Paman Shi menjelaskan lebih lanjut mengenai seni beladiri. Semakin lama Wu Sheng semakin memahami tentang hal ini.
Seni beladiri bukan hanya tentang gerakan atau teknik tendangan dan tebasan. Seni beladiri adalah cara untuk melatih tubuh, hingga melampaui manusia pada umumnya. Dengan menggabungkan kekuatan, kelincahan, stamina, reflek, teknik dan seni menjadi satu kesatuan.
Seorang dengan bakat pas-pasan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melatih hal ini. Hingga semua aspek itu bergabung menjadi satu, seorang layak di sebut ahli beladiri.
"Paman Shi, apakah kamu juga salah satu ahli beladiri itu?" Wu Sheng menjadi lebih penasaran tentang Paman Shi dan seni beladiri. Seorang ahli beladiri bisa dikatakan sangat kuat. Kalo dia harus melawan 10 manusia dewasa, seorang ahli beladiri dengan muda melumpuhkannya. Apakah Paman Shi seorang ahli bela diri? Tidak heran dia sangat kuat.
Mendengar pertanyaan Wu Sheng, Paman Shi tersenyum misterius. "Aku akan memberi tau kamu nanti, sekarang makan dulu. Bukankah kamu sudah lapar?"
Kenapa bersikap misterius?
Wu Sheng sedikit tertekan dengan sikap Paman Shi. Ini membuat rasa penasarannya menjadi lebih jauh. Tapi dengan semua yang telah di lakukan paman Shi, dia sudah berspekulasi, jadi dia melupakan rasa penasarannya itu. Di samping itu, perutnya sudah berteriak keras menginginkan daging yang terlihat lezat itu.
Mengambil daging panas tersebut, Wu Sheng meniup untuk sedikit mendinginkannya. Setelah di rasa sudah pas, dia mengigit Tampa ragu-ragu.
Bau daging itu meresap melalui lumbang hidung. Teksturnya kenyal membuatnya mudah di kunyah. Mengunyahnya sampai halus, dia menelannya untuk mengisi perutnya yang kosong.
Meski rasanya hambar karena tidak ada garam atau rempah-rempah. Tapi bagi Wu Sheng ini sangat memuaskan. Setelah lari panjang yang melelahkan tidak ada yang lebih memuaskan ketimbang daging panggang dan air segar.
"Makan lebih banyak, kita tidak kekurangan daging. Selain itu bagaiman kamu berlatih kalo kamu kekurangan gizi." Selang beberapa waktu daging Wu Sheng hampir habis termakan dan paman Shi mengintruksikan untuk makan lagi sampai puas.
"Brhik, phomon Shi." Wu Sheng berbicara saat mulutnya di penuhi dengan daging.
"Jangan bicara saat mulutmu masih penuh." Paman Shi menegur Wu Sheng dengan nada bercanda.
"Um, um." Wu Sheng mengangguk-angguk kan kepala sebagai persetujuan. Dan Paman Shi hanya tertawa melihat tingkah lucunya.
Setelah itu di tempat tersebut hanya terdengar suara mengunyah.
Wu Sheng berbaring terlentang di bawah pohon dengan wajah puas. Dia mengelus perutnya yang agak buncit. Ini pertama kalinya dia makan sangat banyak.
Paman Shi duduk di sebelahnya sambil bercerita tentang petualangannya dulu.
"Lihat mereka sudah datang." Paman Shi menunjuk ke arah kejauhan, di sana rombongan kereta kuda perlahan mendekat.
Wu Sheng bangkit dan meregangkan tubuhnya. Memandang rombongan itu dan menunggu. Kereta kuda itu makin dekat dan semakin dekat, akhirnya sampai di depan keduanya.
"Kakak Shi, apa anda mengajari Xiao Sheng beladiri?" Suara familiar itu terdengar saat Wu wangsan mengintip keluar dari kereta kuda.
"Benar." jawab Paman Shi dengan senyum.
Wu wangsan senang karena ini yang di inginkan suaminya. Namun sebagai ibu dia takut Wu Sheng terluka. Terutama saat melihat keadaan Wu Sheng saat ini, dia sepertinya menderita beberapa waktu lalu.
Wu wangsan akhirnya menatap Wu Sheng dengan hati-hati.
"Tenang lah Bu, aku sudah dewasa." Wu Sheng seperti tau kalo ibunya agak khawatir. Jadi dia berkata sambil memukul dadanya dengan percaya diri.
"Syukurlah." Wu wangsan mengangguk dengan senyum.
Setelah percakapan singkat mereka berdua kembali ke kereta untuk melanjutkan perjalanan. Paman Shi menggunakan waktu ini untuk tidur. Wu Sheng sedikit bertukar kata dengan ibunya, sambil menjelaskan bagaimana dia memutuskan untuk mulai belajar beladiri. Selanjutnya dia hanya dengan tenang mengamati pemandangan dalam perjalanan ini.
Wu Sheng melihat gunung-gunung itu sangat Indah dengan beberapa burung berterbangan. Suasana itu benar-benar menyejukkan.
Waktu perlahan berlalu saat malam kembali tiba. Wu Sheng menatap bulan lembut di atas sambil memikirkan apa yang di katakan Paman Shi kemarin.
"Arrggh." Tiba-tiba sebuah teriakan terdengar yang mengagetkan semua orang. Wu Sheng ingin melihat apa itu, hanya saja ibunya menghentikannya.
"Penyergapan! Bandit!" teriakan lain terdengar orang-orang itu di penuhi dengan kepanikan.
"kita di kepung." Seorang berpikir untuk melarikan diri, tapi menemukan kalo semua jalan keluar sudah di blokir.
"Ikut aku untuk melihat pencuri-pencuri ini." Paman Shi keluar dari kereta. Wu wangsan tidak ingin Wu Sheng dalam bahaya. Tapi karena Paman Shi berkata begitu dia dengan enggan memperbolehkannya.
Berjalan keluar Wu Sheng dapat melihat orang-orang dengan baju hitam mengelilingi kelompoknya. Jumlahnya sekitar seratus pria dewasa. Mereka semua membawa senjata tajam, seperti pedang, pisau dan sabit. Tatapan mereka tertuju pada kelompok Wu Sheng dengan dingin. Seperti melihat orang mati.
Mengalikan pandangan ke arah lain Wu Sheng melihat satu mayat tergeletak di sana. Panah tertancap di dadanya, darah keluar dari mulutnya. Dia adalah salah satu kusir yang di tugaskan oleh ibunya.
Tubuh Wu Sheng sedikit bergetar, Perasaannya campur aduk. Rasa takut menyelimutinya hatinya. Baginya ini pertama kalinya dia melihat mayat. Namun di samping semua ketakutan itu, dia sangat marah. Dia marah pada para bandit itu, dia marah pada dirinya sendiri dan dia marah pada dunia ini.
Dia merasa sedih, merasa bersalah, ini adalah hal yang tidak dapat di jelaskan.
Saat dia mendengar cerita Paman Shi tentang dunia luar dia merasa tidak percaya. Sejujurnya dia menjadi tau dan siap untuk ini. Namun setelah melihatnya sendiri, hal ini benar-benar berbeda.
Apa seperti ini cara memperlakukan manusia? Dia tidak bersalah! Tidak tau berapa anak dan istri di rumah yang menunggu kepulangannya? Dan dia mati di sini begitu saja hanya karena keserakahan manusia lain?
Orang-orang tidak berbeda dari Wu Sheng. Mereka yang selamat bersembunyi di dalam gerbong. Menatap mayat itu mereka menjadi takut dan gelisah. Apalagi mereka yang belum pernah melihat pembunuhan dalam hidupnya. Baginya, ini adalah mimpi buruk.
"Nyonya, aku sudah mengatakan padamu kalo tempat ini berbahaya." Kusir itu mengeluh sedih. Saat ada berita kalo di sini ada bandit, dia cukup berhati-hati. Tapi semua itu hanya rumor. Jika dia tau kalo rumor itu nyata dia tidak akan setuju, walau di bayar berapapun. Tidak perduli seberapa kaya kamu, itu tidak berguna kalo kamu mati.
Wu wangsan juga ketakutan, dia tidak bisa menanggapi keluhan kusir itu.
"Hehe, bos sepertinya ada beberapa wanita cantik di sana. Kita bisa bersenang-senang dulu sebelum membunuhnya." Salah seorang bandit berkata. Dia memiliki perawakan kasar dengan tubuh agak tinggi. Sebuah pedang tersarung di pinggangnya. Saat matanya menyapu beberapa gadis di gerbang dengan penuh keinginan.
Yang di panggil bos itu adalah seorang pria besar berotot, dengan kepala botak. Dia juga membawa pedang. Saat menerima saran itu, dia tersenyum kecil. "Bagus lakukan seperti biasa."
Mendengar jawaban itu, pria kasar itu berteriak. "serang, bunuh semua kecuali wanita. Jangan biarkan seorangpun kabur hidup-hidup."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Imam Sutoto
mantuul Thor lanjut
2024-05-09
0