Pagi yang cerah menemani langkah Cassie menuju kelasnya yang terletak di lantai dua. Sepanjang jalan yang ia dapati hanyalah barisan kaum adam yang sudah menunggu kedatangannya. Hanya melewati dua koridor saja sudah membuatnya terlihat seperti seorang penjual bunga karena begitu banyaknya buket yang ia dapatkan dari penggemar nya.
Begitu sampai di dalam kelas, Cassie langsung duduk di tempatnya dengan angkuh. Kedatangannya tentu saja langsung disambut oleh Celline dan Lily. Kedua wanita itu langsung mengekori Cassie seperti biasa.
"Lo dapat bunga dari siapa aja babe segitu banyaknya," ucap Lily heboh.
Cassie hanya memutar bola matanya jengah, "Biasalah fans. Mending lo urus nih buket buruan. Jangan sampai ada setangkai pun pas gue bangun," perintahnya sebelum menyandarkan kepalanya pada meja.
Tak butuh waktu lama bagi Cassie untuk dapat tertidur. Efek dari minuman keras yang ia konsumsi tadi malam masih membuatnya pening pagi ini. Untungnya Cassie tergolong peminum berat sehingga ia masih kuat untuk menjalani aktivitasnya pagi ini walaupun harus menahan pengarnya.
Bel yang berbunyi membuat Cassie menegakkan badannya dengan cepat. Bagai petir yang menyambar, secepat itulah Cassie mengubah citranya menjadi gadis rajin nan cerdas. Ia berkonsentrasi memperhatikan pelajaran yang dibawakan oleh Mr. Sam meskipun hanya materi penutup yang bisa digunakan di perguruan tinggi nanti.
Dua jam pelajaran berlalu begitu cepat. Setelah bel berbunyi, Sam segera keluar dari kelas itu. Pelajaran selanjutnya seharusnya diisi oleh Mrs. Ayu. Namun karena wanita itu sedang cuti melahirkan, mengakibatkan kelas Cassie kosong saat ini.
Semua murid mulai melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang masih rajin mengerjakan tugas, ada yang langsung melenggang pergi ke kantin ataupun rooftop untuk menyesap rokok mereka. Ada pula yang sedang meramaikan kelas dengan bernyanyi seenaknya.
Meskipun Hillary School adalah sekolah bagi anak-anak konglomerat yang sudah dididik sejak dini masalah atitude, tetapi tetap saja di usia mereka sekarang merupakan usia yang sesuai untuk menunjukkan jati diri mereka. Apalagi para guru juga tak akan ada yang berani melaporkan tingkah laku mereka.
Cassie yang masih berada di antara murid-murid itu memilih untuk diam di bangkunya dan memainkan ponselnya. Ia tersenyum ketika Aaron mengiriminya sebuah foto tiket penerbangan kepadanya. Pria itu sudah berada di bandara untuk melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri.
Aaron merupakan seorang CEO di perusahaan properti miliknya. Acara minum-minum semalam bisa dibilang sebagai acara perpisahan kecil Cassie, Dey, dan Jimmy yang tak akan bertemu Aaron selama satu bulan ke depan. Cukup alay memang tetapi acara tersebut sudah menjadi rutinitas mereka sejak tiga tahun yang lalu apabila di antara mereka ada yang bepergian lama.
Baru beberapa jam saja rasanya Cassie sudah rindu pada sosok pria dewasa itu. Pria yang membuatnya memiliki semangat hidup lagi sejak tiga tahun lalu. Tapi tak apa, ia akan menahannya karena setelah Aaron kembali, pria itu akan membawanya pergi ke tempat impiannya. Meninggalkan semua beban yang harus ia emban selama ini.
Gue kangen sa-
Belum sempat Cassie selesai mengetikkan pesannya, musuhnya tiba-tiba datang dan membuatnya naik darah. Gavino, pria itu menarik kursi dan duduk di sebelah Cassie dengan angkuh.
"Mau apa lo?" tanya Cassie tak ramah.
Gavino hanya dapat mengeluarkan senyum remehnya ketika menatap layar ponsel wanita itu, "Lo emang cewek murahan!" cibirnya sebelum pergi meninggalkan Cassie.
Cassie tak bereaksi apapun. Ia sudah biasa mendapatkan kata-kata kasar itu dari Gavino. Sebenarnya ingin sekali ia membalas semua perkataan kejam itu tetapi ia tak bisa. Ia harus dapat menahan emosinya karena kendali atas keluarganya berada di tangan Gavino dan keluarganya.
Cassie beranjak dari tempat duduknya. Bisa meledak ia jika terus berada di sini dengan melihat wajah songong pria itu. Ia pun pergi diikuti oleh Celline dan Lily. Ketiganya pergi ke toilet untuk membenarkan riasan mereka sebelum pergi menuju kantin.
...-+++-...
"Lo sama Gavin ada urusan apa Cas?" tanya Lily penasaran. Ia sudah memendamnya dari tadi, tetapi ia sudah tak tahan dan mengeluarkan pertanyaan itu sekarang.
"Biasalah fans. Udahlah males gue bahas dia, mending lo pesen makan deh sekarang," perintah Cassie yang langsung diangguki oleh Lily.
Gadis itu segera pergi meninggalkan Cassie dan Celline yang masih duduk di tempat mereka.
"Nanti jadi pergi lagi?" tanya Celline pada Cassie. Dari nadanya berbicara dapat diketahui bahwa wanita itu sedang serius sekarang.
Well, Cassie dan Celline sudah berteman sejak usia mereka masih lima tahun jadi Celline mengetahui semua tentang Cassie. Ia juga mengetahui masalah Cassie dengan Gavino. Ia jelas mengetahui tentang hubungan keduanya, tentang perjodohan Cassie dan Gavino yang masih dirahasiakan untuk saat ini.
Pertanyaan Celline semakin membuat Cassie lelah. Ia masih ingat dengan rutinitasnya setiap seminggu sekali itu. Ia menatap Celline tak semangat,
"Iya. Nanti malem biar gue bunuh tuh orang."
Celline diam tak menanggapi, bersamaan dengan Lily yang datang membawa pesanan mereka. Jus alpukat untuk Cassie, jus jeruk milik Celline dan jus apel untuk Lily sendiri. Namun Cassie yang sudah terlanjur tak berminat pun beranjak meninggalkan kedua sahabatnya.
Lily hanya dapat menekuk wajahnya melihat kepergian Cassie. Ia beralih menatap Celline, "Line, Lily salah lagi ya?" tanyanya.
Celline menggeleng dan menepuk bahu Lily, "Nggak kok. Temen lo itu lagi sakit gigi aja makanya nggak jadi makan sama minum."
Jawaban yang Celline berikan membuat senyum gadis itu mengembang lagi, "Ouh gitu, ya udah deh nanti biar Lily beliin obat sakit gigi buat Cassie."
Lily memang terlampau polos. Usianya memang belum genap 17 tahun tetapi sudah menempati kelas tiga melalui program akselerasi. Semua ucapan gadis itu membuat Celline terkekeh. Bisa-bisanya gadis polos itu masuk ke dalam lingkaran pertemanannya dengan Cassie yang terbilang dewasa.
Di sisi lain, Cassie berjalan menuju area belakang sekolah yang sepi. Tujuannya tentu saja untuk menghisap candunya. Menghilangkan semua bebannya walau sejenak. Setelah memastikan tak ada orang lain selain dirinya, Cassie segera mengeluarkan vapenya.
Namun belum sempat Cassie menyesapnya, ia sudah diganggu oleh kedatangan pria menyebalkan yang selalu membuat hidupnya tak nyaman. Gavino yang dengan tak tau dirinya duduk di samping Cassie seraya meneguk minuman sodanya.
Cassie yang sudah tak tahan pun akhirnya berkata, "Mau lo apa sih Gav? Ngapain ngikutin gue mulu?!"
"Gue? Ngikutin lo? Denger ya cewek murahan, ini emang tempat gue. Lo yang ngapain kesini bukannya belajar malah mojok di sini. Mau ngerokok lo? Mau kobam?"
Dengan cepat Cassie menggeleng. Untung saja ia sempat menyembunyikan vapenya sebelum Gavino melihatnya. Jika tidak, bisa hancur ia jika Gavino mengadukannya pada kedua orang tuanya.
"Nggak. Gue cuma lagi observasi aja."
"Observasi apa?"
"Batu, tanah, apa aja yang kuat buat nimpukin pala lo sampe pecah."
Gavino sampai tersedak mendengar jawaban Cassie yang mengerikan. Ia mengeluarkan tatapan tajamnya, "Awas kalau lo berani ngelakuin hal itu, gue pastiin bokap lo nggak bakal dapet apapun dari keluarga gue!"
Bosan sekali Cassie mendengar ancaman Gavino yang tak pernah berubah. Wanita itu pun memutar bola matanya jengah, "Yes I know. Makanya nggak gue lakuin kan?" ucapnya sebelum beranjak.
"Mau kemana lo?"
"Kemanapun yang penting nggak ketemu lo."
Terlihat sebuah smirk yang hadir menghiasi wajah tampan Gavino,
"Jangan lupa ntar malem jam delapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments