Rama merasa senang akhirnya uang pisah dari Perusahaan dan saldo JHT (Jaminan Hari Tua) dari BPJS Ketenagakerjaan sudah berhasil dicairkan. Dengan demikian dia bisa punya modal untuk memulai impiannya berkeliling Pulau Jawa dimulai dari arah barat menuju ke arah timur.
Namun yang menjadi Rama heran bahwa entah mengapa, ada satu daerah di Banten yang sering terngiang di pikiran nya, yaitu Daerah Pandeglang. Infonya di sana banyak teteh-teteh nu geulis (yang cantik) yang bisa ditemui, menurut teman kerjanya di Pabrik yang bernama Mang Kusnawi, asli orang Banten tapi mengakunya sudah memiliki mama muda cantik asal Pandeglang. Segera saja Rama mencari informasi cara menuju ke Pandeglang dan obyek wisata apa yang bisa didatangi.
Pagi-pagi buta, Rama sudah bangun dari tidur dan bersiap-siap untuk perjalanan ke Lembur Mangrove Patikang, obyek wisata yang sudah dicek ulang dengan Mbah Google apakah memang layak didatangi. Setelah mandi dan shalat, ia mengecek kembali: tas ransel, pakaian dan barang - barang pribadi serta perlengkapan petualang dadakan yang dibutuhkan supaya tidak ada yang ketinggalan saat dibutuhkan nantinya.
Rama memutuskan untuk pergi naik kereta api dari Jakarta ke Rangkasbitung, kemudian melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum (angkot) merah 01 jurusan terminal Rangkasbitung. Di terminal, sambung angkot biru 02 jurusan terminal Pandeglang.
Tidak terasa juga Rama akhirnya tiba di terminal Pandeglang pada siang hari ketika waktu baru memasuki waktu shalat dzuhur. Suara adzan terdengar dan segera saja Rama mencari sumber suara adzan dari masjid terdekat untuk menunaikan shalat dzuhur berjamaah. Setelah menunaikan shalat dzuhur berjamaah, Rama pun merasa perutnya berbunyi nyaring yang artinya bahwa tanda - tanda perut minta diisikan makan siang.
Dari dekat masjid, tampak terlihat oleh Rama sebuah warung makan yang kelihatan ramai oleh para pegawai negeri sipil (PNS) berseragam warna coklat. Rupanya para PNS ini sedang mengisi jam istirahatnya dengan shalat dzuhur berjamaah di masjid sekaligus makan siang. Rama pun penasaran ingin mencoba warung makan yang ramainya sampai membuat antrian hingga di pinggir trotoar jalanan masjid sepanjang 3 meter.
Cukup sekitar 15 menit-an, waktu Rama antri menunggu supaya ada tempat duduk yang kosong di dalam warung makan, dan akhirnya ada juga akhirnya satu kursi kosong yang bisa diduduki oleh Rama. Segera saja Rama duduk, lalu melihat-lihat daftar menu yang tertulis di dinding warung, dan kemudian Rama menunjuk satu menu yang direkomendasikan Mang Kusnawi sebelumnya, yaitu yang namanya menu adalah Rabeg. Rama pun memesan Rabeg sebanyak 1 porsi dengan minumnya es jeruk nipis. Pemilik warung kemudian segera menyiapkan pesanan Rama.
Rabeg adalah kuliner berbahan daging kambing dengan cita rasa Timur Tengah dengan rasa gurih, manis, dan sedikit pedas. Kuliner ini cukup populer di daerah Banten, yakni sekitaran kota Serang seperti: Kaujon, Kaloran, Sukalila dan beberapa daerah lainnya di wilayah Banten.
Rabeg bukanlah kuliner biasa, karena terkait dengan kisah Sultan Maulana Hasanuddin, raja dari Kesultanan Banten yang memerintah antara 1552 hingga 1570.
Munculnya Rabeg bermula dari perjalanan Sultan Maulana Hasanuddin untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Setelah pelayaran yang panjang dari Banten, Sultan Maulana Hasanuddin tiba di pelabuhan Kota Rabigh yang terletak di tepi Laut Merah.
Sultan Maulana sempat berkeliling menghabiskan waktu di kota tersebut dan mencicipi salah satu masakan berbahan olahan daging kambing.
Sekembalinya dari tanah suci, ternyata beliau tidak bisa melupakan kenangan di Kota Rabigh termasuk dengan kulinernya. Ia kemudian meminta juru masak istana untuk membuat masakan dengan rasa yang mirip dengan apa yang ia cicipi di Kota Rabigh.
Meski tak sama persis, namun Sultan Maulana Hasanuddin cukup menyukai makanan yang dibuat sang juru masak. Sejak itu masakan ala Rabigh ini menjadi hidangan wajib di Istana Kesultanan Banten dan menjadi salah satu hidangan favorit sultan.
Resep masakan ini kemudian tersebar ke seluruh Banten, dan menjadi makanan yang juga disukai masyarakat. Nama makanan ini mulanya disebut Rabigh, namun lambat laun pengucapannya pun berubah menjadi Rabeg.
Sepintas makanan ini terlihat seperti tengkleng atau tongseng karena dibuat tanpa menggunakan santan, namun rasa dan aroma Rabeg cenderung lebih kuat. Umumnya Rabeg dibuat dengan bumbu rempah seperti lada, bunga lawang, jahe, laos, bawang merah, ketumbar, kapulaga, serai, jinten, kayu manis, dan sebagainya. Selain terbuat dari daging kambing, Rabeg juga bisa dibuat dari daging sapi atau campuran antara keduanya.
Rama sangat menikmati rasa dari menu Rabeg yang dipesannya di warung makan ini. Entahlah apa karena memang lapar ataukah memang rasanya cocok dengan selera Rama, tidak terduga tiba - tiba Rama pesan tambah 1 porsi.
Namun sayang, dari pemilik warung mengatakan bahwa Rabeg-nya sudah habis dan baru tersedia lagi besok pagi. Rama pun agak kecewa dengan jawaban pemilik warung, namun Rama juga tidak bisa berbuat banyak.
Lagipula sebenarnya perut Rama juga agak sedikit kenyang walaupun hanya terisi dengan 1 porsi Rabeg. Segera saja Rama membayar semuanya setelah selesai makan dan minum, dan melanjutkan perjalanannya lagi supaya tidak keburu tutup.
Setelah dari warung makan dekat terminal Pandeglang ini, Rama kemudian masuk kembali ke terminal untuk menanyakan angkutan umumnya yang sesuai menuju ke desa Citeureup. Setelah bertanya-tanya kepada petugas di loket pusat informasi terminal, Rama sudah mendapatkan jawabannya serta menemukan pula jenis angkutan Elf yang sedang menunggu penumpang di terminal dan yang biasa melalui desa Citeureup, tempat lokasi dari Lembur Mangrove Patikang.
Estimasi dari lama perjalanan kendaraan beroda 4 menurut google Maps adalah kurang lebih 1 jam 44 menit. Itu pun biasanya estimasi lama perjalanan dari google Maps akan selalu molor menjadi 2x lipat saat sudah kendaraan mulai jalan, karena disebabkan oleh faktor kemacetan lalu lintas. Oleh karena itulah, selama perjalanan dalam mobil Elf tersebut, Rama mencoba mencari - cari tahu informasi khusus tentang Lembur Mangrove Patikang secara detail dan kota Pandeglang secara umum. Hal ini dilakukan untuk membunuh lamanya waktu perjalanan, juga supaya tidak tersesat mencapai tujuannya.
Lembur Mangrove Patikang adalah nama yang berasal dari kampung Patikang yang berada di Desa Citeureup, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang. Kampung ini adalah sebuah hutan mangrove dan rawa memiliki luas 4 Ha dan memiliki penduduk 30 kepala keluarga. Selain penghasil bibit mangrove yang ada di Kabupaten Pandeglang, masyarakat Patikang sendiri memiliki usaha sebagian nelayan dan penghasil olahan minuman dan makanan jenis mangrove.
Di Lembur Mangrove Patikang tumbuh berbagai jenis pohon mangrove. Terdapat mangrove avicennia, rhizophora dan sonneratia. Dengan luas lahan di dalam area kurang lebih satu hektar hamparan pohon mangrove.
Di Lembur Mangrove Patikang Lestari, juga mendapat suguhan rindangnya hutan mangrove, menanam pohon mangrove, susur sungai (kano) dan penelitian. Suguhan yang tak kalah seru di Lembur Mangrove Patikang adalah melakukan pengamatan burung di hutan mangrove, snorkeling, camping dan trip ke Pulau Liwungan.
Di tempat ini juga bisa menikmati: wisata budaya, wisata atraksi dan wisata kuliner. Karena ketiga destinasi wisata tersebut ada di Desa Citeureup, seperti: Pencak Silat, Debus, Tari Rengkong, Atraksi “Ngerok Beton” tanam mangrove, lomba bobolodog serta kuliner khas Lembur Mangrove yaitu dodol, syrup, jus dan keripik Mangrove.
Dan apabila ingin menjelajah lebih luas lagi ke kota Badak Cula Satu, julukan Kabupaten Pandeglang, tidak boleh lupa untuk tidak mencicipi: Apem Putih Cimanuk, Angeun Lada (sayur pedas), Sambel Burog, Lepet, dan Leumeung.
Rama tampak serius sekali dengan HP-nya untuk mencari tahu tentang informasi Lembur Mangrove Patikang dan kota Pandeglang. Keseriusan Rama itu sampai membuat sopir elf yang mengemudikan mobil di sebelahnya tidak berani mengajak bicara. Hingga pada satu saat, tiba-tiba, "Boom...! "
Suara pecah kedua ban depan mobil elf yang ditumpangi Rama, terdengar sangat keras sehingga mobil menjadi oleng dan akhirnya jatuh miring serta terseret di jalan raya. Sisi jok paling kiri tempat duduk Rama berada di bawah kemiringan mobil, dan sempat terseret di atas aspal hingga 500 meter karena kecepatan mobil agak kencang sebelumnya.
Rama yang tadinya sadar dan sibuk dengan HP, tiba-tiba merasa dadanya sakit setelah mendengar sekaligus kaget dengan suara letusan dua ban mobil depan, lalu kemudian Rama tidak ingat lagi apa yang terjadi berikutnya. Mobil elf tersebut tampak rusak berat akibat kecelakaan tunggal, dan sopir akhirnya meninggal dunia saat dalam perjalanan dibawa ke RSUD Kabupaten Pandeglang.
Rama beserta korban penumpang lain yang pingsan saat berada dalam mobil Elf yang celaka pun akhirnya dibawa ke RSUD Kabupaten Pandeglang menggunakan ambulance. Berita kecelakaan itu menjadi headline dari media massa online maupun TV di sore itu, karena adanya korban jiwa serta banyaknya korban penumpang yang harus dilarikan ke RSUD Kabupaten Pandeglang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments