Empat bulan kemudian, di sebuah universitas, terlihat seorang pemuda bertubuh kekar sehingga kemejanya terlihat seperti kesempitan dan berwajah tampan dengan rambut cepaknya, sedang duduk di tepi taman yang berada di halaman kampus, dia terlihat merenung melihat smartphonenya. Tiba tiba, punggungnya di tepuk seseorang,
“Oi Ardo, ngapain lo duduk sendirian di sini ?” tanya seorang pemuda di belakang.
Ardo menoleh, dia melihat seorang pemuda berparas tampan, berambut panjang dan beranting berdiri di belakangnya, pemuda itu memakai kemeja asal asalan dan celana jeans yang sobek.
“Ah elo Ki, ngagetin gue aja lo,” ujar Ardo.
Pemuda yang bernama Oki itu langsung melompat duduk di sebelah Ardo yang sedang termenung. Dia melihat smartphone yang di pegang Ardo,
“Bokap lo belom balik Do ?” tanya Oki.
“Belom, dah empat bulan ga ada kabar,” ujar Ardo.
“Eh lo berdua ngapain disini ?” tanya seorang gadis di belakang keduanya.
Ardo dan Oki menoleh, dia melihat sosok seorang gadis cantik yang berdiri sambil mendekap sebuah map dan menahan rambutnya yang panjang supaya tidak berantakan tertiup angin,
“Far, apa kabar ? terakhir kita ketemu di pernikahan Rudi dan Santi ya, lo jadi ya pindah ke aussie ?” tanya Ardo.
“Iya, ini gue lagi ngurus transkrip buat di kirim ke sono,” jawab Farah.
“Loh lo biasanya bareng Rudi ama Santi kan, kemana mereka ?” tanya Oki.
“Mereka lagi nganter kedua ade mereka ke bandara, ade ade mereka mau studi di luar negeri,” jawab Farah.
“Loh lo kok ga ikut ?” tanya Ardo.
“Ga lah, udah ada ade gue yang wakilin,” jawab Farah.
“Oh gitu,” ujar Ardo.
“Dah ya, gue jalan dulu, bokap nunggu di tempat parkir soalnya, bye Do, Ki,” ujar Farah.
“Ya, hati hati ya,” balas Ardo dan Oki.
Setelah Farah berlalu, keduanya menatap Farah yang kian menjauh dari belakang, Ardo tiba tiba berdiri,
“Dah ya Ki, gue cabut,” ujar Ardo.
“Mo kemana lo ?” tanya Oki.
“Ke gym dulu, trus jemput ade gue yang paling kecil di sekolahnya,” ujar Ardo.
“Oh ya udah, gue di sini dulu deh, nunggu si Lisna, katanya mau pulang bareng gue, sekarang dia lagi di panggil dosen,” ujar Oki.
“Ok deh, gue jalan ya, bro,” balas Ardo.
Ardo melangkah ke tempat parkir motor yang tidak jauh dari taman, dia terus melihat layar smartphone yang menampilkan pesan tidak berbalas kepada ayahnya. Selagi menatap smartphonenya, tiba tiba “dling,” sebuah pesan masuk ke dalam smartphonenya. Ardo menghentikan langkahnya dan membaca pesannya, dia langsung menekan tombol telepon dan menelpon,
“Kak, gimana nih,” ujar seorang gadis.
“Tenang dulu Del, aku pulang sekarang, tahan jangan sampai mereka masuk ke dalam rumah,” ujar Ardo.
“Tapi aku cuman sama Andin loh, Anisa masih di sekolah,” ujar seorang gadis yang di panggil Del oleh Ardo.
“Pokoknya tunggu, aku pulang sekarang,” ujar Ardo sambil menutup teleponnya.
Ardo memegang keningnya dengan jari tangannya dan memejamkan mata, setelah itu dia langsung bergegas ke motornya dan menaikinya, Ardo memacu motornya pergi dari kampus untuk segera menuju ke rumahnya.
“Gue ke gym nya besok ajalah, sekalian pamit,” ujar Ardo dalam hati.
Jalan yang berliku liku, Ardo lalui menggunakan sepeda motor dengan kecepatan tinggi, akhirnya setelah dua puluh menit lebih, dia sampai di depan sebuah rumah tua yang nampak di bangun pada jaman belanda di wilayah bendungan hilir dan ada sebuah pohon beringin besar yang sepertinya berada di halaman belakang rumah tersebut. Ardo menghentikan motornya di depan rumah karena ada sebuah mobil parkir tepat di depan rumahnya. Dia langsung berlari masuk ke dalam pagar. “Ckrek,” ketika Ardo membuka pagar, terlihat dua orang pria berkemeja kantoran dan memakai name tag sebuah bank menoleh melihat dirinya.
Di belakang orang itu ada dua gadis cantik yang memakai seragam sma terlihat sedang menghalangi pintu masuk, di belakangnya ada seorang gadis cantik berkacamata yang bersembunyi ketakutan dan memakai seragam smp. Ardo melewati kedua pria itu dan langsung berdiri di depan sang gadis.
“Kak Ardo,” ujar kedua gadis itu yang wajahnya nampak lega ketika melihat Ardo.
“Adel, kamu masuk dulu ama Andin, biar aku yang ngomong ama mereka,” ujar Ardo kepada adiknya.
“Iya kak, yuk Ndin,” balas Adel.
“I..iya kak Adel,” balas Andin.
Setelah kedua adiknya masuk ke dalam, Ardo menutup pintunya, dia langsung berdiri tegap di depan kedua pria berkemeja yang nampak lebih kecil dari dirinya.
“Anda siapa ?” tanya seorang pria.
Ardo melihat name tag yang di pakai oleh pria yang bertanya kepadanya, nama pria itu adalah Felix dan di sebelahnya bernama Idris,
“Saya Ardo, saya anak pertama bapak Aditya Prasetyo, ada yang bisa saya bantu ?” tanya Ardo sopan.
Melihat tubuh Ardo yang jauh lebih besar dari mereka dan nampak kekar seperti seorang binaragawan, keduanya mundur sedikit ke belakang.
“Gini mas Ardo, rumah ini kan di jaminkan ke bank kami oleh ayah anda, apa anda mau membaca terlebih dahulu perjanjian kreditnya ?” tanya Felix sopan sambil membetulkan kacamatanya.
“Tidak perlu pak, saya sudah tau, masalahnya ayah saya menghilang sejak empat bulan lalu dan tidak ada kabarnya sama sekali, saya sendiri tidak bisa menghubungi beliau,” ujar Ardo.
“Wah repot juga ya, begini mas Ardo, saya dan rekan saya kesini karena di perintah atasan, tercatat di pembukuan kami, kalau ayah anda belum membayar cicilan selama satu tahun lebih, tapi biasanya dia bisa kami temui dan membuat kesepakatan dengan kami, tapi kesepakatan nya juga tidak di penuhi oleh beliau, kalau begini bank kami bisa memutuskan untuk menyita rumah anda,” ujar Felix menjelaskan.
“Aduh...jangan dulu pak, saya masih mencari ayah saya, boleh tidak saya minta waktu dulu untuk mencoba menghubungi beliau lagi ?” tanya Ardo.
Mendengar pertanyaan Ardo, Felix dan Idris saling menoleh satu sama lain dan berdiskusi, kemudian terlihat Idris kembali ke mobil sambil menempelkan smartphonenya di telinga. Langkah Idris berhenti di depan pagar, kemudian dia berbalik dan berjalan kembali ke depan Ardo,
“Mas Ardo, barusan saya telepon atasan saya, beliau kasih waktu dua minggu untuk mencari ayah anda, nanti dua minggu lagi kita berdua kembali lagi ya,” ujar Idris yang sepertinya lebih senior dari Felix.
“Baik, pak, terima kasih pak,” ujar Ardo tersenyum sambil menjabat tangan Idris.
Setelah bertukar nomor dan berpamitan dengan Ardo, Felix dan Idris berjalan ke mobil mereka dan pergi meninggalkan rumah Ardo. Langsung saja Ardo bernafas lega, namun hatinya tetap was was sebab waktu yang di berikan padanya untuk menemukan ayahnya hanya dua minggu. Ardo memasukkan motornya ke dalam rumah dan menutup pagarnya, ketika dia berbalik berjalan ke dalam,
“Do...Ardo,” seseorang memanggil nya.
Ardo menoleh, wajahnya langsung nampak kesal karena dia melihat orang yang sangat tidak ingin dia temui memanggilnya,
“Ada apa om Sam ?” tanya Ardo kesal.
“Eh rumah lo mau di jual ya ? jual ama gue ya, gue mau bikin kos kosan di tanah lo,” ujar Sam.
“Denger darimana om kalau ni rumah mau di jual ?” tanya Ardo bingung.
“Lah barusan orang bank kan, daripada di sita mending lo jual ama gue,” jawab Sam.
“Setan banget dah nih orang, kalau bukan tetangga udah gue hajar nih orang dari dulu,” ujar Ardo dalam hati mendengar ucapan Sam.
“Ga di jual om, ntar nunggu papa pulang aja kalau mau ngomong soal beginian,” ujar Ardo.
“Ya udah, kalau berubah pikiran ketok pager gue di sebelah ya, gue tunggu loh,” ujar Sam sambil melangkah pergi.
Dengan hati yang kesal, Ardo berbalik berjalan masuk ke dalam rumahnya, di dalam dia di sambut oleh kedua adik perempuannya,
“Gimana kak ?” tanya Adel.
Ardo menceritakan pembicaraan dirinya dengan kedua orang bank yang datang barusan, wajah Adel dan Andin mendadak menjadi kaget, keduanya langsung termenung,
“Trus kalau sampai dua minggu papa ga ketemu gimana ? rumah kita di sita ? kita mau tinggal dimana kak ?” tanya Andin.
“Tenang Ndin, kita usahain dulu cari papa,” ujar Ardo yang tidak bisa mengatakan hal lain selain mencari ayahnya.
“Sisa duit kita makin menipis loh kak, bulan depan buat bayar uang sekolah kita udah ga ada, aku pusing kak,” balas Adel.
“Aku kerja Del, makanya sekarang aku berniat berenti dari gym dan cari kerjaan, soal itu ga usah khawatir,” ujar Ardo.
“Tapi berarti kakak ga jadi atlet mma dong ? itu kan cita cita kakak ?” tanya Adel.
“Ya mau gimana lagi, hidup kita lebih penting kan, kalian tenang aja,” jawab Ardo tersenyum sambil memegang kepala kedua adiknya.
“Maaf ya kak, kalau aku lulus aku juga akan cari kerja,” ujar Andin.
“Lah kamu harus terusin ke sma dulu kan, mana ada yang terima kerja kalau lulusan smp, udah ku bilang jangan di pikirin, kalian sekolah aja seperti biasa,” ujar Ardo.
“Iya kak,” ujar Andin menunduk.
“Aku sekarang udah naik ke kelas 3 sma kak, ntar kalo lulus aku bantu kerja sambil kuliah, itu juga kalau kita punya uang untuk aku kuliah,” ujar Adel.
“Udah udah, ga usah bahas yang terlalu ke depan dulu, fokus sama masalah di depan mata, kita harus mencari papa,” ujar Ardo.
“Apa kita hubungi mama aja ya ?” tanya Andin.
“Ngapain, mama di aussie kan, udah merid lagi ama orang sana dan udah punya keluarga lain, udah, ga usah hubungi mama,” jawab Adel kesal.
“Kamu belum bisa memaafkan mama ya ?” tanya Ardo.
“Iyalah, pergi ninggalin kita gitu aja, sekarang enak enakan di sana sama laki barunya dan liat aja...kita sengsara di sini, payah...dasar mama tiri huh,” jawab Adel ketus.
Ardo dan Andin tidak bisa membantah ucapan Adel, Ardo mengelus kepala Adel yang terlihat emosi sampai hampir menangis karena mengungkit soal ibu mereka dan Andin mengelus punggung Adel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments