Kehadiran mama saat sedang melakukan pekerjaan di rumah sakit, tentu menimbulkan rasa heran. Sudah lama sekali mama Liam tak datang berkunjung..
"Ada apa ma? Tumben banget mama kesini?"
Amy terbelalak menutup mulut tak percaya, dikira akting nya mempan ke anak semata wayang yang hafal dengan tingkah nya?
"Mama kesini pakek kamu tanya? Segitunya kamu gak mau mama kemari ya?"
Dita, perawat yang sibuk menyusun obat-obatan di pojok hampir tertawa lepas jika saja tak mengingat sosok wanita itu adalah mama atasannya.
"Bukan gitu ma... ", lihat kan jawaban Liam saja terdengar frustasi.
" Hahaha! Mama bercanda ih, nih mama bawa ini buat menantu kesayangan mama", menatap kue coklat yang terletak di meja Liam hanya bisa mendesah pasrah.
Ngasih ginian doang bela-belain ke rumah sakit? Kenapa gak langsung ke apartment aja??
Andai Liam seberani itu untuk berdebat. Sayangnya dia bukan Dipta yang pintar menyudutkan lawan main, Liam ini kan introvert dan penurut jadi pasti jawabnya..
"Iya ma... Makasih udah peduli ke Vana", balas Liam berusaha tak menyakiti mama kandung yang membesarkannya.
" Harus dong! Dia anak kesayangan mama, kamu jangan cemburu ya?"
"Hm.. "
Amy berdecak sebal, "ham hem ham hem. Gak perlu sok keren gitu di depan mama. Kamu juga biasanya ngerengek manja, inget dulu? waktu kamu minta minum susu—"
Deg.
Bisa hancur reputasi Liam kalau sampai perawatnya Dita bisa mendengar obrolan tak berujung mereka.
"Mama... Jangan bahas disini dong"
"Mangkanya jangan bikin kesel!"
Percayalah kalimat ini: wanita selalu benar sedangkan pria selalu salah.
"Iya mama maaf ya?"
"Nah gitu, sekali-kali kamu jangan salahin mama"
...----------------...
Alasan Liam dengan riang memutuskan datang ke tempat Vana mengajar adalah untuk mengantar pulang dan pergi ke taman dekat apartment seraya memakan kue pemberian mamanya.
Lagipula hari ini Vana tidak membawa mobil dan Liam tidak disibukkan jadwal. Ia bisa pulang lebih awal dari biasa.
BRAK!
Setelah menutup pintu mobil Liam berjalan sampai di lorong masuk. Namun, senyuman itu lenyap saat ia malah bertemu dengan orang yang lama ia tak temui. Yah, sejak perkelahian hebat memperebutkan satu nama, Wilona.
Alex yang tergila-gila pada Wilona.
Sedang apa dia disini?
Pertanyaan Liam hanya mendapat jawaban anonim dari sang rival. Alex tertawa jenaka dan apa?
"istri lo"
Ingin sekali Liam bertanya maksud ucapan Alex padanya. Kenapa dia takut kalau Alex mengenali Vana..
"Semoga saja tidak, awas saja jika dia.. Akh sudahlah!"
...----------------...
Begitu Vana keluar sambil menyapa satu persatu ibu-ibu yang tadi menggerayangi Liam. Ada helaan nafas lega yang ada dalam dirinya.
Tanpa ragu Liam melambaikan tangan.
"Permisi bu saya mau menemui istri saya"
"Loh... Istrinya bu guru toh!", serempak ibu-ibu histeris.
Kuping Liam hampir dibuat memerah karena malu akan reaksi mereka yang berlebihan.
Tapi peduli setan! Harus tetap terlihat berwibawa, terlebih Liam sedang menjadi sosok suami sekarang.
" Mari pulang? Tadi mama titipin kue buat kamu, dan aku hari ini bisa pulang lebih awal", tatapan Vana seakan sedang mencari letak ketulusan di balik mata suaminya.
Matanya selalu tulus..
Bagaimana Vana bisa menuntut Liam dengan pertanyaan menyakitkan saat pria itu tak segan menunjukkan antusias nya..
"Aku mau ajak kamu ke taman deket apartment, nanti kita makan kue ini bareng. Yuk?", Liam mengulurkan tangannya lebih dulu. Menunggu Vana menerimanya.
" Ayo mas.. ", balas Vana dengan suara lembut yang selalu berhasil menghipnotis. Vana juga menerima uluran tangan suaminya.
Mereka berjalan ber-iringan sampai beberapa kali ada yang takjub dengan perpaduan keduanya. Cocok sekali mereka..
Tanpa Liam sadari, Vana sedang menatapnya lekat bertanya-tanya.
Apa memang perhatian kamu hanya sebatas penggenapan janji ke Mas Dipta?Apa yang sedang aku harapkan mas? Memang harusnya begitu kan..
Sekuat tenaga Vana menahan pedih yang ada dalam benaknya. Nyatanya Liam sampai sekarang belum mengungkap cinta atau apapun. Perhatiannya bisa saja membuat Vana salah paham sampai terlarut dalam pesonanya.
Istri mana yang tidak akan terpesona dengan suaminya sendiri?
"Silahkan masuk.. "
...----------------...
Di taman ini— Liam dan Vana berjalan berdampingan. Setiap kali memperhatikan bayangannya dan istri kecilnya, Liam bisa terkekeh. Tubuh mungil Vana menggemaskan untuk tak diperhatikan.
"Kita duduk disini?", memilih duduk di kursi panjang tepat ke bawah pohon beringin sepertinya pilihan bagus.
Vana mengangguk.
Perempuan itu tak banyak bicara sejak bertemu Liam. Atau justru sejak bertemu Alex... Bahkan di kelas dia sempat kehilangan konsentrasi untuk sesaat.
"Ini buat kamu", minuman susu kotak dan kue coklat. Kombinasi terbaik bukan?
Ucapan terimakasih lolos dari bibir Vana. Liam semakin merasa keanehan dalam diri sang istri, tapi mungkin saja tidak..
Lagi-lagi bayangan Alex di tempat yang sama bersama Vana mengisi pikiran Liam. Kalau mereka saling mengenal gimana?
"Apa kamu tadi bertemu seseorang?"
Vana berpikir sejenak, "apa teman lama mas?"
Teman lama?
Nahloh, keduanya sama-sama bingung akan pertanyaan masing-masing.
"Mas Liam... Kenal sama yang namanya Alex?", mendengar pernyataan Vana hampir saja membuat Liam menahan nafas.
Aish! apa saja yang dia bicarakan dengan Vana?
Hanya satu jawaban yang bisa menolong Liam agar tak mendapat tatapan penuh tanya lagi. " Kenal, dia sepupu nya Amira"
Kenapa Vana harus mendapatkan plot twist sebanyak ini? Tadi katanya teman Wilona.
Kemudian Alex juga bilang kenal Liam dan Dipta. Dan sekarang dia—sepupu Amira?
"Bilang apa dia ke kamu?", nada tak suka tersirat dalam suara Liam. Siapa yang suka kalau istrinya diganggu?
Bukannya Alex sudah bisa bebas mencintai Wilona tanpa Liam ancam lagi. Mereka mungkin bisa berdamai jika Alex mengajak Wilona berkencan. Tapi kalau Alex bisa dekat dengan Vana, ia pasti punya rencana terselubung.
"Sebenarnya kemarin Wilona kesini... ", lirih Vana.
Baru saja mengingat nama itu dan sekarang Vana membahasnya, semakin membuat pandangan Liam tak teralih sedikit pun. Ia ingin tahu semua nya.
" Lanjutkan.. "
"Awalnya Wilona mau siram aku pakek air, tapi Alex bantu aku dan air itu tumpah ke jaketnya"
"Wilona bilang... "
Glek!
"Aku merebut kamu dari dia dan harus lepasin kamu... "
Jujur jika saja Vana ingin menangis di hadapan Liam, akan dia lakukan. Tapi gadis ini memilih menahan sakit yang ada di hatinya agar pria itu tak memberikan rasa kasihannya lagi..
Mungkin dia memang kasihan akan nasib ku.
"Lalu kamu jawab apa?"
Vana kembali menatap mata Liam tanpa senyuman yang terbit disana. Pandangan gadis ini kosong dan penuh kebimbangan.
"Aku gak punya jawaban apapun mas... Gak ada sama sekali"
"Kalau begitu jangan lepasin aku"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments