mengambil barang milik Mara tanpa meminta izin. Jadi yang ia lihat selama ini bukan Mara yang mengambil milik Melody, tapi memang mengambil kembali miliknya? Lalu apa tadi? Dia hanya memiliki satu sepatu?
Luri sendiri kaget dengan serangan tiba-tiba Mara. Namun, ia langsung paham situasi. Wajah tersenyumnya tidak pernah berubah dan segera menegur Melody dengan lembut. "Melody, lain kali kamu harus meminta izin kakakmu jika ingin meminjam sesuatu."
Tangan Melody gemetar dengan wajah sedikit pucat. Tak sekali pun ia diberi kesempatan untuk menyela apalagi menyangkal. Ia berusaha menyembunyikan kebenciannya "Aku—minta maaf ...."
"Apa? Aku tidak mendengarnya." Mara berpura-pura tidak mendengar, namun memang suaranya sangat kecil.
Melody menggertakkan gigi. Jal*ng ini!
Hatinya sangat benci, namun ekspresinya menyedihkan dan berkaca-kaca. "Aku minta maaf, Kak. Jangan menuduhku mencurinya. Aku hanya meminjam dan hari ini aku akan memberikan kembali semuanya."
"Tidak apa-apa. Tak perlu dikembalikan. Aku ikhlas memberikan semuanya pada Adikku. Tapi Ayah—" Pandangan Mara beralih pada Wilson dengan sedih. "Bisakah Ayah memberiku uang saku untuk membeli baju dan sepatu baru?"
"Apakah uang saku dari Ibumu tidak cukup?"
"Dari Ibu?" Mara memiringkan kepala menatap Luri heran seolah-seolah baru tahu jika dia memiliki uang saku di ibu tirinya. Lalu beralih pada Wilson. "Apakah Ayah menitipkan uang sakuku pada Ibu? Tapi Ibu tidak memberiku uang saku apapun."
"...apa?" Wilson menatap Luri tajam meminta penjelasan.
Dalam hatinya, Mara tertawa terbahak-bahak melihat wajah lembut Luri mulai retak.
Selama ia makan, ia terus mendengarkan situasi peran tubuh ini dari sistem sebelum ia yang menggantikannya sehingga Mara langsung memiliki strategi melawan mereka. Di sisi lain, ternyata tidak hanya hidup sang 'target' yang menderita, namun mendengar situasinya ternyata tubuh ini pun cukup menderita yang disebabkan dua medusa ini.
Luri sempat menatap Mara dengan firasat sangat buruk. Hatinya marah, namun dengan menyesuaikan ekspresi, dan segera menatap suaminya dengan wajah seolah dianiaya. "Sayang, aku tidak pernah melewatkan untuk tidak memberikan uang saku pada Mara setiap minggu. Mungkin Putriku ingin uang saku lebih untuk bersenang-senang setiap malam di luar."
"Bersenang-senang?" Kini giliran Mara yang ditatap Wilson dengan marah. "Apakah kamu selalu bermain di luar sampai malam selama Ayah jarang di rumah?"
Ekspresi Mara seolah syok dan menatap Luri berkaca-kaca dan tatapan terluka. "Ibu, kapan aku melakukan itu? Aku baik-baik saja tanpa uang saku darimu yang bahkan memang tidak Ibu berikan. Tapi jangan menuduhku hal yang buruk di depan Ayah. Aku memang selalu pulang malam, tapi apakah Ibu tau apa yang aku lakukan di luar sana? Apakah Ibu menuduhku bersenang-senang seperti gadis nakal? Setiap malam aku bekerja! Aku selalu merasa lelah setiap pulang sekolah bekerja karena Ibu tak memberiku uang saku, dan aku segan untuk meminta kepada Ayah. Aku harus berusaha untuk membeli barang baru karena semuanya Adikku pinjam."
Putrinya selalu memang selalu memberontak semenjak dia menikah dengan Luri, tapi Mara tak pernah menangis semenjak kematian ibu kandungnya. Saat ini, melihat Mara menangis lagi untuk sekian lamanya tanpa kebohongan dalam ucapannya, Wilson merasa hatinya sangat sakit dan marah karena tidak tahu apa-apa. Dia selalu mengira keluarganya baik-baik saja kecuali putrinya yang tak pernah berdamai dengan Ibu dan Adik tirinya, tapi Wilson tak menduga hal-hal ini terjadi tanpa sepengetahuannya. Lalu apa itu tadi? Putrinya bekerja di luar seolah-olah hidup miskin sebatang kara?
Karena tak bisa menahan amarahnya, ia memukul meja makan sehingga semua piring nyaris jatuh pecah .
"Luri! Katakan bahwa itu tidak benar!"
Wajah Luri memucat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments