( Tersesat ) Di Desa Nakampe Gading
Bab 01
Bella
Sudah siap berangkat, Cel ?
Cella / aku
Sudah. Tinggal menunggu Pedro, Ikbal, Parto dan Akhmad.
Bianca
Pastinya, mereka bakal terlambat lagi. Padahal mobil kita sebentar lagi datang.
Cella / aku
Terus, kemana Joan ?
Joan
Hai, Cella ...
Kemarilah...
Joan
Kau belum makan, bukan ? Ini kebetulan aku memesan lauk pauk dan minuman kesukaanmu. Mereka sudah kutawari makan, tapi, menolak.
Cella / aku
Terima kasih, Joan. Tadi, kesiangan jadi tidak sempat makan.
Cella / aku
Lho... dimana kita sekarang berada ?
Joan
Kau sudah sadar rupanya.
Kau pingsan selama dua hari.
Yulia
Pak Dadung Kuwi kurang ajar.
( Pak Dadung itu kurang ajar ).
Cella / aku
Apa maksudnya, Yul ?
Yulia
Aku wes ngomong... lek nyetir Ojo banter-banter, dalane ora apik, akeh cublangan, menggak-menggok... mung, pancet wae...
( Saya sudah bilang... kalau berkendara jangan cepat-cepat, jalannya kurang bagus, banyak lubang dan berliku-liku. Tapi, bandel... )
Cella / aku
Sebentar.... sebentar... kalian ini bicara apa ? Aku kok tidak mengerti ?
Bella
Tidurmu pulas sekali, pantas saja tidak sadar kalau mobil kita masuk ke jurang...
Joan
Jaga ucapanmu, Bel... kau tahu sendiri, dia pingsan cukup lama. Kelihatannya, mengalami gegar otak lumayan parah. Andai aku tahu dimana Pak Dadung sekarang berada...
Yulia
Kita mengalami kecelakaan, Cel...
Cella / aku
Hah, benarkah ?! Lalu, dimana kini kita berada ?
Joan
Di rumah Bi Midar, salah satu penduduk Nakampe Gading ini.
Cella / aku
Bi Midar ? Nakampe Gading ? Aku masih belum mengerti.
Yulia
Sudahlah, kau istirahat dulu. Nanti setelah kesehatanmu pulih kami akan menceritakannya.
Midar
Kau sudah bangun, Nduk ?
Cella / aku
Siapakah, anda ? Dimana saya berada sekarang ?
Midar
Midar, Nduk...
Penduduk desa ini juga teman-temanmu, memanggilku Bi Midar dan kau sekarang berada di rumahku.
Midar
Oya...
kau tentunya sudah lapar, bukan ? Pagi ini Bibi membuat daging kecap untukmu.
Memang, perutku serasa bergemuruh. Kelaparan. Angin berhembus perlahan memainkan kepulan asap yang berasal dari atas meja tak jauh dengan tempatku berbaring, seakan berlomba-lomba untuk menembusi rongga hidung. Harum, gurih dan nikmat. Membuat penasaran dan membangkitkan selera makan. Terlebih saat wanita berumur 45 tahunan itu menyodorkan piring berisi daging merah kehitaman di depan hidung.
Midar
Karena, kau belum sehat betul... maka, sini biarkan Bibi menyuapimu. Daging kecap ini, enak dimakan selagi hangat-hangat begini. Ayo buka mulutmu...
Aku menurut, perlahan-lahan potongan daging itu menyentuh bibir terlebih saat gigi-gigiku mulai mencabik dan mengunyahnya. Gurih sekali.
Midar
Bagaimana, Nduk ... rasanya, enak tidak ?
Cella / aku
Enak, Bi....
kalau boleh saya tahu, apa nama masakan ini dan siap yang membuatnya ?
Midar
Oh, orang-orang di desa ini, suka sekali memasak krengsengan daging. Semua orang bisa membuatnya, tapi, tak seenak Bi Midar. Kalau kau sudah sembuh, Bibi akan mengajarkannya padamu. Makanya, cepat sehat, ya ?
Cella / aku
Tentu saja saya mau, Bi
Midar
Lho... lho... lho.... kenapa kau menangis, Nduk ? Apa ada ucapan Bibi yang salah ?
Cella / aku
Tidak, Bi... Saya hanya teringat para almarhum ibu.
Midar
Oalah...
Kalau begitu, kau bisa menganggap Bi Midar sebagai ibumu, Ndu...
Cella / aku
Terima kasih, Bi...
Masakan ini benar-benar lezat.
Aku termenung.
Malu sekali bagiku untuk mengatakan 'Ya'. Akan tetapi, Bi Midar seakan tahu apa yang kupikirkan. Ia tersenyum, tangannya dengan cekatan mengambil nasi dan lauk pauknya lalu kembali menyuapiku.
Comments