Emilia POV.
Aku tidak sengaja menatap mata tajamnya, mata dengan iris hitam pekat itu seperti menghipnotis ku, beruntung aku segera tersadar.
" Hhmm."
Suasana sedikit canggung, aku berdehem untuk mengurai kecanggungan ini.
Gerrard memberiku dua buah cangkir. " Ini."
" Terima kasih." Ucapku sedikit gugup kemudian meraih cangkir dari tangan Gerrard.
Gerrard berlalu, wajahnya masih sama, datar. Tidak ada ekspresi apapun yang ia tampakkan.
Namun saat menyentuh tangan nya tadi, aku merasakan jika suhu tubuhnya berbeda.
Setelah secangkir kopi selesai, aku kembali menghampirinya di ruang kerja, di sana ia masih sibuk dengan berkas yang aku bawakan tadi.
Tanpa berkata kata, aku meletakkan secangkir kopi itu di atas meja. Kemudian mendudukkan tubuhku kembali di depannya.
Ia meraih cangkir tersebut dan hendak meminumnya. " Pak." Aku memanggilnya. Ia menatapku. " Kenapa?"
" Sebaiknya, jangan minum kopi dulu." Kataku melarangnya.
Keningnya mengernyit, menandakan jika ia tidak suka aku menegurnya.
" Apa hakmu melarang ku?" Tatapannya tajam dan tetap meminum kopi yang ku buatkan tadi.
" Maaf pak, karena sudah lancang, saya hanya mengingatkan untuk tidak mengkonsumsi kafein di saat anda sedang demam."
Jujur, aku bingung. Kenapa juga harus melarang ini itu, toh dia buka siapa siapa bagiku, hanya sebatas bos dan anak buah, tidak lebih. Apalagi sikapnya yang terkesan ketus membuatku ingin dia mati saja. Namun, hati kecil ku tetap menginginkan untuk dia tidak melakukan apapun yang bisa merusak kesehatannya. Aneh bukan?
Aku menunggu reaksinya setelah memberitahu kan alasanku.
Dan, di luar dugaan, ia menyimpan cangkirnya di meja.
" Bawakan air minum." Katanya, lalu melanjutkan kembali memeriksa pekerjaannya.
" Baik pak." Aku berdiri, meraih secangkir kopi yang baru ia minum seteguk, membawanya ke dapur dan menggantinya dengan air minum sesuai apa yang ia mau.
Air minum sudah habis, gelas bekas minum nya aku bawa kembali ke dapur. Tersadar jika perutku mulai terasa perih. Aku bahkan sampai lupa jika aku melewatkan makan siangku.
Aku menggeledah dapur orang lain, membuka lemari pendingin guna mencari apa saja yang bisa mengurangi rasa perih di lambungku.
" Apa ini? Apa dia tidak pernah makan?" Serentetan pertanyaan aku lontarkan ketika mataku menatap nanar lemari pendingin miliknya yang nampak kosong, hanya beberapa potong ayam dan sejumlah air minum kemasan.
Aku mulai bingung, seketika, rasa lapar ku semakin menjadi jadi. Aku kembali mencari ke laci lemari yang belum sempat aku buka, dan syukurlah, sebungkus makaroni masih ada di sana.
Ku kumpulkan semua bahan satu persatu, maklum, ini bukan rumahku, jadi sudah pasti aku sedikit kelimpungan. Dan keributan yang tanpa sengaja ku lakukan mengundang pemilik dapur tersebut datang menghampiri.
" Apa yang kau lakukan !? " Tegur nya mengagetkan ku.
" Ma-maafkan saya pak, saya sudah lancang membuat dapur anda berantakan." Ucapku dengan perasaan tidak enak hati.
" Memangnya apa yang sedang kau lakukan?" Intonasinya melembut.
Aku menggaruk kepalaku yang tidak terasa gatal, itu kulakukan untuk mengurangi rasa gugup ku. " Saya mencari sesuatu yang bisa mengurangi rasa perih di perut saya. Karena seharian ini, saya belum makan apapun." Ucapku tertunduk. Malu? Tentu saja.
" Aku sibuk, belum sempat ke supermarket."
Aku mengangkat kepala. Menatap wajahnya yang tampak berbeda dari biasanya. Aku tak menduga kalau jawabannya akan sepantas itu, sesuai harapan. Aku pikir ia tidak akan peduli dan mulai memakiku karena membuat dapur bersihnya bak kapal pecah.
" Aku lupa apakah masih ada bahan makanan. Sebaiknya kau cari saja." Ucapnya lalu pergi meninggalkanku.
Aku bernafas lega, setidaknya dia tidak murka.
Aku tersenyum simpul. " Ternyata dia punya sisi baik juga."
Kembali aku melanjutkan kegiatan memasak ku. Tidak berselang lama, dua piring pasta makaroni selesai, ya, meski dengan bahan ala kadarnya.
Selesai makan dan mencuci piring serta membereskan dapur, aku mencari Gerrard dan membawakan sepiring pasta. Aku tidak setega itu, makan gratis di rumah orang tanpa menyisihkan sedikit untuknya.
Aku membuka pintu ruang kerja, Gerrard tidak ada di sana. " Ke mana dia?"
Aku melangkahkan kakiku ke sebuah ruangan di mana aku melihat Gerrard berjalan ke sana ketika menegurku di dapur. Dan akhirnya aku berdiri di depan sebuah pintu yang sedikit terbuka.
Pintu itu sepertinya kamar utama. Aku ragu. Ingin mengetuk takut tidak sopan, karena ini sudah ranah pribadi sang bos.
Ku tatap lagi piring di tanganku. Kasian juga jika aku simpan kembali, pikirku. Ku beranikan diri untuk mengetuk.
Tidak ada jawaban.
Ku coba sekali lagi, dan masih sama.
Ku beranikan diriku untuk membukanya pelan pelan, dan ku lihat pak Gerrard sedang tertidur dengan sebagian tubuhnya tertutup selimut.
Aku ibarat patung yang berdiri dengan kedua tangan memegang sebuah piring. Jelas aku takut melangkahkan kaki ku ke dalam sana. Selain karena dia atasanku, dia juga seorang laki laki dewasa. Dan ini adalah ruangan privasi miliknya.
Lama aku berdiri dan mempertimbangkan segala hal, aku akhirnya memilih untuk tidak maju selangkah pun ke dalam kamar Gerrard, putar balik adalah jalan yang paling aman.
Namun, sepersekian detik tubuhku berbalik, tiba tiba terdengar suara serak yang memanggilku.
" Apa yang kau lakukan di situ?" Ucapnya mendudukkan tubuhnya dan menyandarkannya di sandaran tempat tidur.
" I- ini pak, saya buatkan pasta, saya yakin anda belum makan." Ucap ku terbata.
" Masuklah."
Aku masuk mengikuti arahannya, meletakkan piring di atas meja. Melihatnya yang kembali berbaring, tentu membuatku segera keluar, sudah jelas dengan sikapnya itu, ia tidak mau di ganggu.
" Tolong ambilkan aku air minum."
" Baik pak." Aku masih mendengar dia menyuruhku membawakannya air sebelum pintu kamarnya ku tutup rapat.
Beberapa menit kemudian, aku kembali membuka pintu itu perlahan. Dan tampak olehku jika bos ku itu sedang tertidur, tapi dalam tidurnya, ia terlihat gelisah.
Ku letakkan gelas di sebelah piring pasta yang belum dia sentuh sedikit pun.
Aku khawatir melihat ekspresi wajahnya yang sedang tidak baik baik saja. Aku mendekat. Lalu ku tarik ujung kaos oblong yang ia kenakan tepat di bagian lengan. " Pak."
Dia tidak bereaksi. Aku mencoba sekali lagi dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Tapi tetap masih sama.
Beberapa saat, aku berdiri mematung menggigit ujung kuku ku, mencari cara agar membangunkannya tanpa membuat nya terkejut.
Namun, aku semakin khawatir kala melihatnya yang semakin terlihat gelisah. Dengan sedikit keberanian, aku mencoba memegangi dahinya, karena seingat ku, saat di dapur tadi, aku tidak sengaja menyentuh tangannya dan suhu tubuhnya terasa sangat panas. Mungkinkah saat ini, demamnya belum juga turun?
Ku tempelkan punggung tanganku di dahinya dan benar. Aku pun sampai kaget. Badannya panas sekali. " Bagaimana ini?"
Aku melihat sekeliling, ku liat pintu di ujung yang terlihat seperti pintu kamar mandi. Aku bergerak ke sana. Biasanya, ada handuk berukuran kecil yang bisa ia gunakan untuk mengompres. Beruntung, aku menemukannya.
Setelah mengurangi sedikit kadar airnya, aku segera membawa dan mengompres dahi Gerrard. Beberapa kali aku melakukan itu, dan kakiku mulai terasa pegal, jarak kamar mandinya lumayan membuat ku terengah-engah.
Aku ke dapur mencari wadah yang bisa menampung air agar tidak membuatku mondar mandir.
Sejam, dua jam, aku tak berhenti menempelkan kain tipis itu di dahinya, tapi demamnya tak juga turun. Aku frustasi.
Di luar sana sudah mulai gelap, dan aku masih berada di rumah seorang laki laki hanya berdua. Yang aku pikirkan pertama adalah, Ludwig. Meski kami seperti orang asing, tapi tetap saja dia berstatus suamiku.
Aku ingin menghubungi nya, tapi tas aku simpan di ruang kerja Gerrard. Dan jaraknya cukup jauh dari kamar ini.
Ingin aku tinggalkan saja bos ku yang setiap hari selalu memarahi ku, tapi aku tidak tega, dia sedang sakit, dan tidak punya seseorang yang bisa merawatnya.
Aku menghela nafas panjang." Satu jam lagi, jika demamnya tidak juga turun, aku akan membawanya ke rumah sakit." Gumamku.
Mungkin karena kelelahan, tiga puluh menit kemudian, aku ketiduran. Dan sialnya, aku terbangun keesokan harinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
SasSya
udah mulai naik rollercoaster,deg deg ser
akankan timbul masalah kedepannya
pastilah....
hati2 em....
dia musuh mu, jangan pakai hati nanti kejebak
2024-07-05
3
Sidieq Kamarga
Wih mencari masalah saja kau, Ludwig pasti bicara ketus lagi sama kamuh apalagi sampai tidak pulang. Posisikanlah dirimu sebagai karyawan pada umumnya, pakailah jam kerja yang normal supaya yidak menimbulkan masalah ke depannya
2024-07-05
1