Pagi yang begitu cerah tak mampu membuat seorang pria bernama Lewis tersenyum, pria itu terdiam seribu bahasa saat melihat isi dari sebuah amplop misterius di atas meja makannya, baru saja ia bersiap untuk pergi ke kampus namun sesuatu yang menghancurkan hatinya membuat semangat Lewis menghilang seketika. “Fuuuuk! Siapa yang mengirim ini!” desis Lewis geram. Bukan ia ingin marah pada pengirim itu, hanya saja ia belum siap mengetahui segala kebusukan Amara, wanita yang sudah dua tahun ini menemaninya.
Lewis kembali melihat beberapa lembar gambar Amara yang sedang terlelap dengan seorang pria lain, pria yang tidak ia kenal namun sepertinya umur mereka bisa di bilang cukup jauh, pria itu jauh lebih dewasa dari pada Lewis, tampak seperti seorang pengusaha dengan wajah tampan yang sedikit angkuh bahkan sedang tidur pun! Lewis mengeluarkan ponselnya dari dalam saku, ia menghubungi Brian, sahabatnya itu adalah satu-satunya orang yang memiliki akses masuk ke dalam apartemennya. “Kau di mana?” tanya Lewis tanpa ingin berbasa-basi terlebih dahulu, tidak ada waktu untuk melakukan itu.
“Hai, ada apa? Tentu saja aku sudah di Kampus, kau dimana? Sebentar lagi Mr.Robert akan mengisi kelas,” jelas Brian seolah tak ada masalah dengan pagi ini, akan tetapi Lewis tidak sebodoh itu, ia tidak ingin percaya begitu saja jika Bria tidak ada hubungannya dengan ini semua.
“Berhentilah berpura-pura, kau yang menaruh foto-foto ini bukan? Apa maksudmu mengedit foto Amara seperti ini? Aku tahu kau tidak menyukainya, tapi berhentilah mengusik ku!”
Terdengar helaan nafas berat dari arah sebrang, helaan nafas yang menggambarkan kelelahannya dalam memberitahu seseorang akan suatu kebenaran. “Apa kau semakin bodoh setiap harinya?” sebuah pertanyaan yang berhasil membuat Lewis mengerutkan keningnya bingung. “Itu adalah foto nyata, pria yang bersama Amara itu adalah sugar Daddy-nya bodoh! Kau tahu Amara adalah wanita pencinta uang, dia rela menjadi simpanan hanya untuk mendapatkan apapun yang dia mau, bahkan kau tak sadar saat Amara marah karena kau tidak berhasil membujuk Mommy mu untuk membeli mobil sport yang dia inginkan.”
“Bukan itu yang ingin aku dengar Brian, kau mendapatkan foto-foto ini dari mana? Apa kau mencintai Amara-ku sampai kau melakukan ini? Kau menjebaknya bukan agar aku marah dan mengakhiri hubunganku dengannya?” tanya Lewis yang masih belum percaya dengan apa yang dia lihat.
Lagi-lagi terdengar helaan nafas berat dan kini dengan sebuah decakan kesal.
“Terserah, hanya saja aku tidak tertarik pada wanita 19 tahun yang sudah berwajah seperti Aunty ku,” ejek Brian. Tadi pagi aku menemukan amplop itu di depan kamar apartemen mu, aku penasaran dan membukanya, apa kau sudah melihat tulisan di belakang salah satu foto tersebut?”
Spontan Lewis membalikkan semua foto yang ada di tangannya, ia melihat sebuah tulisan yang dimaksud oleh Brian.
[Amara baru saja mengakhiri hubungan kami, aku hanya ingin memberitahu mu jika iblis cantik itu sudah menghabiskan banyak uangku, ada 1 jam tangan mahal yang aku belikan dan itu adalah untuk hadiah ulang tahun mu, aku ingin jam itu dikembalikan padaku, jika tidak aku akan menyebarkan foto-foto dan vidio ku bersama Amara di kampusnya. Periksa emailmu jika ingin melihat vidio ku bersama kekasihmu.]
Sial, jam apa yang pria ini maksud? Amara tidak pernah memberikannya apapun, berapa banyak pria yang dipermainkan oleh Amara? Dengan penuh kekesalan ia mengabaikan Brian yang terus berbicara di telepon, dia mengakhirnya dengan sepihak lalu mengeluarkan laptop dari dari dalam tas dan memeriksa emailnya. “Argh!” pekik Lewis kesal, selama ini Lewis menganggap serius hubungan mereka, tidak pernah membiarkan wanita lagi mendekatinya dan sekarang ia malah mendapatkan hadiah kecil dari Amara.
Tanpa pikir panjang Lewis mulai menghubungi Amara, ia menunggu sampai beberapa panggilannya diangkat oleh Amara. “Ada apa? Kelasku sudah dimulai Lewis!” suara Amara terdengar begitu pelan namun bernada sangat marah.
“Bisa kita bertemu sekarang?” tanya Lewis.
“Apa kau sudah gila? Aku sedang ada kelas, ada apa denganmu sebenarnya?”
“Siang ini aku akan menjemputmu di Kampus, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.”
Beberapa detik begitu hening, lalu suara Amara kembali terdengar namun dengan nada yang lebih tenang dan lembut. “Kau sudah mengganti mobilmu? Baguslah sayang, dengan begitu tidak akan ada yang meragukan mu lagi jika kau adalah seorang anak CEO di perusahaan besar.”
Lewis menarik nafasnya pelan, tatapannya seakan tak bersahabat dengan segalanya, ia menatap muak kearah jendela yang menampilkan keindahan pagi ini. “Amara, jam 12 aku sudah menunggumu di depan gerbang, aku harap kau ang-“
“Tidak, tidak bisa siang ini sayang, aku ada pemotretan, kau tahu sendiri ini adalah iklan pertama ku, bagaimana jika sore? Kau menjemput aku disana?”
“Baiklah,” jawab Lewis lalu mengakhiri panggilan telepon mereka dengan sepihak.
_________
Masih di pagi yang sama namun tempat yang berbeda, bukan di kalangan hidup yang mewah dan serba berkecukupan. Sebuah permukiman yang begitu padat, rumah-rumah itu berjajar di dalam sebuah gang sempit, seakan sudah tak asing lagi para pedagang yang berjajar di depan jalanan dan amukan para preman yang tak di beri uang harian oleh beberapa pedagang.
Seorang gadis cantik berusia 14 tahun sudah tersenyum dengan manis pada seorang wanita yang baru saja memberikan kembalian pada pelanggan yang membeli dagangannya. “Caitlin, dengarkan aku, kau pasti bisa memenangkan perlombaan ini tanpa dukungan dari siapapun di sana. Tapi satu yang harus kau ingat, aku selalu mendukung mu di sini, aku sangat yakin anak ku yang cantik ini sangat pintar.”
“Ya Mom, aku selalu ingat perkataanmu, aku akan pulang dan membuatmu bangga.”
Maria tersenyum lebar, hatinya sedikit teriris karena sudah menjadi ibu yang buruk, bahkan seragam Caitlin selalu terlihat yang paling kusam jika Caitlin membawa sebuah foto bersama di dalam kelasnya. Maria memeluk Caitlin dengan begitu erat, mengusap rambut panjang itu dengan lembut. “Aku ingin sekali mendukungmu di sana, tapi kita harus membayar rumah dan sekolahmu di akhir bulan ini,” gumam Maria yang begitu pelan.
“Tak masalah Mom, aku selalu yakin kau akan mendukung ku di mana pun kau berada,” kekeh Caitlin dengan ceria.
“Oh, lihatlah cantiknya gadis ini? Senyumnya seakan menghipnotis ku,” ucap seoramg pria paruh baya yang berjualan di samping Maria, Tommy adalah pria yang baik, ia selalu membantu Maria layaknya seorang Ayah yang memabntu putrinya sendiri, Tommy juga memperlakukan Caitlin dengan baik, layaknya seorang kakek pada cucunya.
“Aku akan menghipnotis seorang pangeran nantinya,” kekeh Caitlin membuat Maria dan Tommy tertawa kecil.
Maria mencium kening Caitlin dan mengusap bahu anak gadisnya yang sudah semakin cantik. “Sudah, pergi sekarang sebelum kau terlambat sayang.”
...•°•°•...
Spil sugar Daddy Amara check
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Veny Tria Kusumanita
awal cerita dimana detik2 bertemu
2023-04-02
0