Grep
Tangan Amira terhenti saat sebuah tangan kekar menahan gerakannya. Gadis itu menatap tajam seseorang yang sudah menganggu kesenangannya itu.
"Sudah cukup pertunjukannya," ucap seorang pemuda dengan tegas.
Amira menatap dengan tidak senang, "Jangan ikut campur!"
Setia-pemuda itu melepaskan pegangannya pada Amira, "Kau akan di keluarkan dari sekolah jika melakukan kekerasan."
Amira mendengus remeh, "Kau pikir aku perduli? Menjauhlah atau kau akan bernasib sama dengan dia."
Ancaman Amira tidak membuat Setia takut. Pemuda itu merebut pulpen Amira dan menyimpannya, "Kau tenang saja, Elena dan teman-temannya akan di kenakan sanksi karena membullymu."
"Apa!" Elena nampak tidak terima, gadis itu menatap Amira dengan tajam, "Sudah jelas bahwa dia ini gila, seharusnya orang gila tidak diterima di sekolah ini!"
"Elena! Kau tidak mempunyai hak untuk menghakimi orang lain," Tegas Setia. Sebagai ketua osis, pemuda itu mencoba untuk bersikap adil.
Amira memasukkan tangannya pada saku, raut wajah gadis itu berubah menjadi datar, "Terserah, aku tidak perduli."
Amira berjalan meninggalkan kerumunan dengan wajah dingin. Saat dirinya lewat, semua orang nampak membuka jalan untuknya dan berbisik-bisik mengenai dirinya.
Setia menatap kepergian Amira dalam diam, lalu tatapan pemuda itu beralih ke arah Elena dan teman-temannya, "Katakanlah sesuatu sebelum aku melaporkan perbuatan kalian kepada Waka Kesiswaan."
Elena berdecih, "Aku tidak akan meminta maaf."
Setia tersenyum, "Maka hukuman akan menjadi gantinya."
Pemuda itu meninggalkan Elena tanpa memperdulikan teriakan gadis itu. Teman-teman Setia yang sedari tadi menonton hanya melongo, mereka nampak kagum dengan apa yang Setia lakukan.
"Dia benar-benar keren," puji Gita dan disetujui yang lainnya. Setia kembali ke tempat duduknya semula dan memakan makanannya yang sempat tertunda. Ia nampak tidak memperdulikan tatapan teman-temannya.
"Setia, apa kau menyukai Amira?" celetuk Mika membuat teman-teman lainnya terkejut.
"Tidak," jawab Setia dengan singkat.
"Ah, kupikir kau menyukai gadis aneh itu. Kau tahu, kami terkejut dengan tindakanmu hari ini," Ryan menambahkan, teman-temannya pun turut menyetujuinya.
Tak!
Sentakan sebuah garpu membuat teman-temannya bungkam. Setia menghela napasnya kasar, "Aku tidak menyukainya oke? Aku hanya membantunya sebagai ketua osis!"
"Oke, santai bro... Kami hanya bercanda kau tahu," Andra mencoba menenangkan Setia yang nampak kesal. Mendengar hal itu Setia mendengus, "Kekanakkan."
...****************...
"Hiks.. Hiks.. " isak seorang dengan pilu. Amira-gadis itu menekuk kedua lututnya dan menyembunyikan wajahnya di sana. Di kamar itu hanya terdengar isakannya saja. Amira kini tinggal di sebuah apartemen sendirian, hal itu di lakukan agar hubungan antara Kakaknya dan Amira tidak diketahui oleh seorang pun.
Meskipun berat, namun hal itu harus di lakukan untuk melindungi gadis itu dari kejamnya orang-orang yang haus akan kekuasaan.
Kriet
Pintu kamar gadis itu terbuka perlahan menampilkan seorang pemuda yang menatapnya dengan khawatir.
"Amira," panggil pemuda itu. Amira terdiam sejenak, perlahan ia mendongak menatap pemuda itu. Tangisnya pecah seketika, Amira berlari dan memeluk pemuda itu.
"Kakak... Hiks, dia datang lagi, aku lelah .. Hiks," tangis Amira di pelukan kakaknya itu.
Rio Anggara, pemuda berusia 23 tahun itu memeluk adiknya dengan erat mencoba menenangkannya. Pemuda itu turut prihatin dengan keadaan adiknya itu.
"Maaf karena kakak belum bisa menyembuhkanmu Amira," kata Rio dengan lirih, pemuda itu benar-benar merasa bersalah. Amira kian terisak, benar-benar merasa tidak tahan dengan apa yang terjadi padanya.
"Hmm..." gumam Amira dengan tidak jelas. Rio yang merasa aneh pun menatap wajah gadis itu, seketika ia sedikit terkejut, ia menatap Amira dengan serius, "Siapa kau?"
"Kak Rio," ucap Amira, ia menatap Rio dengan tatapan memohon seperti anak kecil.
"Kyla," tebak Rio terkejut, ia sedikit tidak menyangka bahwa kepribadian Kyla akan muncul di saat-saat seperti itu.
Amira atau sekarang kini adalah Kyla nampak lesu, tatapan gadis itu sayu, "Sakit."
Rio yang mendengar hal itu tertegun, lalu punggung tangannya menyentuh kening Kyla. Suhu badan gadis itu panas.
"Pergilah ke kasur, Kak Rio akan membuatkan Kyla bubur, mau?" mendengar hal itu Kyla hanya mengangguk. Rio menuntun gadis itu menuju kasur, setelah menyelimuti Kyla ia pun pergi untuk membuat Bubur.
Tidak sampai 30 menit, bubur pun telah selesai Rio buat. Pemuda itu membawanya ke dalam kamar Amira, ia sedikit lega kala mendapati gadis itu hanya menonton serial kartun di Tv.
"Kyla, Kak Rio akan menyuapimu," Kyla mengangguk dengan antusias. Bagi gadis kecil itu, di suapi oleh Rio adalah hal yang paling membuatnya bahagia.
Dengan telaten Rio menyuapi Kyla, gadis itu cukup penurut jika bersama dengan pemuda itu, namun akan sangat nakal jika bersama dengan orang asing.
Setelah menyuapi Kyla, gadis itu akhirnya tertidur. Rio menyelimuti Kyla dan setelah itu meninggalkannya sendirian di dalam kamar.
Rio berjalan perlahan menuju kamarnya, pemuda itu duduk di meja kerjanya. Terlihat pemuda itu tengah memijat keningnya, raut wajahnya gelisah. Rio menyandarkan tubuhnya pada kursi dan menatap foto keluarganya yang terdiri dari Ayah, Ibu, Amira, dan dirinya. Keduanya nampak bahagia dengan Amira yang tengah berada di gendongan ibunya, sedangkan dirinya tengah memeluk kaki ayahnya.
Mengingat kenangan itu membuat Rio tersenyum.
Drttt
Drttt
Ponsel pemuda itu berdering nyaring di meja kerjanya. Rio mengangkat panggilan tersebut, "Halo?"
[Pak Rio! Sesuatu terjadi di perusahaan!] ucap seseorang yang menelpon pemuda itu.
"Aku akan ke sana 5 menit lagi," balas Rio dengan nada sedikit kesal.
[Baik Pak!]
Tut
Sambungan pun terputus, Rio bergegas memakan setelan kerjanya. Ia pun menyambar kunci mobilnya dan pergi menuju ke perusahaan.
...****************...
"Seseorang membobol masuk data rahasia yang dimiliki perusahaan, tapi anehnya semua data yang di miliki oleh perusahaan masih utuh," jelas Gerald selaku tangan kanan Rio.
"Pelakunya?" tanya Rio.
"Belum ada jejak sama sekali," jawab Gerald. Rio membuka komputernya, pemuda itu memeriksa data-data perusahaan.
"Tunggu, kenapa data Amira hilang?" gumam Rio dengan terkejut. Pemuda itu kian memfokuskan matanya pada komputer dengan sedikit panik.
"Gerald, seseorang mencuri data tentang Amira," Gerald nampak terkejut, "Bagaimana bisa? Sedangkan keberadaan Amira hanya beberapa orang saja yang tahu. Identitas gadis itu masih sangat di rahasiakan."
Brak!
Rio memukul mejanya, pemuda itu nampak marah dengan apa yang terjadi, "Sepertinya seseorang sudah mengkhianati kita."
"Gerald, cari pelaku itu secepatnya, tidak perduli berapa banyak anak buah yang akan kau keluarkan," titah Rio pada Gerald. Tatapan pemuda itu kian menajam, "Akan aku pastikan orang itu tidak akan bisa hidup tenang selamanya."
~Keesokan Harinya~
Amira perlahan membuka matanya saat cahaya matahari mulai menyinari seluruh kamarnya. Gadis itu beranjak duduk dan melihat sekelilingnya, lalu tatapannya beralih pada meja nakas yang kini di atasnya telah tersedia sarapan dan obat untuknya.
Amira membaca catatan kecil yang terletak di samping nampan dan membacanya.
*Istirahatlah, Kakak sudah meminta anak buah kakak untuk membawakan surat ke sekolah, jangan khawatirkan apa pun.*
~Rio
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments