Jennaira Nirmala, office girl yang baru seminggu bekerja di Wiguna Grup. Perempuan cantik yang memiliki aura anak orang kaya. Kini, perempuan itu menatap bungkusan yang diberikan oleh anak SMA tadi. Dia membukanya dan matanya nanar ketika melihat isinya.
"Kamu masih ingat?" gumamnya.
Senyum penuh keperihan terukir di sana. Dia tak lantas memakannya. Akan dia bawa pulang untuk dimakan berdua bersama orang yang dia sayang.
"Makasih, Fan."
.
Apang masih belum fokus pada pekerjaan. Dia masih memikirkan makanan yang dia berikan. Dia ingin tahu bagaimana respon Naira, tapi dia tidak boleh menanyakannya kepada Abang Er. Anak SMA itu memiliki insting yang sangat tajam.
Dia beranjak dari kursi kebesaran. Langkahnya membawa dirinya ke pantry. Belum juga sampai, dia sudah berpapasan dengan Naira yang sudah mengganti pakaiannya karena sudah jam pulang. Langkah Naira terhenti dan dia memandang Apang sebentar. Sedangkan Apang berlalu begitu saja. Tangan Naira mulai menarik tangan Apang hingga langkah Apang terhenti.
"Makasih. Kamu masih tau apa yang aku suka."
Ujung mata Apang melihat tangan putih Naira yang menahan lengannya. Namun, dia sama sekali tak menatap Naira.
"Jangan pegang gua sembarangan."
Perlahan Naira menjauhkan tangannya. Wajah Naira berubah seketika. Dan Apang kembali berlalu. Naira hanya bisa menatap punggung Apang yang menjauh.
.
Setiap kali Apang bertemu dengan Naira, dia bersikap seakan dia tak pernah mengenal Naira. Begitu dingin dan datar. Meskipun begitu, Naira tetap bersikap sopan kepada Apang.
Naira diminta untuk membuatkan kopi. Dikirim ke ruangan manager utama yang tak lain adalah Apang.
"Kopi apa, Mbak?" tanyanya pada sekretaris yang Apang.
"Katanya kopi yang biasa."
"Kopi biasa?" gumamnya.
Dia belum pernah membuatkan Apang kopi sebelumya. Naira berpikir sejenak, hingga dia teringat akan kopi yang selalu Apang minum.
"Apa seleranya masih sama?"
Sayangnya, ketika kopi itu sudah diletakkan di meja kerja Apang. Suara pria yang jauh lebih tampan dari masa sekolah membuat rasa kecewa bersarang di hati Naira.
"Ganti kopinya!"
"Saya bukan anak kecil yang suka dengan kopi itu."
Naira mengangguk pelan, terucap juga kata maaf yang begitu lirih. Kembali membawa kopi ke pantry dengan hati yang sedih.
"Ternyata dia sudah berubah."
Kopi yang Naira suguhkan selalu saja salah dan ini gelas kelima yang Naira letakkan di atas meja Apang.
"Bawa lagi!"
Namun, kali ini Naira tak lantas membawanya karena sedari tadi Apang tak sama sekali melihat ke arah gelas kopi yang Naira suguhkan. Mulutnya enteng sekali menyuruh Naira untuk membawa cangkir berisi kopi yang sudah dia buatkan.
"Sebenarnya mau kamu apa, Fan?"
Kepala Apang seketika menegak. Dia melihat langsung wajah Naira yang menatapnya dengan tajam.
"Kalau kamu mau balas dendam, tolong di luar jam kerja. Jangan sekarang."
Apang pun berdecih. Dia tersenyum sinis ke arah Naira.
"Sangat percaya diri sekali kamu," tekannya.
Naira masih berusaha menatap Apang dengan biasa. Padahal, matanya sudah begitu perih.
"Bawa kembali kopi itu. Saya tidak ingin meminumnya."
Naira menghela napas kasar sebelum membawa cangkir kopi itu. Dia mulai mendekat ke arah meja, tangannya pun mulai meraih cangkir yang sama sekali belum disentuh Apang.
"Tolong beri aku ketenangan dalam bekerja. Aku sudah tak ada tenaga lagi jika terus diusik," ucapnya begitu pelan dan lemah.
Apang pun mendengarnya. Dia menatap ke arah Naira yang sudah membawa nampan berisi cangkir kopi. Office girl itupun mulai menjauhi Apang. Dan sekilas Apang melihat kesedihan dari mimik wajah Naira.
Apang pun terdiam. Rasa bersalah mulai bersarang. Kalimat yang begitu lirih membuat Apang sedikit berpikir.
"Apa maksud dari perkataannya?"
.
Setelah kejadian itu, Naira selalu menghindar dari Apang. Begitu juga Apang yang semakin dingin kepadanya. Hanya sapaan seadanya yang keluar dari mulut Naira.
Namun, ketika Naira melihat Apang bersama sekretarisnya. Senyum tipis pasti terukir di bibirnya. Seperti sekarang dia melihat Apang yang begitu dekat dengan sekretarisnya dan menatap sekretarisnya dengan begitu serius.
"Kamu atur aja."
"Baik, Pak."
Sekretaris itu tersenyum ke arah Apang yang masih menatapnya. Tak lama berselang Apang masuk ke dalam ruangan.
Bukan tanpa sebab Naira berpikiran terlalu jauh. Sekretaris itu sering bercerita tentang Apang. Naira dapat mendengar jikalau perempuan itu menyukai Apang.
Hari ini, Naira shift malam. Mulai kerja jam tiga sore dan pulang jam sebelas malam. Ruangan sudah mulai kosong dan sepi. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Lampu di ruangan Apang masih menyala.
"Apa dia lembur?"
Naira terlonjak ketika Apang keluar dari ruangannya. Office girl itu menatap Apang, tapi Apang malah berlalu begitu saja. Melewati Naira tanpa kata.
Baru saja tiba di lobi, dia terkejut ketika melihat seorang lelaki yang dia kenali. Apang pun tersenyum kecil.
"Fan, liat Naira gak?"
Ya, dia Ibra. Lelaki yang pergi bersama Naira dulu.
"Gua bukan bayangannya."
Apang menjawab dengan sangat ketus dan berlalu begitu saja meninggalkan Ibra. Langkah Apang terhenti di dekat salah satu security.
"Jangan biarkan lelaki itu naik ke lantai atas. Saya tidak ingin kantor ini kotor."
Apang sudah menuju mobilnya. Pintu mobil dia banting dengan sangat keras dan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Bayangan tentang Ibra dan Naira muncul. Hari di mana Apang mengerjai Naira itu bukan tanpa alasan. Baru saja dia datang ke kantor, Ibra sudah ada di lobi dan Naira berlari kecil menghampiri teman SMA-nya itu.
"Ini buat makan siang."
"Makasih, Ibra."
Sebenarnya langkah Naira sudah terhenti sebelum dia menghampiri Ibra. Naira melakukan itu untuk menyapa Apang. Sayangnya, sapaan itu Apang abaikan.
Kaki Apang menginjak pedal gas dan melajukan mobil bagai manusia kesetanan. Dia sedikit mengabaikan keselamatan. Mobil itu terhenti di sebuah rumah besar. Dia segera naik ke lantai atas di mana kamar seseorang berada.
"Gua gak menerima curhatan."
Apang malah menoyor kepala Abang Er yang tengah duduk sambil bermain game di ponselnya. Apang merubuhkan tubuhnya di atas tempat tidur milik Abang Er. Hembusan napas kasar keluar dari mulutnya.
"Kalau belum kelar, ya kelarin. Kalau masih cinta, ya ungkapin. Jangan jadi macam anak perawan yang lagi datang bulan. Kerjaannya cuma uring-uringan."
Apang tertohok mendengar kalimat panjang dari Abang Er. Dia yang tengah tengkurap segera membalikkan tubuh. Menatap Abang Er dengan kedua alis yang hampir mengadu.
"Lu ngomong apaan sih?" Apang pura-pura bodoh.
"Entah! Kayaknya gua lagi kesambet setan yang lagi kasmaran."
Apang pun berdecak. Dia menatap langit-langit kamar Abang Er dengan berbantalkan lengannya sendiri.
"Besok hubungi mobil bak sampah."
Abang Er menjeda permainan game yang tengah dia mainkan. Menatap Apang yang tengah berbaring di kasurnya.
"Yakin sanggup ngebuang?"
...***To Be Continue***...
Kencengin atuh komennya ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Sayem Sayem
sok sok an mo d buang k bak sampah dlm hati ny aj mch kepo knp ninggalan gua tnp alasan...Apang parah g gentleman Jd cwo
2024-06-29
0
Ida Lestari
bneran pang yakin bisa ngebuang mntan yg satu ini hehehe
lnjut trus thor
semangat
2024-06-05
0
Amang Awang
entar bukan buang mantan ke bak sampah, malah diri sendiri lagi
2024-06-04
0