Motor Fauzi tiba di depan rumah mamanya. Kedatangannya di sambut oleh Firman.
"Dari mana saja, mas?"
"Hei, Fir. Pulang juga rupanya.."
Fauzi langsung menghampiri Firman yang berdiri di teras, tersenyum menyambut kedatangannya.
"Iya dong mas. Pokonya sebisa mungkin sebulan sekali harus bisa pulang, ngumpul sama keluarga."
"Bagus itu. Sesibuk sibuk apapun, kita sebagai anak harus bisa meluangkan waktu untuk kumpul bersama orangtua." Fauzi merangkul bahu Firman, lalu mereka melangkah masuk.
"Mama, kok cemberut.. mama nggak sehat?" Fauzi meraih tangan Fatimah untuk diciumnya.
"Kesehatan mama semakin berkurang, begitu juga dengan umur mama. Tapi, kamu masih juga belum bisa memberikan mama cucu." Celotehnya.
"Ma, jangan bicara seperti itu. Lisna akan sedih kalau dia dengar mama ngomong seperti tadi." Ujar Fauzi dengan suara lembut sambil memeluk mamanya dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu mamanya.
"Habisnya mama bicara fakta loh, Zi. Sudah tujuh tahun mama bersabar menunggu untuk menimang cucu dari anak pertama mama. Tapi sampai saat ini masih juga belum.." Rutuknya cemberut.
Fauzi hanya tersenyum menanggapi ocehan mamanya. Diciumnya pipi kanan mamanya, lalu dia pun beralih untuk bermain bersama si kembar kesayangannya.
"Helo helo, siapa yang mau hadiah?"
"Mike.. Mike.."
"Mika juga om.. Mika juga mau hadiah.."
Si kembar berhamburan masuk ke pelukan Fauzi.
"Yang mau hadiah cium dulu."
Mike dan Mika mencium serentak pipi Fauzi. Pemandangan itu membuat Firman tersenyum. Sementara, Fatimah sudah melangkah menuju dapur.
"Kalian disini rupanya!"
Begitu tiba di dapur Fatimah melihat kedua menantunya berdiri berhadap hadapan, saling menatap dalam diam. Kedatangannya membuat mereka langsung mengalihkan suasana.
"Mas Fauzi sudah pulang ya, ma?" Tanya Lisna yang mulai meletakkan piring keatas meja makan.
"Sudah. Makanya cepat siapkan makanan. Kita makan dulu, mama sudah sangat lapar ini."
Fatimah membantu Yuni menyusun makanan di meja makan. Dia bahkan tampak sangat peduli pada Yuni, seperti membantu Yuni membawa baskom yang penuh dengan nasi.
"Yuni bisa kok, ma."
"Kamu kan lagi hamil muda, jangan membawa barang yang berat berat."
"Nggak apa apa kok, ma. Rahim aku sehat dan kuat. Jadi kata dokternya aku bisa kok melakukan pekerjaan seperti biasa."
"Apapun itu kata dokter, mama tetap tidak akan membiarkan kamu mengangkat benda yang berat."
Yuni tersenyum senang mendapat perhatian dari mama mertuanya. Sedangkan Lisna, kebagian menyusun piring dan juga makanan yang ditaroh mama mertuanya diatas meja.
"Lis, panggil mereka untuk makan, gih."
"Iya, ma."
Lisna menyelesaikan pekerjaannya dan langsung ke ruang tengah memanggil suaminya, iparnya dan ponakannya untuk makan malam.
"Mas, makan malamnya sudah siap." Panggil Lisna lembut seperti biasanya.
Fauzi yang sedang bermain dengan si kembar tidak mendengar panggilan Lisna.
"Sudah siap makan malamnya, mbak?" Sahut Firman menggantikan Fauzi menjawab panggilan Lisna.
"Iya. Yuk lah kita makan malam dulu."
Tapi langkah Lisna malah melewati Firman untuk memanggil suaminya. Sementara Firman juga ikut mendekati si kembar.
"Mas, makan malamnya sudah siap." Memegang punggung Fauzi untuk memberi tahunya.
Dan benar saja Fauzi menoleh. "Sayang! Kenapa?"
"Makan malam." Ulang Lisna sangat lembut seperti biasanya.
"Mike, Mika, kita makan dulu yok." Ajak Firman pada anak anaknya.
"Ayok.."
Mereka pun melangkah lebih dulu menuju dapur. Sedangkan Fauzi baru mulai berdiri dan menatap wajah Lisna dengan tatapan mengiba.
"Ada apa, mas? Apa ada masalah?" Selidik Lisna dengan hati hati.
"Mmm.. sayang, masih ada uang.."
"Masih lima puluh ribu mas. Buat ongkos kerja dua hari kedepan." Jawab Lisna dengan berbisik. "Mas butuh uang berapa?"
"Seratus ribu. Mas hutang tadi sama Rino. Janji mau bayar nanti setelah makan malam."
"Empat hari lagi aku gajian. Gimana kalau mas bilang sama teman mas untuk nunggu dulu selama empat hari.."
Fauzi menghela napas merasa kecewa karena tidak bisa menepati janji untuk membayar hutangnya. Tapi dia juga tidak bisa menyalahkan Lisna, karena memang hampir semua gaji Lisna tiap bulan, dia yang menghabiskan.
"Kenapa, mas?"
Itu suara Firman yang kembali ke depan untuk mengajak mereka segera makan malam. Dan Firman tidak sengaja mendengar Fauzi meminta uang pada Lisna.
"Nggak apa apa kok Fir. Urusan rumah tangga." Kilah Fauzi. Sementara Lisna hanya terdiam.
"Mas butuh uang?" Tanya Firman sambil merogoh dompet dalam saku celananya. Dia-pun mengeluarkan dua lembar uang merah.
"Ambil mas. Semoga cukup."
"Ah nggak usah nanti ribet mau bayarnya.." Fauzi sok sok-an menolak uang pemberian adiknya karena gengsi.
"Sudah ambil saja, mas. Tidak terhitung hutang kok."
Fauzi mengangguk malu malu mengambil uang ditangan Firman
"Terimakasih, Fir."
Firman hanya tersenyum dan tidak sengaja melirik sebentar kearah Lisna tepat sebelum Lisna melangkah lebih dulu menuju dapur.
*
*
*
Suasana makan lumayan sunyi. Bahkan si kembar pun tidak banyak celoteh seperti sebelumnya. Mereka hanya menikmati makanan yang terhidang dengan lahap. Sepertinya mereka kelelahan dan mulai mengantuk.
"O iya, Zi. Kalian jadi ke klinik kandungan, kemarin?"
Fatimah mulai membuka obrolan. Pertanyaannya membuat Lisna menghentikan acara mengunyah makanan di mulutnya.
"Jadi, ma. Lisna belum cerita?" Tanya Fauzi sambil melirik Lisna yang duduk di sampingnya. Dan Lisna hanya tersenyum samar.
"Belum. Makanya mama tanya. Kalau Lisna sudah cerita ngapain mama tanya lagi."
Mengapa mama berbohong? Apa mama sengaja untuk menyindirku lagi di hadapan Yuni dan Firman..
"Mbak Lisna hamil? Oh ya ampun, selamat ya mbak.."
Itu Suara Yuni yang ikut ikutan menyindir Lisna. Padahal Yuni tahu Lisna tidak hamil. Bahkan baru beberapa menit lalu dia sendiri yang mengatai rahim Lisna tidak subur.
"Benaran, mbak?" Tanya Firman ikut tersenyum bahagia.
Lisna hanya diam. Sedangkan Fauzi mengelus pelan punggung istrinya agar tidak merasa kecil hati.
"Kok kamu diam saja, Lis? Kasih tau jawabannya dong. Kamu hamil apa masih belum juga.."
"Mama.."
"Masih belum, ma." Jawab Lisna menghentikan suaminya agar tidak berdebat dengan mamanya.
"Oh ya ampun, masih belum ya mbak? Terus ngapain periksa ke klinik kandungan?"
"Hanya untuk sekedar memeriksakan rahimku, Yun."
Yuni mengangguk dengan sedikit seringaian di bibirnya. Firman melihat itu dengan jelas. Tapi, dia tidak bisa marah atau menasehati istrinya, karena itu akan semakin memperkeruh keadaan.
"Terus dokternya bilang apa. Apa rahim kamu sehat?"
"Ma, bisa nggak kita bahas ini nanti saja. Ini lagi makan loh." Protes Fauzi.
"Memangnya kenapa kalau masih makan. Toh pembahasan ini tidak jorok sama sekali kok. Mama hanya penasaran."
Lisna menepuk pelan paha Fauzi, memberi kode agar suaminya berhenti berdebat dengan mamanya.
"Hasil pemeriksaanya lumayan bermasalah, ma. Rahimku kurang subur, jadi kata dokternya kemungkinan sulit untuk mendapatkan keturunan."
Jawaban Lisna membuat Yuni bahagia. Ya, dia bahagia dalam hatinya, karena suaminya menampakkan wajah sedih mengetahui Lisna wanita dengan rahim tidak subur.
"Huuhh.. berarti mama harus menambah stok sabar."
Fatimah menyudahi makannya. Dia pun membantu kedua cucunya yang sudah selesai makan untuk turun dari kursi.
"Firman pintar dalam pekerjaan dan pintar memilih istri. Nggak sperti kamu. Milih istri kok modelan nggak subur begini." Sindirnya sambil melangkah menuju ruang tengah.
Fauzi terdiam, begitu juga dengan Lisna.
"Sabar ya mbak, mas. Percayalah, jika Allah sudah memutuskan, mudah baginya untuk memberikan kalian anak." Firman berucap untuk membesarkan hati Fauzi dan Lisna yang baru saja di kecilkan oleh mamanya.
"Ya. Terimakasih Fir. Tapi, apa yang mama katakan benar. Aku, memang bodoh dalam segala hal."
Fauzi meninggalkan meja makan setelah mengucapkan kalimat yang seakan dia mengakui bahwa dia juga bodoh dalam memilih istri.
Kasihan sekali kamu mbak Lisna. Akhirnya mas Fauzi sadar kalau kamu itu wanita yang cacat alias mandul. Oceh Yuni dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Soritua Silalahi
jgn pernah menghina seseorang yg blm bisa hamil Krn kamu ga tau kedepannya hidupmu seperti apa
2024-07-23
0
Neulis Saja
Yuni, bahagiamu akan berakhir dgn duka karena kamu suka menyakiti org lain karena cemburu suamimu mencintai iparmu, sebenarnya kamu juga sakit yg sulit diobatinya atau bahkan tdk bisa diobatinya yaitu penyakit hati yg menggorogoti tubuhmu. jangan anggap kamu menyakiti org lain tdk ada balasan tethadapmu wait and see ☝️
2024-02-17
0