Nganterin Indi sebenernya paling males, kenapa? soalnya aku kayak lagi ngemong bocah TK. Kudu ditungguin banget, kalau nggak? Bukannya ikut les, ntar dia malah ngelayab entah kemana nggak jelas.
Untung di samping tempat les nya tuh bocah ada kedai minuman yang manis-manis seperti akyuh, yang jaga juga lumayan kece. Jadi ya udah nggak bete-bete amat nungguinnya.
"Gini amat punya adek," satu seruputan terakhir milk tea yang bikin kantong meringis.
'Yo yo yo, balik lagi sama guweh Joe Atlas di 104 point 5 fm! yuk yuk, siapa lagi yang mau kirim-kirim salam, kirim sembako, atau kirim makanan, yang penting jangan kirimin ocong ya gengs! maklum jiwa-jiwa cemen, nggak liat kalau liat yang serem-serem. Nah, mumpung masih sore ya, kita coba cerita-cerita dikit deh soal dunia perghoiban. Kalau kalian punya cerita-cerita mistis, boleh lah ya kirim cerita kalean disini!"
"Bapak, sok banget minta cerita mistis. Kayak dia berani aja!" aku nguber es kopi sambil ngomentarin Bapak yang lagi cuap-cuap.
Sebenernya aku juga heran, kenapa dia make nama Atlas di belakang nama bekennya kalau lagi mengudara begini. Kata Bapak sih dulu dia suka banget sama buku atlas, karena dia merasa kalau impiannya keliling dunia tercapai hanya dengan muterin jarinya di atas buku atlas itu. Ya, impian terbesar Bapak. Bisa punya waktu dan duit buat keliling dunia. Dan aku pengen bisa mewujudkan itu.
Tepat jam 5, Indi keluar dari tempat lesnya.
"Ndiii...!" aku segera keluar buat nyamperin adekku.
"Ndi, jangan lupa ya, besok!" kata seorang laki-laki seusia adekku.
"Ndiii," aku panggil tuh bocah.
"Ya udah, ntar aku kabarin lagi!" Indi setengah bisik-bisik sama tuh cowok. Dia lagi ngibrit ke arahku.
"Siapa, Ndii?"
"Siapa?" Indi malah balik nanya.
"Cowok tadi yang abis ngobrol sama kamu,"
"Cuma temen, ya udah yuk balik! udah mau maghrib nih!" kata Indi yang tumben-tumbenan ngajak balik duluan.
Di dalam perjalanan, aku masih kepikiran sama cowok yang ngobrol sama adekku.
"Ndiii? mbak cuma mau bilang, kamu masih kecil. Jangan pacar-pacaran dulu! fokus sekolah aja!" aku nggak mau basa-basi.
"Dih, nuduh. Siapa juga yang pacaran? lagian, mbak tuh overthingking banget sih? aku cuma ngobrol doang sama temen, dibilang pacaran,"
"Mbak cuma ngingetin, Ndi! bukan nuduh!" kataku tegas.
"Mbaaak, mampir ke kedai chicken Bapak. Kali aja ada sisa!" ucap Indi.
"Yaaaaa," ucapku yang nyetirin motor menuju lokasi tujuan.
Kelakuan kita berdua ya kayak gini. Nyamperin jualannya Bapak, liat masih ada sisa yang belum kejual apa nggak.
"Mas, gimana? rame kan?" tanyaku setelah sampai di kedai.
"Lagi sepi, Mbaaak! mungkin karena bukan weekend kali yah?"
"Tapi lumayan kan?"
"Ya lumayan aja sih, Mbak!" kata Mas Juno.
"Bungkusin dua dong buat aku sama Indi, nih duitnya! jangan bilang-bilang Bapak kalau kita sering kesini," kataku sambil nyerahin duit 50 an.
"Bereeeees atuh lah, Mbakkk Noraa!" Mas Juno nerima duitnya dan mulai meracik ayam bumbu buat kita.
"Balado pedas kan kayak biasa?!" tanyaas Juno.
Aku dan Indi pun mengangguk kompak.
"Oh ya, sekalian lemon tea nya dua!" aku nambahin.
Lumayan gercep banget sih mas Juno ini. Bapak emang hebat, dia sengaja pilih karyawan yang etos kerjanya diatas rata-rata. Antara pinter milih atau nggak mau rugi, beda tipis ya selain wajah mas Juno yang cucok marucok. Bikin kedai ayam krispi Bapak lumayan laris dibanding dagangan yang lainnya yang berjejer di deket sekolahan.
"Nih, Mbak!" Mas Juno ternyata udah selese ngepack pesanan kita.
"Makasih Mas!" ucapku nerima satu kantong kresek dan ku oper pada Indi.
"Yuk, balik!"
Malam harinya...
'Tumben-tumbenan Bapak ngajak ngobrol setelah makan malem? mana indi disuruh masuk ke kamar,' aku dalam hati.
Srrrppppppp!
Bunyi seruputan teh dari mulut bapakku yang duduk tepat di depanku saat ini. Kita lagi di ruang tamu by the way!
"Begini Nora ... ada hal penting yang harus sampaikan," Bapak naruh tehnya dan duduk dengan santai, tapi aku yakin hal yang mau diucapkannya sesuatu yang berat.
"Apa itu, Pak?"
"Jadi, sebenernya selama ini kamu itu udah punya jodoh!" ucap Bapak dalam satu tarikan napas.
"Apa apa apa? jodoh?" keningku berkerut.
"Beneran, Nora. Bapak nggak bercanda. Jodoh kamu itu ya anaknya temen Bapak!" bapakku dengan raut wajah yang sulit ditebak.
"Pokoknya Nora nggak mau, Pak! lah kita kan idup dijaman modern. Tega banget Bapak ngejodohin Nora sama orang yang Nora sendiri belum pernah liat," aku gelengin kepala menolak apa yang barusan bapak katakan.
"Ya nanti juga kenal. Ini temen baik bapak waktu SMA. Kita pernah janji kalau kita punya anak bakal kita jodohin, biar bapak bisa besanan sama temen bapak itu. Namanya Om Naufal. dan kemarin setelah sekian lamaa aku menunggu untuk kedatanganmuuu..."
"Lah kok bapak nyanyi dangdut, sih?"
"Maap terbawa suasana. Kembali ke topik ya Nora. Kamu tau kan jalau janji harus ditepati?" Bapak kembali menjadi Bapak yang berwibawa.
"Ya kan yang janji Bapak, bukan Nora. Pokoknya Nora nggak mau, Pak! Nora udah gebetan!" entah apa setan yang merasukiku, aku masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Bapak yang termenung di ruang tamu.
"Sudahlah, Pak. Bilang saja sama Naufal kalau Nora belum siap menerima perjodohan itu," suara ibu yang kedengeran waktu aku mau nutup pintu kamar.
"Ya, nanti Bapak coba ngomong, Bu..." kata Bapak.
Cuma ya walaupun nih bapak udah bilang kayak gitu, tapi nggak menutup kemungkinan kan kalau perjodohan itu tetap telaksana, secara Bapak itu nggak enakan jadi orang.
"Apaan sih, Bapak! jaman sekarang masih aja jodoh-jodohin anak. Kayak dia dulu mau dijodohin aja!" aku lempar badan ke atas kasur.
"Pokoknya aku nggak mau, aku harus cari cara buat gagalin perjodohan itu!" aku menggenggam tangan kuat, memberikan semangat buat diri sendiri.
Lalu sedetik kemudian aku gulang guling sendirian di kasur, dengan bantal yang nutupin muka ku.
Dan...
Ceklek. Pintu kamarku dibuka.
"Mbaaaaaaakk? mbak kesurupaaan?" teriak Indi.
Aku singkirin bantal, "Kesurupan kesurupan? kamu kali yang kesurupan!" seketika aku duduk.
"Ya abisnya gulang-guling kayak gitu,"
"Kesini mau ngapain?" aku ngelirik buku yang ada di tangan adekku.
"Tolongin PR!"
"Matematika?" aku nodong Indi to the point, dan seketika aku pun menjawab, "Ogah!
"Kan mbak pinter matematikanya, sekarang aku mau minta di ajarin!" rengek Indi.
"Selama ini kan mbak Nora yang bantuin kerjain PR ku," lanjutnya.
'Aku cuma bantu nulis, yang sebenernya ngerjain kan Faisal. Masa iya kemarin udah minta tolong hari ini juga minta tolong lagi? ck, Indi bikin orang susah aja deh!' batinku.
"Mendadak mbak, nggak pinter hari ini.Jadi kamu kerjain sendiri aja ya, sebisa kamu aja..."
"Aku udah dipuji loh mbaaakkk sama bu Dahlia, katanya aku pinter. Masa besok kalau bu guru liat aku nggak bisa garap, gimana? malu aku lah mbak!" Indi mekso banget.
"Tinggal aja bukunya! kamu keluar karena aku mau cari pangsit, eh wangsit dulu," ucapku tegas nunjuk buku yang dipegang Indi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
nnda
lucuuu ceritanya
🤸🤸🤣
2023-11-04
2
nacl
sama pak sama
aku juga pengen ini sih
Aamiin 😇
2023-03-07
1