Matahari tengah hari menyorot tajam dari langit, membuat atap gedung milik Hiro terasa panas. Hiro dan Zen berdiri di sana, memikirkan rencana gila mereka: melakukan kudeta terhadap pemerintah. Tapi satu masalah besar ada di depan mata—mereka cuma berdua.
"Menurutmu, apakah kita bisa dapat anggota dalam waktu dekat?" tanya Hiro, matanya menerawang.
"Aku nggak tahu pasti," jawab Zen sambil menghela napas. "Tapi kalau kita punya ratusan anggota, kita bisa nyerbu kapan saja."
Mereka terdiam. Namun tiba-tiba, terdengar suara tawa pelan dari arah pintu.
"Khufufu... Nampaknya kalian butuh persiapan matang untuk membentuk organisasi ya... Aku punya ide bagus..." ucap seseorang misterius sambil bersender santai.
"Lah, lu siapa bejir?" Zen memelototi orang itu, bingung.
Hiro memicingkan mata, lalu mendadak sadar. "Eh, bukannya lu Aartox? Anak seni di kelasku yang nggak pernah bisa gambar realistis, terus cuma ngabisin kuas buat gambar anime?"
"A-aaa... Kesampingkan itu!" sahut Aartox cepat, wajahnya sedikit memerah. "Namaku memang Aartox! Dan benar, aku anggota seni Hiro... Tapi bagiku, seni itu membosankan! Lebih seru gambar anime!"
Zen mengerling ke arah Hiro. "Bro, lu nemu orang beginian di mana?"
"Mana gue tau," Hiro mengangkat bahu.
"Ehhh… jadi apa maumu?" tanya Hiro.
"Aku mau gabung sama kalian! Aku juga suka petualangan!" jawab Aartox penuh semangat.
Hiro menghela napas, mencoba menasehati. "Dengar, bro… Ini bukan main-main. Yang kita lakuin ini bisa bahaya."
"Aku nggak peduli! Aku tetep mau!" Aartox bersikeras, ekspresinya seperti anak kecil merengek.
Zen mendesah, lalu menepuk bahunya sendiri. "Ngotot banget nih anak… Mau nggak mau gue harus ngeluarin jurus nih…"
"Wih ngajak gelud? Gas!" tantang Aartox, matanya berbinar.
Mereka berdua langsung ambil ancang-ancang. Zen maju duluan, tapi dengan satu gerakan cepat, Aartox menangkap tangan Zen dan membantingnya ke lantai. Zen mengerang pelan, terkejut.
"Dia bisa judo?" Hiro melongo.
Aartox lalu menatap Hiro, seolah berkata “Sekarang giliranmu!”
Saat Aartox maju menyerang, Hiro menggeser kakinya, menjegal Aartox hingga terjatuh, lalu cepat mengunci tangan Aartox.
“Aaaa sakit! Ampun!” jerit Aartox.
Hiro melepas kunciannya, membantu Aartox berdiri. Zen juga bangkit, masih kesal.
"Lu lumayan juga ternyata," Hiro terkekeh.
"Tapi bukan berarti gue kalah! Gue cuma… melamun tadi," sanggah Zen, pura-pura keren.
"Jadi gimana? Boleh ikut kan!?" desak Aartox.
Hiro dan Zen saling pandang sebentar, lalu mengangguk. "Selamat datang, Aartox," ucap Hiro.
Aartox langsung bersorak girang, sampai loncat-loncat. "Haha! Terus… apa nama organisasi kita?"
Pertanyaan itu membuat Hiro dan Zen terdiam. Mereka sama sekali belum kepikiran nama.
"Oy, yang bener aja?" Aartox melotot.
"Y-yah… Mungkin nggak terlalu penting—"
"Mata lu! Nama itu penting! Tanpa nama, gimana kita mau terkenal!?" omel Aartox.
"Yaudah yaudah… kita pikirin…" Hiro menyerah.
Mereka berdebat selama hampir sejam. Setiap nama absurd dari Aartox ditolak mentah-mentah.
"Mana bisa ‘Sepiteng Rangga’ jadi nama organisasi!?" seru Zen.
Akhirnya Hiro bersuara, "Gimana kalau ‘Freedom Sekai’? Artinya Dunia Kebebasan. Kebebasan untuk semua orang."
Zen dan Aartox saling pandang, lalu mengangguk. "Bagus juga! Setuju!"
"Mulai hari ini, Freedom Sekai berdiri!" Hiro mengangkat tangan.
Setelah nama ditentukan, Aartox mengingatkan idenya.
"Ngomong-ngomong, kenapa nggak ajak anggota klub senimu, Hiro? Banyak cowok kan?"
"Woy, itu 35% cowok, 65% cewek! Kurang banyak cowok yang minat seni… Dan gaya mereka culun semua…" Hiro geleng-geleng.
"Inilah kamu! Don’t book a judge by cover is!" semangat Aartox.
"Don’t judge a book by its cover, blok," koreksi Zen.
"Ah, itu lah pokoknya! Kadang kita harus ngorbanin sesuatu demi mimpi!" ucap Aartox.
Hiro terdiam lama, memikirkan resiko: kehilangan anggota cewek, kehilangan citra klub seni.
Akhirnya ia menarik napas panjang. "Baiklah… Kita rekrut anggota klub seni."
Zen langsung menepuk pundaknya sambil bercanda, "Hiro… Tuhan Yesus pasti bangga padamu… hiks."
"Aku Islam, woy," Hiro mendelik.
Dan begitu keputusan dibuat, Hiro berdiri di depan anggota klub seninya, mengumumkan perubahan besar. Para anggota cewek kecewa, menangis, bahkan asisten Hiro yang paling setia pun pergi dengan isak tangis.
Sisa anggota cowok dikumpulkan. Awalnya mereka menolak ide gila itu. Tapi Aartox, dengan dramatis dan air mata yang hampir jatuh, berhasil menggugah hati mereka.
"Woy, abis kerasukan apa lu tadi!?" tanya Zen, tak percaya.
"Sebenarnya... Gue itu Ayanokoji..." bisik Aartox ke Zen.
Zen menggeleng, terkekeh.
"Mulai sekarang… perjuangan kita benar-benar dimulai!" Hiro mengepalkan tangan.
– bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
MANNN
hhhh "bejir" gk tuh
2023-05-18
0
Dzam
ngakak dibagian ini :v
2023-05-15
1