Rumah sakit besar itu nampak sedang sibuk, mendapati banyak pasien yang baru datang.
Hingga ada satu pasien yang sedikit mengusik kepala dokter, pasien anak bernama Zero yang baru saja di pulangkan tadi siang, kembali ke Rumah sakit itu di malam hari dengan keadaan muntah muntah.
Kepala dokter yang baru saja akan pulang, di datangi asistennya.
"Ada apa ?"
"Pasien bernama Zero, kembali masuk gawat darurat lagi dengan keadaan mual dan pingsan, pemeriksaan lain menunjukkan pendarahan dalam karena aneurisma otak. Ada beberapa pembekuan darah juga di otak" jelas asistennya.
Kepala dokter nampak menghela nafasnya, dia jadi teringat akan diagnosa Kavian tadi siang. Dan dia kembali melepas jasnya dan kembali memakai jas dokternya.
"Berikan dia manitol IV dengan obat mual dan pereda nyeri"
"Ya dokter"
"Ah, dimana Pemagang tadi siang ?"
"Maksud anda ?"
"Petugas yang mendiagnosa anak itu aneurisma otak"
"Ah, maksud anda Kavian Airlangga, Pak ? mungkin di lab atau sudah berada di rumah"
"Hubungi dia"
Kepala dokter itu akan melangkah keluar, namun langkahnya terhenti lalu menatap asistennya dan berkata "Haruskah saya katakan dia yang benar dan saya yang salah, saya sudah mengabaikan pendapatnya. Saya malu sebagai seorang pembimbingnya" beliau mengakui kalau Kavian lah yang benar.
Apa yang sudah Kavian katakan adalah kebenaran, dan Kavian pantas mendapatkan satu poin atas tugasnya.
"Satu tahun ke depan, kita akan mendapatkan dokter hebat seperti Kavian"
***
Kavian sampai di rumah saat malam sudah tiba, dia pun segera berlari dengan cepat untuk segera masuk rumahnya itu.
Dan mendapati sang adik sudah terbaring lemah dengan beberapa muntahan pada baju juga lantai rumah.
Kavian nampak panik "Mutia,, Mutia buka matamu dek" dia memangku Mutia untuk berada di atas pahanya, dan dia berusaha membangunkannya.
"Mutiara..." "Mutia, buka mata kamu, bangun"
Terlihat perlahan Mutiara membuka matanya, Kavian mengecek suhu tubuh Mutiara, nampak demam lalu dia mengecek detak nadi di tangannya dan itu berdetak dengan cepat.
"Tak boleh begini, aku harus membawa kamu ke rumah sakit dengan cepat" ucapnya dengan sangat panik.
Kavian membangunkan Mutiara dan membiarkannya duduk "Bersandar lah" dan dia juga menyandarkan Airin pada lemari di belakangnya, lalu dia mengambil kaus kaki di lemari.
"Pakailah, ayo segera ke Rumah sakit" ucap Kavian lagi.
"Aku baik baik saja, kak" ucap Mutiara terbata bata.
"Baik baik saja bagaimana, kamu sedang demam tinggi, dek"
Kavian juga memakaikan jaket pada Mutiara, serta dia langsung menggendong Mutiara di punggungnya, dengan berjalan cepat dia memanggil taksi yang lewat dan segera masuk bersama Mutia.
Rumah sakit terdekat adalah pilihan Kavian, karena jika harus ke rumah sakit besar jaraknya agak jauh. Mutia pun dibawa masuk ke UGD dan bersamaan dengan itu ponselnya berbunyi.
Kavian segera meraih ponselnya dan terlihat nama Renata di sana, saat perawat membawa Mutia dia berhenti dan mengangkat telepon dari Renata dulu.
"Ya Ren, aku sedang berada di Rumah sakit"
Belum Renata bicara, Kavian sudah berkata dimana dia berada, namun suara Isak tangis dari Renata membuat dia jadi tambah panik setelah sang adik.
"Ren, kamu kenapa ? Ada apa ?"
"Hiks,, Kavi, tolong aku. Aku harus bagaimana sekarang, aku harus bagaimana ?"
Suara Renata semakin mengusik Kavian, hatinya ikut teriris kala mendengar Renata menangis.
"Ok, kamu tenang dulu ya, ceritakan ada apa ?" Kavian mencoba membuat Renata untuk tenang, namun sepertinya terjadi sesuatu pada Renata di sana.
"Kamu ke sini Kavi, aku takut" ucapnya lagi.
Kavian jadi bingung, dia pun berlari menghampiri adiknya yang mulai akan ditangani oleh Dokter jaga.
"Dek"
"Kakak"
"Kavi, tolong kamu cepat ke sini, aku benar benar takut Kavi"
Suara Renata terdengar oleh Mutia, dia lalu menatap Kavian.
Kavian tambah bingung, di sisi lain Mutia adalah adiknya, dan di sisi lain Renata wanita yang dia cintai.
"Kavi, aku benar benar takut, kamu harus selamatkan dia, dia tidak benar benar meninggalkan, kan ? Aku takut Kavi" ucap Renata lagi di balik telepon.
"Maksud kamu apa ?"
"Cepat datang ke sini Kavian !!!"
Ponselnya tertutup, dia menatap Mutia lagi.
"Dek, Kakak pergi dulu sebentar, kakak akan cepat kembali, ok !!" Kavian meminta ijin pada Mutia
Saat dia berbalik, Mutiara menahan kaos Kavian "Jangan pergi Kak"
Kavian terdiam "Kakak hanya sebentar, Kak Renata sedang butuh Kakak" ucap Kavian.
"Aku sedang sakit, kakak jangan pergi, jangan tinggalin aku" pinta Mutia dengan meneteskan air matanya.
"Kakak hanya sebentar, dek. Kakak pasti kembali dengan cepat" Kavian mencoba meyakinkan Mutia.
Mutia menggelengkan kepalanya "Jangan pergi, aku benar benar sangat sakit, Kak"
Kavian duduk, lalu menggenggam tangan Mutia erat "Hitung sampai 1000, dalam hitungan 1000 Kakak janji akan kembali, ok !! Berhitung sampai 1000 ya "
"Kakak janji" Kavian menggantungkan jari kelingkingnya, untuk mengucap janji pada Mutia.
Mutia nampak kembali menangis dan menatap Kavian dengan iba. Lalu dia menepis tangan Kavian.
"Aku akan mati !! Jika Kakak memilih menemui Kak Renata maka aku akan mati !!" ancam Mutia
Kavian tambah bingung, situasi saat itu benar benar membingungkan nya tapi rasa khawatir pada Renata lebih mendominasi.
Mutia menangis tersedu sedu "Kakak pasti akan kembali, hitung sampai 1000, ok !! Sebelum hitungan selesai sampai 1000, kakak akan kembali. Kakak pasti kembali, Kakak akan hubungi kak Andrian untuk menemani kamu sebentar"
Kavian berdiri dan dia mengelus rambut Mutia, jelas dia merasa sangat bersalah pada Mutia, adik satu satunya itu. Mutia juga kembali menangis dan menatap Kavian dengan marah.
Nyatanya Kakaknya itu lebih memilih Renata, dia langsung menepis tangan Kavian dari rambutnya dan memalingkan mukanya dengan cepat. Dia marah pada Kakaknya itu.
Kavian menghela nafas "Maaf dek" setelah mengucapkan itu, dia segera berlari keluar rumah sakit dan mencari kendaraan yang lewat untuk dia naiki sampai ke tempat dimana Renata berada.
Beberapa menit menunggu, kendaraan pun datang dan dia segera menaiki itu, dia mencoba menghubungi Renata lagi, namun tidak terangkat. Dia terus menatap ponselnya dengan hati was was.
Dia tidak tau apa yang terjadi pada Renata di sana, dan siapa yang dimaksud meninggal olehnya. Kavian benar benar tidak tau.
Dan sampailah di sebuah hotel, tempat dimana Renata berada malam itu, dia segera masuk ke sana, dan sempat bertanya lebih dulu, setelah mendapati di mana Renata dia pun segera masuk dan mendapati Renata yang sedang menangis di atas ke dua lututnya.
Saat Kavian datang, Renata langsung berdiri dan segera memeluk Kavian dengan erat dengan tangisan yang menyayat hati.
"Apa yang terjadi ?" tanya Kavian, lalu dia menatap seorang pria yang sudah tergeletak dia lantai sebuah tempat tidur dengan bersimbah darah.
"Ren ?"
***
Like dan Komen nya dong, Episode 4 akan aku up besok ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Anita Jenius
1 iklan buatmu kak.
2024-05-26
1