Aku Akan Merindukanmu.

Raungan.

Mungkin dampak dari serangan balik itu sedikit tak terduga, makhluk itu menjadi semakin brutal.

Aku yang sudah tak berdaya hanya bisa pasrah saat terhempas ke suatu arah.

Tubuhku terasa hancur, aku juga samar-samar melihat bahwa luka besar terbuka menampakkan sebagian isi perutku.

Disisi lain, pisau itu masih tertancap di mata makhluk tersebut.

Dia mengaum sambil melompat-lompat dengan gila.

Tindakannya ini membuatku semakin gelisah.

Bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak kuharapkan?

Tapi untungnya itu hanyalah pemikiran yang lewat. Karena tidak lama setelah itu, makhluk tersebut dengan kesakitan meninggalkan tempat ini.

Aku menyaksikan bayangan makhluk itu semakin mengecil dalam sudut pandangku dan tersenyum ringan.

Jika ini adalah saat-saat terakhirku, maka keselamatan Rin adalah satu-satunya hal yang aku saksikan.

"Kakak!" mungkin melihat kondisiku yang seperti ini dari atas pohon, Rin turun dari tempat itu dan menghampiriku dengan tergesa-gesa.

"Kakak..." ucapnya dengan suara tercekat.

Ia pasti sangat bingung dan tidak tahu harus melakukan apa dalam situasi seperti ini.

Bagaimanapun juga tubuhku sudah berantakan seperti ini, walau seandainya dia memiliki sedikit pengetahuan tentang medis, tetap tidak mungkin bagiku untuk bertahan.

Tubuh yang berlumuran darah ini, tangan kiri yang terlepas, daging dan tulang yang tampak mengerikan, lalu luka terbuka di bagian perut.

Aku sebenarnya tidak ingin membuatnya menyaksikan kondisiku saat ini.

“Kakak!” dia memanggilku lagi.

Suaranya jelas penuh kesedihan dan ketidakberdayaan.

Lututnya lemas dan tubuhnya mulai gemetar.

Dengan suara “Bruk” Rin langsung berlutut dan menangis di sampingku. 

“Kenapa harus seperti ini? Kenapa semua orang harus mengalami ini? Lalu, apakah aku juga akan seperti ini?” mengatakan semua itu, cahaya dimatanya perlahan mulai meredup.

Bahkan tidak ada ekspresi lagi di wajahnya yang mungil.

Hanya dua baris air mata yang mengalir tak terkendali di kedua pipinya.

“R-rin..” aku merasakan kondisinya saat sangat tidak stabil dan berusaha keras untuk memanggilnya.

Untungnya, meski suara itu sangat samar dan hampir tak terdengar, Rin dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arahku.

“Kakak?” Rin bertanya dengan prihatin.

Aku menggelengkan kepalaku dengan lembut dan berpikir untuk menggunakan tangan kananku untuk membelai wajah adikku.

Namun aku tahu bahwa tidak ada sedikitpun tenaga yang tersisa untuk digunakan.

Karena itu aku hanya bisa tersenyum dan menatap Rin dengan lembut.

“Rin, kamu harus selamat!” aku menggunakan sisa tenagaku untuk mengatakan kalimat tersebut.

Mungkin itu hanya tiga kata, namun itu berhasil membuat Rin kembali pada kenyataan.

Ia menggigit bibir merahnya dengan keras saat menjawab. “Ya, kakak telah berkorban untuk membiarkanku hidup. Aku tidak boleh menyerah sampai disini!”

Ini membuatku sedikit lega.

Meskipun diliputi oleh kesedihan yang luar biasa, seberkas api harapan telah tersulut di dalam dirinya.

“Kakak, aku akan membantumu!”

Dengan demikian, Rin mengambil beberapa lembar kain untuk membalut luka-luka di tubuhku.

Itu dilakukan dengan sangat hati-hati, meski begitu rasa sakitnya tetap tidak bisa dihindarkan.

Namun, aku sama sekali tidak menjerit atau memprotes apapun. Yang aku lakukan adalah menatapnya dengan penuh kasih sayang.

Hanya sampai menyelesaikan tugas tersebut, Rin kembali berbicara dengan penuh tekad.

“Kakak, aku akan menggendongmu dalam perjalanan!”

Namun apa yang tidak dia sangka adalah penolakan langsung dariku.

Aku menggelengkan kepalaku dan menatapnya dengan sungguh-sungguh.

“...R-rin, tidak perlu memaksakan dirimu. Kau pasti sudah tahu dalam hatimu bahwa aku pasti tidak akan terselamatkan. Lagipula, aku telah kehilangan begitu banyak darah. Bahkan jika kau membawaku, itu hanya akan menarik lebih banyak monster ke arahmu.”

“T-tapi, bagaimana mungkin aku bisa meninggalkan kakak?" dia kembali menangis seperti sebelumnya.

Aku sangat ingin mendekapnya dalam pelukanku, tapi aku tidak bisa. Karena itu, aku hanya berharap agar dia mendapatkan sendiri jalan yang cocok untuknya.

"Kalau begitu, apa yang bisa kulakukan untuk kakak?” Rin bertanya dengan getir. Itu mungkin juga menyiratkan. “Apakah aku hanya bisa meninggalkanmu untuk mati di tempat ini?”

Lalu, untuk mencegah tumbuhnya rasa bersalah yang lebih besar, aku menjawab pertanyaan tersebut. “Rin, bawa aku ke pohon besar itu.”

“Iya.” dia setuju dengan cepat, kemudian mengangkat tubuhku dan meletakkan sebagian di pundaknya, sebelum menyeretku ke bawah pohon besar itu. 

Sampai di sana, Rin sedikit terengah-engah saat meletakkanku dibawah pohon besar tersebut.

Mungkin baru sekarang dia sadar bahwa permintaan yang dia ajukan sebelumnya adalah hal yang mustahil.

Hanya membawaku dari jarak yang begitu dekat, ia telah menghabiskan banyak tenaga.

Jika itu harus dilakukan hingga ke bagian luar hutan, bahkan jika dia bisa, aku tetap tidak akan bisa diselamatkan.

“Kakak!” ucapnya sambil menggigit bibir bawahnya dan berusaha keras untuk menghentikan air mata yang mengalir di wajahnya. 

“Rin, bisakah kau melakukan satu hal untukku?” 

Rin mengangguk dengan lembut.

Aku kemudian berkata: “Rin, biarkan aku melihatmu pergi. Tolong tinggalkan aku disini. Dengan demikian, kau tidak perlu melihat apa yang tidak ingin kau lihat. Juga dengan demikian, aku bisa tenang dengan melihat bahwa kau masih hidup selagi aku masih hidup.”

Rin menggertakkan gigi dan mengepalkan tinju kecilnya. Ia kemudian mengangguk dengan keras kepadaku sebelum membawaku ke pelukannya.

“Kakak, aku mencintaimu. Diluar sana, jika aku selamat, karena aku tidak melihat apa yang akan terjadi setelah ini, aku akan menganggap bahwa kamu masih hidup walaupun itu hanya kebohongan. Dengan begitu, aku akan memiliki tujuanku untuk hidup.”

Mendengar pernyataan tersebut, aku merasa bahwa senyum di wajahku langsung membeku.

Namun, saat aku berusaha untuk mengatakan sesuatu, Rin mengulurkan jarinya untuk menutup mulutku.

Ia kemudian tersenyum dan berkata: “Kakak, sampai jumpa. Aku akan merindukanmu!” Setelah mengatakan itu, Rin berbalik dan berlari menuju kejauhan dengan berlinang air mata.

Aku hanya bisa tersenyum pahit, namun apa yang dikatakannya mungkin masuk akal.

“Rin, maafkan aku. Jika keajaiban bisa terjadi dan aku selamat hari ini, aku bersumpah untuk melindungimu bahkan jika harus menjual jiwaku pada iblis.”

Dikaki pohon besar yang rindang, di atas rerumputan yang bersimbah darah, pandangan Seina semakin kabur dan gelap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!