Siapa yang menyangka kalau perempuan yang sedang menunggu Liam menelan makanannya, ialah istri yang diidamkan sejuta pria luaran sana.
Seenak itu makanannya...
Liam tak bisa berhenti memakan sop seenak ini, dia hampir lupa kalau Vana belum sama sekali menyentuh piring makan.
"Bagaimana rasanya, kak?", mendapat pertanyaan begitu Liam mengakui kehebatan Vana. Hanya saja tak mungkin bicara secara langsung menggunakan nada akrab.
" E–enak.. "
Hari pertama sebagai pasangan suami-istri Vana sudah membuktikan pesona yang pernah dikatakan Dipta. Pantas Dipta sangat mencintainya, pantas Dipta tak mau melihat Vana bersedih. Memang saat sedih, Liam tampak tidak suka.
"Makanlah..."
...----------------...
Malam harinya,
Bingkai foto mesra milik Vana dan Dipta nyatanya tak bisa mengobati rasa rindu. Saat itu, Dipta bilang akan kembali lagi sebelum hari pernikahan. Mereka akan bertemu lalu menyatu seumur hidup.
Andai Vana tak percaya Dipta hanya sakit biasa, ia harus tahu keadannya tak baik-baik saja. Pria nya selalu membuat kehidupan Vana penuh akan tawa dan gembira. Namun, mengapa tak membahagiakan diri sendiri? Kenapa dukanya hanya untuk diri sendiri..
"Hiks... Maaf kak... Pasti sakit kan? Kenapa kakak nahan semua sendiri?", pertanyaan itu tidak akan mendapat balasan.
Vana tak bisa mengatakan segala rasa kesal dan kecewa, apalagi memeluk Dipta dan memukuli. Dipta pantas dipukul sebab pergi meninggalkan Vana sendirian.
Perlahan Vana membuka kembali salah satu surat pemberian Dipta, ia merindukan kata-kata romantis dari bibir pria itu.
Isi surat:
Vana... Jangan menangis ya...
Baiklah kamu boleh menangis, hanya lima menit saja. Kalau engga aku bisa sakit nanti. Sekarang saja sudah sesakit ini.
Apa kamu masih marah ke aku? Diemin aku bukan solusinya, maki aja aku gak akan marah. Nanti peluk jauh ya..
Tapi aku tahu, mungkin sekarang aku udah gak disisi kamu lagi. aku janji kamu gak akan sendirian.
Kalau mama kamu jahat dan ejek aku, jewer aja telinganya. Aku pasti ketawa lihat keberanian kamu itu. Vana itu Ratu, bukan pembantu. Kamu harus selalu di manjakan bukan di sakiti.
Vana...
Setelah aku pergi, jangan menutup penuh hati kamu ya? Dunia kamu gak harus selalu aku, meskipun aku cuman punya kamu. Aku janji gak akan cemburu kalau ada yang mau bahagiakan kamu.
Jatuh cinta lah sekali lagi, akan ada masanya seseorang yang lebih baik dari aku. Bahkan melihat kamu nangis dia akan nangis sekencangnya..
Terima kasih atas segala kepercayaan kamu buat aku, sampai ketemu lagi cantik!
Tes...
Maaf Dipta, ijinkan perempuan mu menangis untuk terakhir kalinya.
Tanpa sadar Vana meraung memeluk foto Dipta, ia menangis sejadi-jadinya seperti kemarin. Bayang tubuh kaku Dipta masih menjadi alasannya tak bisa membendung segala sakit.
"Hikss... Hikss.... Mas Dipta.... "
"Aku kangen kamu Mas... Hikss... "
Dibalik dinding kamar yang terhubung dengan kamar Vana, terdapat sosok pria yang kini bersandar sembari duduk menundukkan kepala. Ia pun bisa merasakan seberapa mendalam luka istrinya.
Sekali lagi, Liam kalah mempertahankan diri. Semua berkat Vana, tangisannya tersalur ke dalam seorang Liam Mahendra.
...----------------...
BRAK!
Berada di kediaman Mahendra, Vana dibuat terperangah. Rumah mewah dengan taman luas dan para security penjaga, seperti istana saja..
"Ayo masuk, mama mau bertemu dengan kamu Vana"
Melewati tiga hari pernikahan, Liam menepati janji membawa menantu yang ingin dijumpai mamanya.
Amy antusias berdiri ke depan pintu bersama kucing kesayangan dan suami yang mengomel.
"Dia bukan anak mu kenapa terus saja dibawa sih?", Pak Hamka kesal menatap kucing anggora yang dipeluk istrinya.
" Biarin! Lucu gini malah dianggurin masa?"
Hamka berdecak, ingin sekali membuang kucing anggora sejauh-jauhnya. Tapi kalau dilakukan, istrinya bisa mengamuk sampai berbulan-bulan.
"Eh menantu mama!!"
"Meong... Meong... ", sibuk memeluk Vana. Hamka malah disuruh menggendong kucing yang ia benci. Tingkah Amy selalu di luar nalar.
" Apa kabar pa?", membiarkan mamanya memanjakan menantu. Liam memilih berbicara pada sang papa.
"Ya gimana liat mu toh Lim, ini papa lagi kesusahan gara-gara kucing"
Liam terkekeh mengambil alih kucing peliharaan mama lalu Menggendongnya sampai binatang itu mendusel senang.
Pasti kucing betina...
"Yuk masuk!"
...----------------...
"Mama mengerti perasaan kamu Vana.. ", untuk pertama kali Vana tersentuh oleh kasih sayang seorang ibu.
Sejak terlahir di dunia, ibu kandung Vana telah tiada. Sekedar memeluk saja tak sampai. Itulah sebabnya Vana dirawat oleh adik dari mamanya. Beliau sudah seperti papa kandung, andai istri nya juga memperlakukan Vana layaknya anak. Pantas tak dikaruniai anak...
"Mama tahu kamu dan Liam belum cukup dekat. Tapi kamu sudah pernah dekat dengan Dipta kan? Mereka hampir sama, eh! Bukan berarti mama mau kamu menganggap Liam itu Dipta ya? Tidak! Tetap anggap mereka berbeda."
Amy sedikit menjeda ucapan seriusnya, "kalau bisa kamu sayangi Liam ya? Anak mama itu baik dan sebenarnya manja.. Hahaha! Liam itu kalau udah bikin janji pasti di tepati, dia akan menjaga yang menurut dia berharga."
Vana mendengar seksama setiap kata demi kata pujian tentang Liam. Dia tak menyangkal, jelas sekali Liam memang baik luar dalam.
"Pacar Liam yang sebelum nya namanya Wilona, mama enggak suka liat dia. Pakaian terlalu terbuka, suka menyinggung dan mengatur Liam. Mama gak masalah Liam diatur, tapi pernah sekali anak kesayangan mama dibawa ke club, gimana gak marah coba?", baiklah arah pembicaraan sekarang lebih ke gosipan ibu-ibu yang geram pada anak muda.
Vana terkekeh dibuatnya. Setelah beberapa hari sulit tersenyum, sedikit demi sedikit Vana terhibur.
"Tapi saat liat kamu... Mama tahu kamu itu bukan perempuan nakal. Aura kamu sangat positif nak, rasanya mama beruntung bisa dapat menantu seperti kamu"
Tersentuh. Satu kata itu berhasil mengisi hati Vana.
Tak jauh dari taman, Liam sibuk memperhatikan seraya tersenyum tipis. Ia bernafas lega usai menemukan keceriaan Vana kembali.
"Cantik ya nak?"
"Iya... "
Liam tak menyadari keberadaan Hamka.
Sengaja sekali menggoda.
...----------------...
Deg.
Keadaan awkward mengisi ruangan pasutri yang harusnya biasa saja.
Liam dengan bagian tubuh atas belum sempat mengenakan kaos setelah mandi kini semakin salah tingkah. Sedang Vana sibuk mengalihkan pandangan.
"Mau kemana? Bukannya mau mandi?", aduh makin panas kan pipi Vana.
Handuk di bahu Vana menjelaskan akan apa yang ingin ia lakukan.
Daripada harus keluar dapat godaan dari papa dan mama mertua, Vana kembali memutar tubuh berjalan sampai berdiri berhadap-hadapan bersama Liam.
"Eum... Itu... An-anu, permisi kak... "
Menyadari posisi tempatnya berdiri, Liam menggeser badan sampai Vana melewati tubuh tegapnya. Gadis dengan tinggi hanya mencapai dada Liam perlahan membuka pintu. Kenapa jadi lambat gini...
"Vana... Tunggu!"
Liam membasahi bibir keringnya kemudian berucap, "jangan panggil say–", baiklah harus ada yang diubah dari gaya bahasa mereka.
" Jangan panggil aku kakak... "
"Liam saja."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments