Bab 2

POV Author.

Ditempat lain, di sebuah kamar apartemen di wilayah Jakarta Selatan, Helena yang baru saja selesai mandi, mematut diri-nya di depan cermin sambil memakai setelan baju untuk ia gunakan ke kantor, dan juga memoleskan lipstik berwarna pink muda, yang sangat pas dipadukan di bibir tipisnya. Setelah selesai bersiap, ia pun keluar kamar untuk bergegas pergi.

Namun Helena melihat seorang lelaki dengan gaya yang mencurigakan, di depan pintu kamar sebelah apartemennya, Helena hanya berhenti sebentar untuk melihatnya sekilas. Lelaki itu hanya membalas dengan tersenyum canggung kepada Helena. Helena pun mengabaikannya dan lanjut melangkah kan kakinya menuju lift, untuk ke lantai basement. Sesampainya di dalam lift, Helena memainkan ponselnya dan baru ia sadari ternyata lelaki itu juga berada di lift yang sama dengan dirinya. Lelaki itu terus melirik, dan melihat aktivitas Helena yang sedang memainkan ponselnya.

"Ini seniman terkenal yang akan menyelenggarakan pameran lukisannya akhir bulan ini" tiba-tiba saja Lelaki itu membuka obrolan, sambil menunjuk layar yang ada di lift, menampilkan video beberapa lukisan seniman yang sedang naik daun saat ini.

Helena meliriknya, lalu berkata "Lo kaya? Kalau iya, beli lah beberapa hasil lukisannya, karna seniman itu sedang butuh dana banyak, untuk mengobati istrinya yang sedang sakit" kata Helena menanggapi ucapan Lelaki itu sebelumnya.

Lelaki itu hanya tertawa renyah, mendengar perkataan yang keluar dari mulut Helena. "Apa kamu mau ngedate dengan seseorang?" lanjut Lelaki itu, menanyakan hal random dengan Helena. Helena hanya menanggapinya dengan bibir yang ditarik sedikit membentuk senyuman, lalu Lelaki itu mengeluarkan ponselnya, dari saku jas dan memberikannya kepada Helena.

"Masukkan lah nomor handphone ku ini di ponsel mu, aku yakin suatu saat kamu akan membutuhkannya" ujar Lelaki itu.

Helena hanya melihat sekilas ponsel Lelaki itu, "Ini bukan tempat yang bagus untuk meminta nomor gue" jawab Helena ketus.

"Kamu ngga akan pernah tahu kapan akan bertemu dengan takdirmu" respon Lelaki itu lantang.

"Lo cukup berani, tapi gue gak tertarik dengan takdir yang berisiko rendah" jawab Helena, sambil melangkah keluar lift, karena pintu lift sudah terbuka di lantai basement yang ia tuju.

"Astagaaaa" teriak Lelaki itu, sambil tertawa dan juga melangkah keluar lift.

Helena menyetir mobilnya sampai menuju parkiran kantor dan keluar dari mobil lalu terdengar suara panggilan dari handphone nya. "Ya haloo" jawab Helena begitu mengangkat panggilan tersebut, sambil tersenyum.

Di tempat lain, ada Raisa yang sedang panik, sambil mengancing satu persatu kancing kemejanya di dalam mobil yang sedang ia parkir kan, di dekat sebuah cafe sambil merapih kan rambutnya dengan becermin, di spion tengah mobil.

"Dasar bodoh" umpatnya sendiri dalam kepanikan.

Lalu ia pun bergegas memasuki cafe tersebut, dengan sedikit tergesa-gesa, menghampiri meja yang sudah berisikan 5 orang ibu-ibu, orang tua dari teman anaknya di sekolah yang sedang membahas sesuatu.

"Maafkan aku terlambat" katanya seraya duduk di bangku kosong yang tersisa satu. Yang artinya di mana hanya dia yang telat, menghadiri pertemuan para orangtua siswa yang biasa di adakan beberapa kali dalam sebulan,  guna membahas hasil belajar dan perilaku anak mereka masing-masing.

"Topik berikutnya, mari kita putuskan untuk selanjutnya, anak-anak siapa yang menghandle di bulan ini berikutnya, siapa yang belum melakukannya?" ucap ibu A seraya bertanya kepada ibu-ibu yang lain.

Semua mata tertuju kepada Raisa yang saat itu terlihat sedikit kebingungan.

"Aku?" tanya Raisa sungkan "Maaf, ku rasa aku ngga bisa meluangkan waktu bulan ini" lanjut Raisa.

"Hmm, kamu ibu yang bekerja ya" jawab ibu A dengan ekspresi wajah yang meremehkan. "Kalau begitu, apa ibu J bisa melakukannya?" lanjut ibu A bertanya kepada ibu J, yang duduk di sebrangnya, tepat di sebelah ibu X.

"Oke bisa lah" jawab itu J menyanggupi.

Drrt drtt drrrtt. Di tengah obrolan, terdengar suara getaran dari ponsel Raisa, ia hanya meliriknya sekilas, karena merasa sungkan ingin mengangkat panggilan tersebut ditengah-tengah para ibu yang sedang mendiskusikan sesuatu hal. "Kita juga harus membicarakan para staf pembantu, yang akan membantu anak-anak keluar sekolah" terdengar ibu A masih tetap melanjutkan obrolan.

Karena handphonenya tidak berhenti bergetar, Raisa pun izin sebentar untuk mengangkat panggilan telfon tersebut, dan menjauh dari meja perkumpulan ibu-ibu. Beberapa ibu melirik ke Raisa, yang sedang berjalan menjauhi meja, sebelum Raisa mengangkat telfon "Bagaimana caranya--" masih terdengar suara ibu N menanggapi ucapan ibu A tadi.

"Ada apa?" tanya raisa langsung ketika mengangkat panggilan.

"Mereka bertengkar, dan ngga mau berhenti menangis" sahut suara dari panggilan telfon dan itu suami Raisa, Lucky.

Di ujung telfon, terdengar suara anak-anaknya yang sedang menangis.

"Berikan telfonnya ke Yoga" pinta Raisa, meminta Lucky agar memberikan ponselnya, kepada anak pertama mereka yang masih berusia 5 tahun.

"Oh oke sebentar" cepat Lucky menjawab, dan langsung memberikan ponselnya ke Yoga "Yoga ini ibu, terimalah telfon ibu" beri Lucky ke Yoga, yang menerima ponsel itu sambil tetap menangis.

"Ibuuuu" kata Yoga, memanggil ibunya di telfon sambil menangis.

"Yoga jangan menangis" sahut Raisa dari telefon untuk menenangkan tangis Yoga, tetapi Yoga semakin menangis dengan raungan keras, dan ngga lepas juga tangisan Sony disamping Yoga. Raisa pun sedikit risau, dan berfikir sebentar, bagaimana cara mendiamkan anak-anaknya yang sedang ditinggalkan dengan ayahnya di rumah itu.

"Kalau kalian tidak berhenti menangis, ibu akan meminta ayah untuk membuatkan telur omelete" kata Raisa, Yoga yang mendengarnya pun seketika berhenti menangis "Katakan itu dengan Sony juga" lanjut Raisa ke Yoga.

Yoga pun menghampiri Sony lalu membisikkan sesuatu "Kata ibu, kalau kita tidak berhenti menangis, ibu akan meminta ayah membuatkan kita telur omelete" seketika Sony juga ikutan berhenti menangis. Lucky yang melihat kedua anaknya, yang dari tadi tidak bisa berhenti menangis, walaupun sudah ia tenangkan, lantas berhenti menangis ketika mendengar suara ibunya melalui telepon, penasaran, dengan apa yang di bilang istrinya itu kepada anak-anaknya.

"Sini handphonenya kasih ke ayah" katanya kepada Yoga yang masih memegang ponselnya dan menjulurkan tangannya untuk mengambil ponsel itu. "Kamu bilang apa Bu sampai mereka langsung diam?" tanyanya langsung ke istrinya yang masih ada disambungan telepon.

"Apa ngga bisa kamu tangani ini Yah?" sedikit kesal, Raisa menanyakan itu ke Lucky.

"Kapan kamu pulang bu? aku mulai takut sama mereka" rengek Lucky ke Raisa.

Raisa menghembuskan nafasnya disebrang telepon.

"Kenapa pertemuan orangtua lama sekali selesainya?" tanya Lucky lagi.

"Aku pulang sekarang ini, oke tunggu ya" jawab Raisa kesal sambil menutup panggilan telfonnya. Lucky yang berada dirumahpun sedikit lega mendengar kalau istrinya akan segera pulang. "Setelah kalian berhenti menangis, ayah akan membuatkan telur omelete untuk kalian" katanya dengan penuh semangat kepada anak-anaknya.

Yoga dan Sony hanya memandang ayahnya, dengan tampang pasrah, tetapi kemudian menangis kembali dengan kencang. Lucky pun heran dan pasrah lalu menepuk jidatnya sendiri dengan telapak tangannya.

Raisa yang masih berdiri ditempat ia mengangkat telfon sebelumnya, memikirkan cara agar bisa pamit dari pertemuan orangtua itu. Drrt drrt drrtt. Ponselnya pun bergetar kembali, dan Raisa langsung mengangkatnya.

"Ada apa lagi?" jawabnya cepat, tetapi, setelah mendengar jawaban dari sebrang telfon, ia pun melihat layar handphonenya, yang ternyata bukan suaminya yang menelfon, tetapi atasanya di kantor.

"Maaf pak, saya kira suami saya" jawabnya cepat sambil merasa tidak enak, karena sudah mengangkat panggilan telfon dari atasannya dengan ketus. Raisa pun terdengar kaget, ketika mendengar jawaban dari atasannya disebrang telfon sana, dan bergegas pamit pergi, dari perkumpulan ibu-ibu untuk menuju ke kantor, dimana tempat Raisa bekerja.

POV Lala.

Drrt drttt drtttt. Aku yang sedang berencana untuk pulang dari kantor,mendapat kan sebuah panggilan.

"Iya Haloo?" jawabku cepat. "Ha? Apa?" jawabku kembali, ketika mendengar kabar dari panggilan telfon yang, lantas, aku langsung berlari masuk kembali ke dalam kantor. Gegas aku menaiki lift untuk sampai ke lantai ke-7. Dimana ruangan Tim Manajemen Staff berada.

Terpopuler

Comments

YuWie

YuWie

banyak pemeran nya ya..dan blm bisa nangkep protahonis dan antahonis nya

2024-09-07

0

Amanda putri

Amanda putri

penasaran pengen baca langsung tamat

2023-11-20

2

Kotodeva

Kotodeva

🥲

2023-11-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!