PESONA ADIK ANGKATKU
Mentari pagi menyingsing, menerobos celah-celah gorden kamar Raka. Pemuda berusia 20 tahun itu menggeliat, membuka matanya perlahan. Seperti biasa, hari baru telah menanti dengan segudang aktivitas yang harus diselesaikan. Raka beranjak dari tempat tidur dan bersiap untuk memulai rutinitas hariannya.
Seusai mandi dan berpakaian rapi, Raka turun ke ruang makan. Aroma harum masakan tercium memenuhi udara. Ibunya yang selalu bangun lebih awal tengah menyiapkan sarapan. Di meja, Kirana - adik angkatnya - sudah duduk dengan wajah cerianya seperti biasa.
"Pagi, Kak!" sapa Kirana begitu melihat Raka memasuki ruangan. Senyumnya merekah, memancarkan aura positif khas remaja berusia 17 tahun.
"Pagi juga," balas Raka, mengambil tempat di seberang Kirana.
Sejak kecil, mereka memang tidak diikat oleh hubungan darah. Namun setelah keluarga Raka mengangkat Kirana sebagai anak angkat, kasih sayang seperti saudara kandung terjalin begitu erat. Ikatan mereka demikian kuat hingga tak ada yang menyangka mereka bukan saudara sekandung.
"Raka, kau tidak lupa 'kan hari ini ada acara penting di sekolah Kirana?" tanya Ibu mengingatkan sembari menyajikan sarapan di meja.
Raka mengangguk. Tentu saja dia tak mungkin melupakan acara seperti itu. Meski kini kuliah di universitas berbeda, Raka selalu menyempatkan diri mendukung adiknya.
"Kirana sudah tidak sabar!" Gadis itu berseru antusias. "Kak Raka akan melihat penampilan spesialku di acara itu nanti!"
Raka tersenyum melihat semangat menggebu adiknya. Meski lelah rutinitas kuliah, dia tak keberatan meluangkan waktu untuk Kirana. Ikatan persaudaraan itu begitu istimewa. Dari awal, mereka memang dimulai dengan cara yang sama - sebagai saudara angkat yang tumbuh bersama berbagi suka dan duka.
Setelah menghabiskan sarapan, Raka dan Kirana bergegas berangkat untuk memulai hari mereka. Seperti biasa, Raka akan mengantarkan Kirana ke sekolah terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan ke kampusnya.
Selama di perjalanan, percakapan mengalir ringan layaknya saudara yang begitu akrab. Kirana berceloteh riang, menceritakan persiapan untuk acara pentingnya hari ini. Raka mendengarkan dengan saksama, sesekali menanggapi antusias adiknya itu.
"Aku sudah tidak sabar untuk tampil nanti, Kak. Semoga penampilanku sukses dan Kakak bangga," ucap Kirana penuh harap.
"Tentu saja aku akan bangga, Kirana. Kau sudah berlatih keras untuk ini," balas Raka meyakinkan. "Aku yakin kau akan memukau semua orang seperti biasanya."
Kirana terkekeh senang mendengar pujian Raka. Ikatan batin mereka begitu kuat sehingga dukungan dari Raka amat berharga untuknya.
Setibanya di sekolah, Raka memarkir mobilnya. Dia menurunkan Kirana lalu memeluk adiknya singkat. "Kuharap harimu menyenangkan. Semoga sukses nanti!"
Kirana membalas pelukan kakaknya. "Terima kasih, Kak. Aku menyayangimu."
Melihat Kirana berlari masuk ke gedung sekolah, Raka tersenyum lembut. Sebagai saudara angkat, dia amat mencintai Kirana seperti saudara kandungnya sendiri. Sejak kecil, keduanya memang berawal dengan cara yang sama - diikat oleh tali persaudaraan yang begitu erat.
Raka tak memiliki bayangan sama sekali bahwa hubungan persaudaraan mereka akan mengalami guncangan yang akan merubah segalanya. Ikatan itu suatu hari nanti akan diuji oleh sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
..
Setelah mengantar Kirana, Raka melanjutkan perjalanan menuju kampusnya. Selama di perjalan, pikirannya kembali melayang pada adik angkatnya itu. Dia mengingat kembali betapa erat ikatan mereka sejak diadopsi ke keluarga ini. Saat itu, Raka masih berusia 10 tahun sementara Kirana baru berumur 7 tahun. Meski tidak sedarah, kasih sayang seperti saudara kandung segera tumbuh di antara keduanya.
Raka mengingat bagaimana sang ibu memperlakukan mereka tanpa pandang bulu. Begitu pun ayahnya yang selalu menyayangi Kirana sama seperti dirinya. Memang sulit membedakan mana yang saudara kandung atau angkat di keluarga ini.
Senyum Raka mengembang mengingat betapa akrabnya dia dengan Kirana. Momen-momen manis dari masa kecil hingga dewasa terputar di benaknya. Saat-saat mereka bermain bersama, menangis bersama, bahkan berkelahi kecil seperti saudara pada umumnya. Semuanya terasa sangat spesial dan istimewa.
"Kami benar-benar dimulai dengan cara yang sama," gumam Raka sambil menyetir. "Sebagai saudara angkat yang tumbuh bersama melalui suka dan duka."
Namun di satu sudut hatinya, ada sesuatu yang mulai tumbuh tanpa Raka sadari. Benih perasaan asing yang seharusnya tidak boleh ada dalam hubungan persaudaraan mereka. Untuk saat ini, benih itu masih terpendap. Tapi suatu hari nanti, dia akan berkecambah dan mengguncang segalanya.
Sesampainya di kampus, Raka menepis segala pemikiran aneh itu jauh-jauh. Hubungannya dengan Kirana sederhana - sebagai saudara angkat yang sangat akrab dan saling melengkapi. Itulah pondasi yang membuat mereka berawal dengan cara yang sama sejak awal.
Raka bergegas menuju kelasnya. Pikirannya masih sedikit terbagi mengingat acara penting Kirana hari ini. Dia berharap bisa menyelesaikan kuliahnya lebih awal agar bisa menyaksikan penampilan adiknya nanti.
Jam demi jam berlalu hingga waktu menunjukkan pukul 2 siang. Kelas terakhir Raka hari ini baru saja usai. Pemuda itu segera bergegas meninggalkan kampus menuju sekolah Kirana. Dalam perjalanan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan video dari Kirana.
"Hai, Kak! Kamu sudah dalam perjalan?" sapa Kirana riang begitu Raka menjawab panggilannya.
"Iya, aku baru saja selesai kuliah. Sedang menuju ke sana. Acaranya masih berlangsung?" balas Raka.
"Masih, tapi giliranku tampil sudah lewat," jawab Kirana sedikit kecewa.
"Apa? Kenapa tidak bilang dari tadi? Aku bisa mencoba untuk tiba lebih cepat," Raka merasa menyesal karena hampir melewatkan penampilan penting adiknya.
"Tidak apa-apa, Kak," Kirana tersenyum lembut. "Aku sudah merekamnya untukmu. Nanti bisa kita tonton bersama di rumah."
Raka menghela napas lega mendengarnya. "Baiklah kalau begitu. Yang penting kau tampil dengan baik tadi."
"Tentu saja! Aku memberikan yang terbaik seperti yang kaulakukan selama ini," Kirana terkekeh. "Cepatlah ke sini, Kak. Aku menunggumu."
Panggilan video pun terputus. Raka yang merasa bersalah karena hampir melewatkan momen penting adiknya, kini mengemudikan mobilnya lebih cepat menuju sekolah Kirana. Dia akan meminta maaf secara langsung dan memuji penampilan Kirana nanti.
Setibanya di sana, Raka segera mencari Kirana. Dia melihat adiknya berdiri di koridor bersama teman-temannya. Senyum sumringah menghiasi wajah Kirana begitu melihat kedatangan Raka.
"Kak Raka!" serunya riang sembari menghampiri Raka dan memeluknya erat.
Raka membalas pelukan Kirana, merengkuhnya hangat. "Maafkan aku tidak bisa menyaksikan penampilanmu secara langsung," ucapnya tulus.
Kirana menggeleng sambil tersenyum. "Tidak masalah, yang penting Kakak nanti melihatnya juga."
Melihat keakraban Raka dan Kirana, beberapa teman Kirana tampak tersipu malu. Ada rasa iri sekaligus kagum pada hubungan persaudaraan erat yang terjalin di antara keduanya. Sejak dulu, memang begitulah keduanya - dimulai dengan cara yang sama sebagai saudara angkat yang terikat begitu kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Anonymous
👍
2024-06-08
0