Episode 2

Setelah membuat Zero tenang, Kavian langsung menemui Kepala dokter, dia mencari cari dimana keberadaan beliau.

Hingga akhirnya dia pun melihat beliau sedang berjalan dengan masih di iringi pada seniornya.

Sebelumnya di memberi hormat pada beliau, lalu dia berkata dengan yakin.

"Saya pikir, Zero menderita satu aneurisma otak"

"Dasarnya ?"

"Dia mempunyai radang tenggorokan akut, setelah batuk kepalanya mulai sakit, saya rasa tekanan darahnya naik karena batuk yang berlebihan, Aneurisma otaknya kambuh"

Kepala dokter nampak ragu apa yang dikatakan Kavian tadi, sehingga dia tidak percaya.

"Tapi Saat tadi dia tidak menunjukkan sakit kepala ataupun muntah" ucap beliau.

"Dia mungkin tidak mau mengatakannya, karena dia tidak ingin membuat Kakaknya cemas. Saya menyaksikan sendiri bagaimana dia kesakitan juga dia muntah muntah" matanya menunduk dan menunjukkan jasnya yang kotor akibat muntahan Zero tadi.

"Dia tidak berani mengatakan itu, karena itu mencemaskan akan kakaknya yang tidak punya uang untuk pengobatan dirinya itu" jelas Kavian lagi.

"Dia baru 12 tahun, dan itu tidak mungkin" sangkal kepala dokter.

"Adik perempuan saya juga seperti itu, dia merahasiakan akan sakitnya, karena dia tidak mau saya cemas" Kavian menghela nafasnya kala teringat akan adiknya.

"Lalu bagaimana kamu menjelaskan akan hasil CT atau MRI ?" tanya kepala dokter.

Tapi dengan yakin Kavian menjawab "Pendarahan bisa terjadi begitu saja, dia kelihatan labil dan cemas, saya meneliti tentang pasien yang mengungkapkan ketakutan berlebihan, atau tidak dapat mengontrol kemarahannya terus menerus"

"Apakah itu karena dia kecanduan obat obatan ?" sergah Kepala dokter.

"Dia bukan termasuk anak yang kecanduan obat" kali ini Kavian nampak kesal pada kepala dokter itu.

"Sepertinya anda memang tidak mau mendengarkan apa pendapat saya, itulah kenapa anda begitu menentang saya !!" ucap Kavian dengan nada kesal

"Hei kamu !!" asisten kepala dokter lain nampak tak suka dengan perilakunya Kavian, sehingga dia menegurnya.

Namun sebuah telepon membuyarkan semuanya, dan kepala dokter nampak menerima telepon itu.

Kepala dokter nampak menatap Kavian dengan angkuhnya "Sudah ada hasil dari Zero, dan hasilnya dia tidak menderita aneurisma otak, seperti yang kamu mendapatkan, kalau kamu tidak yakin pergi dan lihatlah sendiri" terang kepala dokter itu, setelah menerima telepon.

Kavian nampak menghela nafasnya ketika itu, tapi sebenarnya dia masih sangat yakin akan diagnosanya pada Zero, tapi entahlah apa yang terjadi.

"Tidak, saya yang salah" Kavian pun memilih meminta maaf pada beliau, para senior dibelakang kepala nampak tertawa remeh pada Kavian.

"Jika dia tidak menunjukkan gejala lain, biarkan dia pulang" ucapnya pada asisten dibelakangnya.

"Ya dokter" jawabnya.

Lalu mereka kembali pergi meninggalkan Kavian sendiri lagi. Kavian nampak kesal pada dirinya sendiri, bagaimana bisa menjadi dokter, jika dirinya saja sudah salah begitu.

Dia pun pergi ke toilet rumah sakit, lalu menguyur wajahnya dengan air dan dia menatap cermin dengan rasa kesal dan marah.

***

"Kavi"

Kavian menoleh saat seorang wanita memanggil dirinya yang baru saja dia keluar dari rumah sakit, untuk hari ini tugasnya sudah selesai, walau semuanya tidak berjalan dengan baik.

Kavian tersenyum kala melihat wanita yang dia anggap kekasihnya itu, dia pun menghampiri wanitanya.

"Kenapa repot repot datang ke sini ? Aku kan bisa yang datang menjemputmu !!" ujar Kavian, setelah mendekat.

Wanitanya nampak tersenyum lebar, lalu dia merangkul tangan Kavian dengan manja.

"Kebetulan aku lewat sini, jadi sekalian aja aku jemput kamu, gak papa dong kali kali aku yang datang jemput kamu" ucapnya dengan nada yang masih manja.

Kavian mengelus elus rambutnya dengan lembut, serta tersenyum hangat juga padanya.

"Hari ini aku sedang melewati hari tak baik, tapi karena kamu datang menjemput, suasana hatiku menjadi baik, terima kasih ya" ucap Kavian, mereka terdiam.

"Kenapa ? Apakah kepala Dokter lagi lagi gak menghargai pendapat kamu lagi ?" Wanita itu bisa menebak dengan benar.

Kavian mengangguk, hatinya masih terasa kesal saat itu.

"Kasian, kalau gitu kita makan aja yuk, aku akan hibur kamu kali ini" Dia mengajak Kavian untuk makan saja dan juga dia bilang akan menghibur Kavian.

Tentu saja itu membuat Kavian tersenyum sumringah, mereka pun berjalan hingga sampai parkiran motor.

Renata Maheswari wanita cantik yang Kavian pacari tujuh tahun ini, perjalanan cinta mereka tidak selalu mulus, mereka sudah saling mengenal sejak kecil.

Hubungan mereka sudah lama terjalin, dan tentu saja Kavian sudah punya rencana untuk mempersunting Renata menjadi istrinya dan kini dia sedang berusaha.

Renata kuliah di satu kampus dengan Kavian, dan dia juga punya impian, impiannya bisa menjadi seorang reporter, namun banyak rintangan yang harus dia hadapi juga seperti Kavian untuk bisa menjadi reporter handal dan hebat perlu perjuangan extra dan sekarang dia sedang berusaha.

Tapi Renata sudah lulus lebih dulu dari Kavian.

"Hari ini aku yang traktir kamu, jadi kamu bisa kamu tabung untuk rencana kita nanti"

Keduanya sudah sampai di salah satu restoran yang sederhana, karena Kavian belum mendapat gaji banyak dari Rumah sakit jadi Kavian belum bisa membahagiakan Renata sepenuhnya.

"Tapi Ren..."

"Sttttt,, udah jangan banyak bantah, kita nikmati aja sore ini ya"

Bagaimana Kavian tidak cinta lagi dan lagi pada wanitanya ini, kalau diperlakukan seperti ini. Maka Kavian akan lebih berjuang lagi dan lagi, sisa satu tahun lagi untuk menyelesaikan belajarnya.

"Jangan banyak pikiran, ok !! hari ini hari kita berdua, dan suasana hati kamu harus bagus hari ini, lupakan yang terjadi tadi di rumah sakit, dan sekarang yang harus kamu pikirin aku yang ada di depan kamu ini"

Kavian tersenyum lebar, dia pun segera memegang erat tangannya Renata.

"Makasih ya, aku makin cinta sama kamu" dia juga mengecup kecil tangan Renata, dan Renata tersipu malu.

Renata pun mengangguk, hingga sampai makanan pun datang, dan mereka sama sama menikmati makan sorenya itu dengan penuh canda tawa.

Banyak hal yang mereka bicarakan ketika itu, sampai suara telepon membuyarkan mereka.

Kavian segera melihat layar ponselnya, dan melihat siapa yang menelepon ternyata itu dari Mutiara - adik perempuannya Kavian.

"Iya halo dek, ada apa ?"

Baru saja dia menjawab, dia langsung berdiri panik mendengar suara adiknya. Renata pun jadi ikut panik.

"Sekarang Kakak pulang, kamu tahan dulu sakitnya ya, sekarang Kakak pulang, ok !!"

Kavian langsung menutup telepon itu, dan menatap Renata.

"Ayo pulang, Mutia lebih membutuhkan kamu, Kavi" ucap Renata.

"Maaf waktunya kembali terganggu" Kavian sedikit merasa bersalah, namun Renata meyakinkan dirinya untuk tak perlu khawatir.

"Jangan pikirin aku, bersama aku masih banyak waktu, sekarang Airin sedang butuh kamu, ayo pulang"

Kavian tersenyum hangat, mereka pun memutuskan untuk pulang, Kavian mengantarkan Renata sampai depan kosannya sedangkan dirinya pergi ke rumah menemui Mutia adiknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!