5. Tidak Tampak Asing

Anna terlihat gelisah menunggu kedatangan Wira sambil melihat ke gerbang utama perusahaan miliknya melalui dinding kaca yang tertembus pandang dari atas sana.

"Bagaimana aku bisa tahu model mobilnya ataupun nomor kendaraannya dengan melihatnya dari sini? Apakah aku menghubungi dia saja? Sepertinya rumah sakit itu tidak jauh dari perusahaan ini.

Apakah saat ini sedang macet parah karena sebentar lagi akan memasuki waktu makan siang." Melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya.

Asisten Chacha membuka pintu itu dengan cepat. Anna membalikkan tubuhnya melihat sang asisten terlihat malu-malu.

"Nona Hanna. Apakah anda buat janji dengan seorang dokter?" tanya asisten Chacha dengan senyum menghiasi wajahnya.

"Apakah dokter Wira ada di sini? suruh dia menemui ku...!" titah Anna.

"Baik." Asisten Chacha membuka pintu itu agak lebar dan mempersilahkan dokter Wira masuk.

"Silahkan dokter...! Anda sudah ditunggu nona Anna...!"

"Terimakasih nona." Wajah datar Wira terlihat mendominasi saat masuk ke ruang kerjanya Anna.

Asisten Chacha kembali ke tempatnya lalu memesan minuman untuk keduanya.

"Dokter itu sangat tampan sekali. Kenapa jantungku berdebar seperti ini?" gumam asisten Chacha yang mengira kalau dokter Wira hanya melakukan tugasnya sebagai dokter untuk menemui pasiennya.

Walaupun hatinya Anna saat ini berbunga-bunga, namun ia tidak begitu memperlihatkannya di depan dokter Wira yang menyapanya ramah seraya menyerahkan buket bunga pada Anna.

"Apa kabar Hanna...!" Keduanya bersalaman sambil bertukar kabar." Ini untukmu. Aku sengaja membeli ini untukmu saat melewati toko bunga tadi. Selamat kamu sudah kembali lagi ke aktivitas kamu sebagai manusia normal..!"

"Terimakasih dokter. Tapi, bagaimana anda tahu aku menyukai bunga tulip biru dan Krisan putih?"

"Hanya feeling saja. Alhamdulillah kalau bunga itu adalah bunga favorit mu."

"Silahkan duduk dokter..!" Keduanya duduk di sofa saling berhadapan.

Dokter Wira menyapu pandangannya ke setiap sudut ruangan. Entah mengapa ia merasa tidak asing dengan tempat itu mulai dari masuk gerbang utama perusahaan milik Anna.

"Sepertinya aku pernah kemari, tapi kapan?" Wira berusaha mengingat sesuatu termasuk asisten pribadinya Anna.

Setiap kali mencoba mengingatnya yang ada kepalanya terasa berdenyut sakit. Wira memijit dahinya sesaat karena tidak berhasil menemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

"Apakah kamu baik-baik saja, dokter?" Mendekati dokter Wira.

"Maaf. Tadi jalanan nya agak macet. Jadi aku merasa sedikit pusing," ucap Wira bohong.

"Kalau begitu kita makan di kantin perusahaan ku saja kalau kamu merasa pusing," tawar Anna.

"Tidak apa. Lebih baik kita makan di luar saja karena aku sudah memesan tempat di Amuz restauran," ucap Wira.

"Amuz...? Bukankah restoran itu tempat favorit aku dan Zidane saat kami masih pacaran dulu? Ya Allah kenapa semuanya selalu kebetulan seperti ini? Kenapa aku seakan sedang berhadapan dengan almarhum suamiku sendiri dengan orang yang berbeda. Bahkan fisik mereka semuanya sama hanya saja wajah keduanya berbeda." Anna merenung sesaat.

Kenangan bersama dengan mendiang suaminya seakan dibangkitkan lagi oleh Wira.

"Apakah Wira sengaja mencaritahu semua kebiasaan yang aku lakukan dengan mendiang suamiku dulu dari keluargaku? tapi mana mungkin sedetail itu?" batin Anna.

"Hei...! Kenapa jadi bengong begitu? Apakah kamu sedang mengingat seseorang yang membangkitkan kenanganmu di restoran itu? Apakah kalian sering ke restoran itu?" tanya Wira.

"Hmm. Apakah kamu juga? Kenapa kita tidak bertemu ya?" tanya Anna sambil bercanda tawa dengan Wira.

Keduanya seperti memiliki ikatan kuat secara emosional disetiap momen indah. Hanya saja ada misteri yang menutupi semuanya yang membuat mereka saling membutuhkan satu sama lain.

"Sambil menunggu jam makan siang, bagaimana kalau kita berkeliling sebentar di perusahaanku..!" ajak Anna.

"Boleh."

Keduanya beranjak keluar menuju lift utama. Sementara itu asisten Chacha merasa kalau Wira seperti sosok yang ia kenal.

"Kenapa perawakan tubuh dokter itu sama seperti tuan Zidan? Tapi kok aku merasa tuan Zidan hidup dalam tubuh dokter itu. Apakah karena itu nona Anna berubah total setelah bertemu dengan dokter Wira?" gumam asisten Chacha lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

Setiap lantai perusahaan yang dilewati oleh Wira dan Anna membuat Wira makin merasakan suatu bayangan yang mencengkram otak memorinya untuk mengingat sesuatu. Bayangan itu terlihat kabur seperti serpihan adegan yang tidak begitu jelas.

Sepertinya dia sudah mengenal Anna sebelumnya. Untuk sesaat Wira menghentikan langkahnya. Dia ingin memastikan sesuatu jika di balik tembok itu ada suatu lukisan abstrak yang tergantung di sana.

"Jika memang apa yang aku pikirkan ini benar berarti aku pernah ada di tempat ini sebelumnya di dimensi yang berbeda." Batin Wira membalikkan tubuhnya menuju tempat yang di maksud membuat Anna keheranan.

"Kamu mau ke mana, dokter Wira?" tanya Anna.

"Tunggu di sini sebentar...! Aku ingin melihat ada apa dibalik ruangan ini sendiri."

"Tapi itu hanya lobi tempat pertemuan dengan klien ku di tempat itu."

"Iya, aku tahu. Tapi tunggu sebentar ya ..!" mohon Wira yang sangat penasaran dengan apa yang ada di memorinya.

"Baiklah." Anna mengalah lalu mengikuti langkah Wira ke tempat yang di maksud.

Apa yang ditebak Wira ternyata benar. Ada lukisan abstrak yang tergantung di dinding tempat pertemuan antara Anna dan kliennya.

Wira melirik sofa tunggal bergaya antik di mana sepasang kekasih duduk berpangkuan dan saling bercumbu di tempat itu. Bayangan itu terlihat nyata walaupun wajah keduanya terlihat buram.

"Benar. Sepertinya lelaki itu adalah aku yang memeluk Hanna. Tapi tidak. Itu tidak mungkin. Aku adalah dokter Wira Adiguna. CEO rumah sakit Permata Indah.

Lalu bagaimana aku bisa merasakan keberadaan ku di sini sebelumnya? Ya Allah kenapa aku merasa punya dua kepribadian seperti ini sejak bertemu dengan Hanna?" batin Wira sambil melonggarkan dasinya karena sudah berkeringat dingin saat ini.

"Dokter Wira. Sepertinya anda tidak sehat. Ayo kita duduk dulu di sini...!" Anna menuntun Wira ke sofa tunggal bergaya antik itu di mana Anna selalu bermanja ria dengan kekasihnya Zidan di sofa tersebut.

Anna memberikan air mineral kemasan botol pada Wira yang langsung meneguknya. Ingin rasanya ia bertanya banyak hal pada Anna namun mengingat Anna masih dalam proses penyembuhan jiwanya yang sudah lama mengalami depresi, membuat dirinya mengurungkan niat itu.

"Sepertinya yang bisa menjawab apa yang aku rasakan ini adalah kedua orangtuaku karena sejak aku pulang dari Canada, aku merasakan bukan seperti diriku yang diceritakan oleh mama.

Pasti ada penjelasan dibalik ini semua. Lalu apa hubungannya bayangan kenangan yang tidak jelas ini dengan Hanna?" batin Wira sambil memejamkan matanya.

"Apakah kamu sudah merasa baikan, dokter? Kalau kamu tidak sehat, sebaiknya kita makan di sini saja. Batalkan saja pesanannya. Kita bisa melakukannya dilain waktu," pinta Anna lembut.

"Tidak. Kita harus ke restoran itu. Ayo kita berangkat sekarang...!" ajak Wira yang merasa kalau di restoran itu mungkin ia akan mengenang lagi sesuatu yang ada di memorinya yang sempat hilang dalam tiga tahun terakhir ini. Kehadirannya Anna menjadi jalan baginya untuk menemukan kembali apa yang hilang dari dirinya.

Terpopuler

Comments

jhon teyeng

jhon teyeng

hanya tebakan

2024-09-09

0

⧗⃟ᷢʷ🍾⃝ sᴀͩᴋᷞᴜͧʀᷡᴀͣ 🇮🇩🇵🇸

⧗⃟ᷢʷ🍾⃝ sᴀͩᴋᷞᴜͧʀᷡᴀͣ 🇮🇩🇵🇸

bagus cerita, bunga mawar 🌹

2024-05-18

2

Nurwana

Nurwana

kayaknya Wira adalah Zidan deh...

2024-05-18

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!