2

"Mas Dewa akan melakukan apa saja agar bisa membuatku menderita, Raka," jawab Sarah. Raka pun terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah.

"Memangnya kenapa begitu, Sarah? Kenapa Dewa malah ingin membuatmu menderita?" tanya Raka lagi. Dia merasa heran dengan jawaban Sarah.

"Sebab Mas Dewa tidak akan pernah membiarkanku bahagia karena akulah yang ingin bercerai dari dirinya. Apalagi seluruh harta kekayaanku dikuasai oleh Mas Dewa," jawab Sarah.

"Apa Dewa tak pernah mencintaimu, sehingga dia terus saja menyiksa batinmu bahkan setelah kalian bercerai?" cecar Raka.

"Mas Dewa hanya mencintai harta yang kupunya. Karena saat dia mendekatiku, usahanya bangkrut," jelas Sarah.

"Dan bodohnya aku yang terbuai mulut manisnya lalu mencintai Mas Dewa. Kuserahkan semua harta bendaku untuknya," papar Sarah.

Raka juga merasa Sarah keliru mengambil keputusan apalagi dia menikah dengan orang yang salah.

"Tetapi bagus juga kamu berpisah darinya, sebab dia juga bukan sosok suami yang baik," ujar Raka.

Namun Sarah masih merasa takut jika Dewa tahu bahwa Rama adalah darah dagingnya.

"Aku tidak ingin jika Mas Dewa juga membawa pergi Rama jika dia tahu kalau Rama adalah anak kandungnya," tutur Sarah.

Raka merasa iba mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah.

"Kamu tenang saja, Sarah. Kita bisa menjaga Rama dengan baik. Jangan risaukan hal itu!" hibur Raka sambil menggenggam lembut tangan Sarah.

Hati Sarah begitu merasa tenang ketika dengar dukungan dan hiburan dari Raka. Namun saat dia menyadari Raka mengenggam tangannya.

Sarah segera menyadarinya dan menjauhkan tangannya dari Raka.

"Aku harus mencari Rama dulu, aku takut dia malah main terlalu jauh," kata Sarah mengalihkan perhatian Raka.

Raka menyadari kalau Sarah tidak mau disentuh oleh dirinya. Namun Raka berusaha untuk memakluminya.

Dia memberikan waktu kepada Sarah untuk bisa menerima Raka sebagai suami dengan apa adanya.

Bahkan Raka juga ingin Sarah bisa membalas perasaan cintanya yang terpendam.

'Semoga saja suatu hari nanti Sarah bisa menyadari betapa aku mencintainya dan tidak ingin berpisah dengan Sarah, harap Raka.

Dia memang tidak ingin menceraikan Sarah dengan alasan Rama. Tetapi Raka juga tidak ingin kehilangan orang yang dia cintai.

Tak lama kemudian Sarah pulang sambil menggendong Rama.

"Kamu tadi bermain di mana, Rama? Kenapa lama sekali?" tanya Raka dengan nada lembut.

"Aku tadi bermain di taman, Papa. Di sana aku bermain bola dengan seorang teman. Matanya ibunya dirawat di rumah sakit ini," celoteh Rama.

"Kamu boleh saja bermain di taman itu, tetapi jangan terlalu jauh! Jangan membuat mamamu malah merasa cemas," nasihat Raka. Rama pun menganggukkan kepalanya.

Karena mendapat perhatian dari Sarah, Raka segera pulih dan dokter memutuskan Raka bisa segera pulang ke rumah setelah 7 hari dirawat di rumah sakit itu.

Tentunya baik Raka, Sarah, dan Rama sangat senang mendengarnya. Apalagi Raka juga ingin segera berjualan agar dia bisa mencari nafkah untuk anak dan istrinya.

"Aku senang sekali kamu bisa segera pulang, Raka," ucap Sarah.

"Aku juga merasa lebih senang, Sarah. Sebab aku ingin segera kembali berjualan roti, timpal Raka.

"Sudahlah, selama seminggu ke depan sebaiknya kamu beristirahat di rumah saja. Supaya luka jahitanmu benar-benar sembuh," saran Sarah. Tetapi Raka menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Sarah. Aku harus menafkahimu dan juga Rama. Aku tidak ingin memanjakan sakitku ini," tolak Raka.

"Tidak mengapa, Raka. Biarkan aku yang berjualan agar bisa mencukupi kebutuhan kita sehari-hari, sementara kamu belum sembuh benar," ujar Sarah.

"Tidak, Sarah. Sebagai lelaki pantang bagiku untuk mengandalkan istrinya yang mencari nafkah," kata Raka.

"Kamu itu tulang rusukku bukan tulang punggung, Sarah," Perkataan Raka membuat Sarah terperanjat mendengarnya.

Dia tak sangka jika perkataan itu bisa keluar dari mulut Raka. Bahkan Sarah berpikir jika sebenarnya Raka sudah mulai mencintainya.

Selain dia ingin selalu berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga kecilnya itu.

'Apakah Raka sangat mencintaiku, sehingga dia selalu merasa tidak tega terhadapku?' gumam Sarah dalam hatinya.

Tetapi Sarah berpikir dia nampaknya belum bisa untuk membalas perasaan Raka.

Walaupun Raka kini adalah suaminya, tetapi hati Sarah belum terbuka oleh Raka untuk bisa mencintainya.

'Maafkan aku, Raka. Aku belum bisa membalas cintamu, jika kamu sebenarnya sudah mulai memberikan kasih sayang dan cintamu kepadaku,' ucap Sarah dalam hatinya.

Raka merasa aneh ketika melihat Sarah yang terlihat agak resah.

"Ada apa, Sarah? Apakah kamu merasa tersinggung dengan ucapanku tadi?" tanya Raka. Sarah menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Tidak, Raka. Sama sekali aku tidak tersinggung. Bahkan aku merasa kagum dengan pemikiranmu," jawab Sarah.

"Oh ya? Kenapa begitu?" tanya Raka lagi.

"Sebab jarang sekali ada pria yang berpikiran seperti ini. Banyak pria yang mengandalkan istrinya yang malah mencari nafkah karena mencari pekerjaan saat ini sangat susah," papar Sarah Raka kemudian tersenyum.

"Aku berprinsip bahwa seorang laki-laki adalah mencari nafkah untuk keluarganya, dan hakikat seorang istri adalah mendidik anak-anaknya agar menjadi pribadi yang lebih baik," ujar Raka.

"Jangan sampai peran itu malah tertukar, sehingga akan membuat kacau rumah tangga nantinya," sambung Raka.

"Bila rumah tangga berantakan, maka anaklah yang akan menjadi korbannya nanti. Aku tidak ingin jika Rama sampai mengalaminya," tutur Raka.

Sarah menganggukkan kepalanya. Dia sangat setuju dengan dengan pendapat Raka saat itu.

Tetapi Sarah masih mencemaskan kondisi Raka apabila dia memaksakan kehendak untuk langsung membuat roti dan menjualnya. Sebab kondisi Raka masih belum pulih benar.

"Begini saja, Raka. Sebaiknya untuk sementara waktu kamu membuat roti di rumah. Dan aku yang menjualkannya," saran Sarah.

"Hal ini agar kamu bisa menghemat tenagamu untuk beristirahat sampai kamu sembuh," jelas Sarah. Raka kemudian terdiam.

"Pikirkanlah kesehatanmu, Raka! Jangan sampai luka jahitanmu itu malah berdampak buruk bagi kesehatanmu, sehingga kamu malah nantinya tidak bisa mencari nafkah," nasihat Sarah. Raka memikirkan saran dari sang istri.

"Baiklah kalau begitu, Sarah. Aku ikut saranmu saja. Tetapi kuharap hal ini tidak berlangsung terlalu lama," ujar Raka.

"Karena aku tidak ingin merepotkanmu. Kamu sudah sangat sibuk mengurus semuanya," imbuh Raka. Sarah mengembangkan senyumnya.

"Sama sekali tidak merepotkan, Raka. Bahkan aku sangat senang bisa menjualkan roti untukmu agar usahamu juga berjalan lagi," timpal Sarah. Raka semakin kagum dengan pemikiran sang istri.

'Apakah sebenarnya Sarah yang sangat peduli kepadaku sudah mulai mencintaiku?' tanya Hati Raka.

Pada keesokan harinya, Raka sudah bersiap untuk pulang ke rumah. Rama juga saat itu terlihat sangat riang karena ayah sambungnya akan pulang dari rumah sakit.

"Hore, aku bisa bermain lagi dengan Papa di rumah, dan aku bisa membantu Papa menjualkan roti!" seru Rama.

Raka dan Sarah hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh anak itu.

Kemudian mereka pun keluar dari kamar rawat inap tersebut untuk menuju keluar dari kawasan rumah sakit.

Tetapi saat mereka melewati lorong dekat ruangan dokter kandungan ketiganya merasa kaget ketika melihat Dewa bersama Mita.

Dewa juga terperanjat ketika melihat Sarah bersama dengan Raka dan Rama. Dewa lalu terbangun dan menghampiri mereka bertiga.

"Hai, Sarah!" sapa Dewa sambil tersenyum penuh makna. Sarah sebenarnya malas untuk balas menyapa

Dewa. Namun Dewa terlanjur menghadang jalannya saat itu.

"Hai juga," balas Sarah dengan nada sedikit ketus. dewa kemudian memperhatikan ketiganya termasuk Raka Dewa, lalu mengalihkan perhatiannya kepada Sarah.

"Jadi ini suami barumu Sarah?" tanya Dewa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!