Dengan lesu Daris berjalan di trotoar sambil menyeret travel bag. Tak dihiraukan bunyi klakson angkutan kota yang kejar setoran.
Daris tak mungkin kembali ke mansion untuk mengambil dompet yang ketinggalan. Pintu gerbang sudah tertutup rapat.
"Nanti dikirim lewat paket," kata Security. "Saya hanya menjalankan perintah."
Masa lalu sudah membuat Daris tercampakan. Tapi bahtera rumah tangga sudah seharusnya tidak dilanjutkan. Mereka berlayar dengan perahu yang salah.
Daris menyayangkan, mereka mestinya berpisah secara baik-baik. Sejak kebangkrutan ayahnya, ia selalu berlapang dada menerima perlakuan apapun dari orang lain. Ia hilang kemampuan untuk menyuarakan hatinya.
Kemampuan Daris terkuras untuk membangun kembali kehidupan keluarga. Ia berjualan soto mie untuk membiayai kuliah sampai lulus.
"Kau seharusnya mendapat gelar SSM," kata Rido saat wisuda. "Bukan SM."
"Swiss School of Management?"
"Sarjana Soto Mie."
Daris tidak meratapi perjalanan hidupnya yang terjun bebas, di mana ia biasa naik turun mobil mewah lalu naik turun mobil pick up belanja bahan soto mie.
Daris ingin menjadi pelindung yang kokoh bagi kedua adiknya. Ratapan hanyalah milik orang yang berputus asa.
Daris kehilangan selera untuk membina rumah tangga, padahal usia sudah cukup, hingga kemudian muncul perempuan dari masa lalu dan mengikat janji suci, untuk dihempaskan.
"Felicia benar-benar kelewatan," keluh Daris. "Ia melampiaskan kebodohan cintanya kepadaku."
Tapi Daris tidak dendam dan benci. Perasaan itu hanya membuat hatinya makin terpuruk dan sulit bangkit kembali.
Ayahnya terkurung dalam lingkaran dendam, ia memenjarakan istri muda yang memperdaya dirinya. Lalu apa yang didapat? Dua-duanya terjatuh.
Kemudian ayah pergi selamanya mewariskan penderitaan untuk anak dan istri.
Daris menjadikan sejarah ayahnya sebagai cermin.
"Awas!"
Tiba-tiba terdengar teriakan dari kaki lima. Tapi terlambat. Daris tersungkur jatuh terserempet sedan dan mukanya belepotan air kotor dari kubangan yang terlindas ban.
Orang-orang berdatangan mengerubungi Daris yang berusaha bangkit.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya bapak bertopi yang membantunya berdiri. "Tanganmu berdarah."
"Cuma lecet," sahut Daris menahan perih.
"Baiknya ke dokter," saran ibu berkerudung. "Takut kena infeksi."
"Dikasih obat luka saja cukup."
"Dasar orang kaya brengsek!" geram pria berkumis sambil mendelik ke arah perginya sedan. "Bukan tanggung jawab, malahan kabur!"
Daris tersenyum pahit. "Ia bukan tidak bertanggung jawab, barangkali takut melihat kalian bawa senjata tajam."
"Orang seperti itu harus dikasih pelajaran!" tukas pria berbadan atletis. "Sudah tahu jalanan sempit, ugal-ugalan!"
"Barangkali lagi diburu waktu."
"Diburu waktu apa?" gerutu pemuda berambut gimbal. "Kebelet ke toilet atau sudah ditunggu check in?"
Daris merasa tidak enak berdebat dengan mereka, meski ia menentang keras main hakim sendiri.
Pengendara jadi takut bertanggung jawab.
"Kamu lagi cari alamat siapa?" selidik wanita berumur. "Kok kayak orang bingung?"
"Saya lagi cari rumah teman," sahut Daris asal, padahal bingung mau pulang ke mana. Ia kuatir ibunya jatuh sakit mendengar perkawinan kilat ini. "Tapi alamatnya lupa-lupa ingat."
"Kan bisa di call?"
"Nomornya ganti."
"Duh, repot. Namanya siapa?"
Daris mengingat-ingat teman kuliah yang tinggal di sekitar jalan ini.
"Fiona."
"Selebgram itu ya?"
"Kok ibu tahu?"
"Aku follower-nya. Rumahnya lumayan jauh, kira-kira satu kilo dari sini, mendingan naik angkot."
"Saya biasa jalan. Terima kasih atas bantuan kalian. Mari semuanya."
Daris pergi diiringi pandangan heran mereka. Teman selebriti kok jalan kaki? Pakai celana pendek dan kaos oblong pula!
Sepanjang jalan Daris jadi perhatian orang. Ia masa bodoh. Bagaimana lagi? Mereka pasti curiga kalau ganti baju di pinggir jalan!
"Felicia seolah ingin membuatku malu," keluh Daris. "Padahal apa salahku? Perkawinan itu terjadi karena ia tak percaya padaku."
Daris sedikit terbantu dengan lalu lalang wisatawan asing yang berpakaian serupa.
Sebuah mobil SUV berhenti di pinggir jalan di dekat Daris.
Pengemudi mobil itu segera turun dan berseru kaget, "Daris!"
Daris tersenyum kecut melihat mata Rido hampir meloncat ke luar seolah ketemu hantu di siang bolong.
"Boleh aku nebeng?" tanya Daris. "Dompetku ketinggalan."
Rido membuka bagasi menyimpan travel bag, lalu mereka masuk ke mobil.
"Mau cerita sekarang atau sambil lunch di brasserie?" tanya Rido sambil menjalankan mobil cukup kencang. "Aku tidak diburu waktu untuk mendengarkan."
"Kau menabur angin aku menuai badai."
"Apa yang terjadi?"
"Aku sengaja meninggalkan handphone di kamar untuk membuktikan ucapan kita. Ketika ucapanku terbukti benar, aku justru merasa sakit. Cinta, tahta dan harta tidak bisa saling meniadakan. Aku diusir."
Rido terkejut.
"Aku dibilang penipu."
"Kok penipu? Kau kan pengusaha soto mie, jadi bos bagi diri sendiri. Kau sukses menyekolahkan kedua adikmu."
"Bukan pengusaha seperti itu yang dimaksud."
"Felicia saja view-nya ketinggian."
"Kalian edan. Tukang soto mie disejajarkan dengan CEO perusahaan. Standar orang gila saja tidak begitu."
Daris menghadiri reuni gara-gara ditipu Rido, dengan modus mentraktir makan siang di hotel berbintang.
"Aku tidak menyangka bakal begini jadinya," gumam Rido kecewa. "Aku kira Felicia akan bertahan dengan cintanya dan menerima dirimu apa adanya."
"Felicia cukup waras untuk mendepak tukang soto mie dari ranjangnya."
"Ia bisa mengangkatmu jadi pegawai untuk menjaga kehormatannya."
"Jadi manajer sepertimu? Mana bisa dari nol? Lagi pula aku ingin meneruskan usaha kakekku."
"Makanya aku menyebutmu pengusaha."
"Sudah deh."
"Aku tahu CEO cantik itu bucin banget sama kamu."
"Sekarang ilfeel banget setelah tahu persis siapa diriku."
"Aku pikir cuma kemarahan sesaat, sebentar lagi pasti kamu diminta pulang."
"Kau tidak tahu bagaimana murkanya Felicia, aku sampai tak percaya wanita seanggun bidadari bisa menjadi nenek sihir yang kejam dan bengis."
"Kau ingin aku bicara dengannya?"
"Kau mau bicara apa? Minta Felicia menerimaku kembali? Pada saat itu aku mencoretmu dari daftar sahabat."
"Aku tahu cintamu untuk siapa."
"Felicia sudah menghapus jejak masa lalu."
"Bohong besar kalau Felicia mampu menghapus jejakmu. Delapan tahun ia mencari dirimu, delapan tahun pula aku menyembunyikan kabarmu. Apa lantaran kau tukang soto mie ia rela menyia-nyiakan cintanya? Sampai detik ini aku tetap yakin cinta bisa mengalahkan harta dan tahta. Cinta tak memandang kasta."
"Sudahlah, jangan menciptakan masalah baru. Sekarang bantu aku mencari tempat tinggal untuk menenangkan pikiran. Aku tidak mungkin pulang ke rumahku."
"Untuk berapa lama?"
"Entahlah."
"Kalau entahlah, tinggal saja di rumahku. Aku kira lokasinya cocok untuk move on."
"Kejauhan."
"Kejauhan dari mansion Felicia?"
"Kejauhan dari tempat jualan!"
"Jadi kau ingin kembali jualan?"
"Kerja apa lagi? Adikku butuh biaya."
"Kalau begitu pulanglah ke rumahmu. Kau tidak bisa bersembunyi dari ibumu."
"Aku minta nomor rekening kalian."
"Buat apa?"
"Felicia mengganti semua biaya wedding party yang dikeluarkan kalian."
Daris tahu uang itu untuk tutup mulut. Ia bukan juru kisah yang suka menceritakan elegi hidupnya. Ia tidak mau menerima uang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Wawa Hartini
pusing deh Daris dengan dilemma dia saat ini?
2024-08-16
2