Hidangan yang dijanjikan oleh ayah Amber telah tertata rapi di atas meja. Acara makan dadakan itu pun di mulai dengan khidmat. Acara makannya tentu tidak dadakan tapi makan bersama pria yang telah didaulat menjadi kekasih Amber, itu yang dadakan.
Tidak ada dentingan sendok dan garpu yang bergesekan di atas permukaan piring. Begitulah tata cara orang-orang kaya makan. Jika disaat menyantap makanan terdengar bunyi dentingan artinya tidak memiliki etika yang baik saat makan dan tentunya jika berada di tempat umum, salah satu dari kenalan menemukan mereka yang makan dengan bersuara sudah pasti akan dijadikan bahan gosip.
"Permisi mba, ini minuman sejuta umatnya," ucap Meita sambil meletakan segelas teh hangat di samping piringnya yang kosong.
Gadis pelayan itu cukup teliti dan tahu etika. Dia menunggu Amber dan tiga orang lainnya menyelesaikan makan mereka barulah dia muncul.
"Air sejuta umat!" Ramona menatap tak percaya pada sang putri.
"Nyonya pasti baru dengar. Saya juga," jawab Meita terkekeh sambil mengundurkan diri.
Tak hanya mendapat tatapan bingung dari sang ibu, pria di sebelahnya juga menatap heran kepadanya.
"Bukannya itu air teh!" seru Caesar.
"En, iya," jawab Amber santai.
"Bukannya air teh menjadi minuman wajib bagi hampir seluruh umat manusia," jelas Amber.
Caesar memicingkan sebelah mata meragukan jawaban Amber.
"Well, memang tidak semua orang akan memilih air teh sebagai minuman pendamping saat mereka makan. Ambil contohnya, aku yang mewakili anak-anak muda. Kami pasti akan memilih air teh baik itu hangat atau dingin sebagai minuman pendamping saat kami makan di cafe atau rumah makan," timpal Amber.
"Rumah makan?"
Kalimat yang terlontar dari mulut Caesar terdengar seperti pernyataan dan pertanyaan di waktu yang bersamaan.
"Ya, rumah makan. Luas tempatnya seperempat dari luas restoran ini," ucap Amber sambil mengedarkan pandangannya. Gadis itu seolah takjub akan dirinya sendiri karena bisa menjelaskan sesuatu.
"Harga makanan di sana jauh lebih murah. Selain itu, juga ada warung makan yang letaknya di pinggir-pinggir jalan. Aku ..."
"Stop!" jeda Topaz. "Kau akan membuat calon menantu ayah bingung," timpalnya.
"Aku kan hanya menjelaskan padanya," bela Amber.
"Sayang, ayah yakin Caesar tidak pernah ke tempat-tempat yang kau sebutkan tadi."
Amber langsung menatap Caesar mengharap belaan. Caesar tidak perlu memberi penjelasan padanya. Ekspresi Caesar telah memberi jawaban hingga membuat gadis itu melongo tak percaya.
"Kalian para orang kaya memang aneh!" seru Amber tak percaya sambil memegang kening dan menyandarkan punggungnya ke kursi.
"Ekhm! Sayang, kau juga termasuk ke dalam golongan itu," timpal Ramona.
"Ah! Aku lupa." Tubuh Amber semakin merosot mengingat kebodohannya.
Lagi-lagi tingkah Amber berhasil membuat Caesar tersenyum. Dalam waktu belum genap satu jam, gadis itu sudah dua kali membuat hatinya membaik usai kejadian tadi pagi yang menurutnya cukup menyita pikirannya.
"Ayah!" teriak Amber.
Ramona yang sedang menyeruput minumannya langsung tersedak mendengar teriakkan putri semata wayangnya. Topaz yang diteriaki justru biasa saja. Pria paruh baya itu sudah hafal dengan kelakuan aneh sang putri. Sedangkan Caesar lagi-lagi memicingkan mata.
"Em," respon Topaz.
"Apa maksudnya dengan calon menantu?" Amber baru sadar ayahnya tadi mengatakan calon menantu.
Gen memang tidak bisa dipungkiri. Kepolosan dan telat mikir putrinya sangat menurun dari istri tercintanya.
"Bukannya kalian sepasang kekasih?" Topaz memainkan telunjuk kanannya yang mengarah pada Amber dan Caesar secara bergantian.
Hening yang cukup menyita waktu hingga membuat pria paruh baya itu tidak sabar.
"Intinya kalian berdua harus segera menikah," ujar Topaz.
"Tidak bisa begitu," Amber langsung berdiri saat mendengar ayahnya menyuruh dia menikah.
Bukan tanpa alasan dia menolak. Pria di sampingnya bukan pacar sungguhan lagipula mereka baru kenal beberapa puluh menit yang lalu. Bagaimana mungkin seorang asing yang baru dia kenal menjadi suaminya.
"Ke ..."
"Kenapa tidak bisa?" tanya Caesar bingung.
Pertanyaan Topaz langsung diwakili oleh Caesar. Baru saja pria itu ingin bertanya tentang alasan Amber yang secara tidak langsung menolak untuk menikah.
Sedangkan bagi Caesar, cukup aneh baginya. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Amber dan pertama kalinya seorang gadis menolak untuk menikah dengannya. Caesar sedikit tidak terima.
"M-maksudku menikah itu terlalu terburu-buru," Amber duduk perlahan sambil menjelaskan penolakannya.
"Bukankah kita sudah menjalin hubungan selama setahun." Caesar melafalkan kata setahun secara perlahan hingga membuat Amber memutar bola matanya.
Pria tua ini. Bukannya tadi dia sedikit bicara. Kenapa tiba-tiba memiliki kosakata yang banyak. Amber menatap tajam pada pria itu sambil mengumpat dalam hati.
"Bukannya kau sering berpergian?" balas Amber. Belum sempat Caesar membuka mulut, gadis itu langsung menimpali.
"Jadi, satu tahun menjalin hubungan dengan pertemuan tidak kurang dari lima jari tidak bisa dikatakan bahwa kita menjalin hubungan selama setahun penuh."
Kena kau! Kalau soal bersilat lidah, aku adalah lawan yang tepat untukmu. Amber membatin senang melihat lawan bicaranya terdiam.
"Mau sehari, seminggu, bahkan setahun sama saja. Kalian menikah saja. Lagipula mom lihat kalian sangat cocok." Ramona bersuara karena jengah mendengar perdebatan yang tidak ada hasilnya. Karena dia tahu bahwa percuma saja putrinya itu membela diri, suaminya tetap akan menikahkan mereka.
"Mom, no!" teriak Amber.
"Sst! Kau ingin menjadi pusat di restoran ini."
"Paman, kau harus menolaknya!" Amber merengek pada Caesar. Dia yakin bahwa pria itu pasti berada di kubunya.
"Kau menyebutnya paman?" tanya Topaz santai.
Amber langsung salah tingkah karena keceplosan memanggil Caesar dengan sebutan paman. Bukankah aneh jika sepasang kekasih memanggil pasangannya dengan sebutan paman atau bibi. Amber lalu bergidik dengan pikirannya sendiri.
"Itu hanya ejekan, tuan. Amber selalu memanggilku paman karena perbedaan usia kami yang cukup jauh," jelas Caesar.
"Oh! Cukup menarik."
Amber menepis kegalauan hatinya, dia lalu mengguncang paha Caesar dan memasang wajah memohon.
Selama hidupnya belum pernah ada seorang wanita yang menyentuh bagian tubuhnya. Bukannya para wanita itu tidak memiliki nyali untuk menyentuhnya tapi dia sendiri yang sudah membuat perisai tak kasat mata untuk menghindari sentuhan mereka karena Caesar sangat membencinya. Anehnya, sentuhan Amber tidak membuat hatinya murka. Dia justru terhibur melihat Amber yang merengek seperti anak kecil yang diambil paksa es krim di tangannya.
Caesar menatap jauh ke dalam kedua netra hazel Amber. Suatu kepolosan yang murni. Belum pernah dia melihat tatapan seperti itu.
"Please!" rengek Amber.
Caesar tersenyum melihat wajah imut yang dibuat semakin imut agar keinginannya terpenuhi.
"Kapan pernikahan ini akan dilaksanakan?" Caesar akhirnya bersuara tanpa mengalihkan tatapannya dari Amber.
Kedua netra Amber membulat bahkan mulut gadis itu membentuk huruf o tanpa suara. Matanya berkedip pelan beberapa kali berusaha mencerna kalimat pertanyaan yang dilontarkan Caesar tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
💋ShasaVinta💋
Yeee Si Paman malah ambil kesempatan nih
2024-05-20
2
💋ShasaVinta💋
CEO mana tau warung pinggir jalan gitu amber. Caesar gak termasuk menjadi salah satu dr sejuta umat yg amber maksud 🤣
2024-05-20
4