Mimpi?

“Seina...” sebuah suara bergema di telingaku.

Itu adalah suara paling lembut dan penuh kasih sayang yang pernah kudengar dalam hidupku.

Namun, mendengarnya sekarang tidak membuatku merasa bahagia sedikitpun, itu hanya membawa perasaan sedih dan rindu nan dalam yang diikuti oleh tumbuhnya benih kebencian dalam diriku.

“Mama...” aku tanpa sadar menggumamkan kata-kata tersebut dan berharap agar sosok yang memanggil namaku benar-benar ada di hadapanku.

Sialnya dalam hati aku sadar, bahwa orang itu telah di bunuh tepat di depan mataku.

“Seina...” suara itu kembali memanggilku.

Namun dibandingkan dengan suara lembut yang penuh kasih sebelumnya, suara kali ini dipenuhi dengan kesedihan dan kekhawatiran yang mendalam.

“Mama...” aku mencoba untuk menanggapi suara tersebut, namun suaraku sedikit tersangkut di tenggorokanku.

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan aku juga tidak tahu apakah kata-kataku sampai kepada suara itu.

Meski begitu, aku mencoba menahan rasa sakit dan sesak di dadaku saat mencoba meneriakkan kembali kata-kata tersebut.

“Seina...” pada panggilan yang ketiga, suara itu berubah menjadi penuh ketidakberdayaan.

Itu jelas suara orang yang sedang sekarat.

Meski begitu, dia terus memanggil namaku.

Entah kenapa, mendengar suaranya yang seperti itu, kesedihan dalam hatiku digantikan oleh kemarahan yang tak terbantahkan.

Aku sangat ingin mencabik-cabik orang yang membunuh ibuku. Aku ingin menyiksanya, membuatnya merasakan sakit yang berkali-kali lipat lebih besar dari yang dia berikan kepada ibuku.

Saat aku merasakan semua kebencian tersebut, ingatan-ingatan pada hari itu kembali diputar di dalam kepalaku.

Hari dimana orang-orang misterius itu muncul di desa, dan menyeret semua orang ke jurang kematian mereka.

Hari dimana kedua orang tuaku mengorbankan nyawanya untuk menyembunyikan kami berdua.

Momen-momen tersebut terlihat begitu singkat, namun terasa sangat lama.

Rasa sakit dan kebencian yang mereka tanamkan dalam diriku, aku tidak akan pernah membiarkannya hilang begitu saja.

“Orang-orang itu, aku akan membunuh mereka! Tak satupun akan kulepaskan. Akan kubunuh mereka semua!” aku berteriak dengan gila saat mengingat momen-momen yang tertanam dalam ingatanku.

Aku yang tak berdaya menyaksikan saat-saat itu, tidak memiliki hak untuk menangisi semua yang terjadi pada hari itu.

Ini adalah harga yang harus ditanggung oleh orang lemah yang berhasil selamat.

Kedua orang tuaku yang dengan senang hati mengirimkan dirinya menuju kematian untuk menyelamatkan aku dan Rin.

Isak tangis bukanlah balasan yang pantas untuk jasa mereka.

Karena itu, aku telah memutuskan satu hal.

Itu untuk menjadi kuat.

Agar aku bisa membalaskan dendam semua orang.

“Benar, aku akan menjadi kuat. Menjadi sangat kuat agar dunia tidak berani meletakkan jarinya untuk mengusikku. Hanya dengan begitu, aku dapat membalas dendam dan melindungi satu-satunya saudaraku.”

Pada saat aku menguatkan tekadku untuk hal tersebut, sebuah suara dengan hawa keberadaan yang sangat kuno berbicara kepadaku. “Gadis kecil, apa kau membutuhkan kekuatan?”

“Siapa?!” aku berteriak tanpa sadar.

Namun suara tersebut tidak terganggu saat menanggapi pertanyaanku. “Kau tidak perlu tahu siapa aku. Sebagai gantinya, aku akan memberitahumu sesuatu. Itu adalah kebencianmu yang telah menarik perhatianku.”

“Kebencianku menarik perhatianmu?”

“Benar. Aku sangat akrab dengan perasaan tersebut. Karena itu, aku merasa harus membukakan sebuah jalan awal untuk dirimu. Bagaimana, apakah kau membutuhkan kekuatan? Jika demikian, aku dapat membantumu!”

Aku mengerutkan kening dalam-dalam.

Namun saat ini, tawaran itu adalah yang paling berharga untukku. Demi memenuhi ambisiku, resiko sebesar apapun aku akan mengambilnya.

“Sebagai gantinya, apa yang harus kulakukan untukmu?”

“Fufu... kau adalah gadis yang cerdas. Tidak sulit, aku hanya ingin kau menjadi pewarisku. Dengan begitu, aku akan memberimu kekuatan untuk membunuh musuh-musuhmu. Bagaimana, bukan tawaran yang buruk kan?”

Aku mengangguk dan menjawab dengan dingin kepada suara tersebut. “Aku tidak tahu apakah itu benar-benar tujuanmu. Namun, jika kau memberiku kekuatan untuk membunuh mereka, aku dengan senang hati akan menerima tawaranmu.”

“Fumu... itu adalah pilihan yang bagus. Kalau begitu kesepakatan telah tercapai!”

Setelah mendengar kalimat terakhir itu, aku tiba-tiba tersentak, dan saat aku mendapatkan kembali kesadaranku, aku mendapati diriku yang baru saja terbangun dari tidurku.

“Mimpi?”

Saat aku bertanya-tanya akan hal tersebut, rasa sakit yang dahsyat tiba-tiba menyerang kepalaku.

"Argghh.."

Aku mengerang kesakitan dan langsung memegangi kepalaku.

Mungkin merasakan ada yang tidak beres denganku, Rin langsung terbangun.

Aku tidak tahu ekspresi seperti apa yang ditunjukkan oleh wajahku, namun aku bisa melihat bahwa dia jelas panik saat melihat keadaanku.

“Kakak, ada apa denganmu?”

Aku jelas mendengar pertanyaan tersebut, namun aku tidak bisa menjawabnya karena harus menahan rasa sakitku saat ini.

“Sial, apa-apaan ini? Kenapa rasanya sakit sekali?”

Saat Seina mengerang kesakitan, apa yang tidak dia ketahui adalah pola urat berwarna merah kehitaman yang tumbuh dibawah rambutnya.

Bahkan itu terus tumbuh hingga membentuk sebuah pola aneh di bagian mata kirinya.

Hanya setelah dua hingga tiga menit, rasa sakit tersebut berangsur-angsur memudar dan aku mendapatkan kembali ketenanganku.

Disisi lain, Rin yang sebelumnya panik juga menghela nafas lega saat melihat keadaanku kembali normal.

“Kakak, apa kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu barusan?”

Aku menggelengkan kepalaku dengan lembut dan menjawab dengan sedikit ambigu. “Tidak apa-apa, hanya saja kepalaku tiba-tiba terasa sakit. Maaf telah membuatmu cemas, Rin.”

Rin membuka bibir kecilnya tampak akan mengatakan sesuatu, namun saat kata-katanya akan keluar, itu tersangkut dan ia hanya terdiam disana.

Baru setelah beberapa saat kemudian, ia mengesampingkan pikirannya dan dengan lembut menghiburku.

“Kakak, jangan terlalu memaksakan dirimu!”

Aku tersenyum dan membelai kepalanya. “Gadis bodoh, tenang saja. Aku tidak akan memaksakan diri kok.”

Pagi itu, kami memulai hari dengan penuh kasih sayang.

Atau seharusnya seperti itu—

Namun hutan yang tenang bukanlah tempat yang seaman itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!