Pertanyaan yang paling dia takutkan. Akhirnya meluncur dari bibir tipis seorang laki-laki. Yang kini tengah berdiri di batas pintu kamarnya.
Dia hanya berdiri di sana. Seakan tak berani untuk melangkah lebih masuk lagi, ke dalam kamar milik perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
Mauren namanya.
Dia tak menoleh sedikitpun ke arah datangnya Jax. Dia hanya melirik sekilas ke arah Jax melalui cermin yang ada di hadapannya.
Tak dapat dipercaya, bahwa hari ini datang dengan begitu cepat.
Akibat keputusannya dua minggu yang lalu. Yang dia ambil tanpa sebuah pertimbangan. Mengantarkannya pada hari ini. Pada hari pernikahannya dengan seorang laki-laki yang bernama Jax.
Bukan, bukan seperti ini yang dia inginkan.
Mauren tertunduk, dan mempertahankan posisinya yang membelakangi Jax.
Jax
Mauren?
Mauren
* tak menjawab, dan semakin menunduk *
Jax
Are you okay?
Mauren
.........
Tidak, ini tidak bisa dibiarkan.
Ada apa dengan Mauren?
Ingin sekali Jax melangkahkan kakinya mendekat ke arah Mauren.
Seharusnya perempuan itu tau, bahwa dia tak suka diabaikan. Apalagi keberadaannya yang seakan tak dianggap. Dia benci itu.
Jax
Mauren?
Jax
Apa yang membuatmu seperti ini?
Jax
Apa aku membuat kesalahan?
Mauren
* Tidak *
Mauren
* Bukan kamu yang membuat kesalahan, tapi aku *
Mauren termenung.
Nyatanya, berpura-pura tenang saat hati gelisah tak semudah yang dia pikirkan.
Dia cukup kewalahan untuk mengontrol perasaannya.
Apalagi rasa bersalahnya yang semakin hari semakin besar.
Mungkinkah sekarang waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya?
Comments