Si Gadis Kecil

Begitulah penggalangan penggalangan kisah yang sering terngiang dalam telinga Alika gadis kecil yang sangat menyukai kisah sang kakek hingga akhirnya menjadikan hal tersebut sebagai pacuannya untuk maju dan melangkah menjadi manusia yang lebih baik dan lebih berguna bagi semua orang, dia tidak pernah membedakan kasta atau harta karena dia tahu benar semua yang ada di muka bumi ini hanyalah sebuah titipan belaka, perjuangan para tokoh dulu terkadang sering di lupakan bagai angin lalu begitupun dirinya sebelum mendengar kisah tersebut.

Langkah Alika memang tidak selalu berjalan mulus dia sering kali mendapatkan banyak sekali rintangan, wajah cantik dan tubuh indah menjadi berkah tersendiri untuknya meski terkadang semua itu malah menjadi nestapa dan bencana juga bagi dirinya sendiri.

Hari ini Alika libur dan semester ini dia berencana mengambil paket C, bukan karena orang tuanya tidak mampu membayar biaya sekolah, namun karena memang semua itu pilihannya sendiri. Alika ingin segera menempuh pembelajaran yang lebih serius di tingkat Universitas.

"Alika bangun!" Seorang wanita paruh baya terdengar berteriak di lantai pertama, Alika menggeliat menatap mentari yang sudah mulai naik.

"Iya nek, Alik bangun!" Jawabnya malas, dengan langkah gontai Alika mengambil handuk dan memasuki kamar mandinya yang cukup sederhana.

Siang ini dia harus kembali ke kediamannya di kota karena beberapa minggu lagi abangnya akan segera mempersunting tambatan hatinya.

Alika mengguyur tubuhnya dengan air dingin khas pegunungan dari gayung yang dia pegang tidak lupa goyang gayung dan nyanyian kas dapur rekaman kamar mandi pun dia alunkan.

Sang nenek dan kakek yang mendengar nyanyian pagi cucunya tersenyum dan menggeleng kemudian, sudah menjadi hal biasa bagi mereka mendengar teriakan teriakan dan nyanyian gadis itu setiap pagi dengan bahasa yang tidak mereka mengerti.

Alika keluar kamar mandi dan dan membuka lemarinya, lemari jati dengan ukiran ukiran khas itu menjadi tempat penyimpanan barang barang miliknya.

Dengan senandung kecil Alika mengambil sebuah baju lengan pendek berwarna merah muda dan celana komprang yang besar bermotif batik, Alika menatap pantulan dirinya di depan cermin melihat penampilannya yang sudah cantik.

Perlahan Alika menyisir rambut panjangnya yang basah dan mengangkat dua jempolnya ke atas, Alika kembali tersenyum dan mengangkat jari jempol dan telunjuknya di bawah dagu bergaya keren dan menarik turunkan alisnya.

"Machaaap! " Ucapnya seraya menjemur handuk yang semula dia pakai dan basah, Alika tersenyum saat semerbak harum pagi dari masakan neneknya menyeruap masuk ke dalam hidungnya.

"Waah enak banget nih!" Ucap Alika berlari keluar kamar dan langsung menuju dapur melihat sang nenek yang sedang memasak dan kakeknya yang tengah duduk menikmati secangkir kopi.

"Nenek sayang, masak apa?" Tanya Alika memeluk sang nenek dari belakang, neneknya yang di ketahui ber nama Zahra itupun tersenyum dan menepuk pipi manis cucunya.

"Masak kesukaanmu sayang, sop bakso urat dengan iga sapi." Ucap sang nenek memberikan sebuah suapan berupa sebiji bakso kecil dengan kuah dan daun bawang yang nampak menggiurkan. Dengan cepat Alika menyantap suapan dari neneknya dan mengangkat dua jempol seraya duduk di samping sang kakek.

"Kek, kalo aku lulus kuliah tiga setengah tahun apa hadiah yang akan kakek berikan?" Tanya Alika dimana sebelumnya dia selalu mendapatkan banyak sekali hadiah dari sang kakek bilamana berhasil meraih sesuatu.

"Hmmm.. Coba kakek pikir, apa yang kamu inginkan?" Tanya sang kakek penasaran mengangkat alis tuanya dan menepuk pundak sang cucu.

"Alik mau nenek sama kakek selalu bahagia, dan selalu bangga sama Alik. Alik juga menginginkan do'a terbaik dari kalian sebagai hadiahnya." Ucap Alika tersenyum memamerkan gigi gigi putihnya yang baru saja dia sikat mengkilat.

"Cucu kakek sudah dewasa." Puji sang kakek mengusap lembut rambut cucunya yang masih basah.

"Ayo makan dulu, semuanya sudah siap." Nenek Zahra menyiapkan seluruh masakannya dan menghidangkannya di atas meja dengan sangat baik dan telaten.

Raisa dengan senyum yang tidak pudar mengambil piring dan nasi dan langsung menyantap seluruh hidangan di depan matanya, meski tubuhnya terbilang kecil namun makan Alika tidak kalah hebat dengan atlit gulat.

"Alik makannya pelan pelan nak!" Tegur sang nenek yang menggeleng melihat bagaimana Alika menyantap makanannya seperti orang kelaparan, Alika menggeleng dengan mulut penuh dia menjawab.

"Ini hari terakhir di liburan kali ini Alik bisa berada di sini, mana mungkin Alik melewatkan makanan kesukaan Alik yang di buat khusus oleh nenek tersayang." Alika dengan lahap kembali menyantap makanannya, sedangkan nenek dan kakeknya hanya menggeleng menyaksikan cucu perempuannya makan dengan sangat bar bar.

"Setelah ini kita ke pemakaman Jajang dulu nak!" Ucap Kakek membelai rambut cucunya.

"Aasiap! Alik juga tadinya mau kesana dulu." Jawab Alika mengangkat dua jempolnya dan menganggukkan kepalanya penuh semangat.

"Baiklah, hati hati nanti begal lagi sama mahluk itu." Ucap sang nenek mengingatkan dimana kali terakhir Alika ke pemakaman Jajang dia sempat bertemu dengan Ipung, sang mantan yang bagi Alika sudah dia buang ke laut.

"Tenang nek! Porsi makanku banyak kali ini, kalo dia mau bonyok bonyok lagi, ayo! Aku siap kapanpun nek." Ucap Alika bersemangat mengangkat tangannya berseru.

"Aduh Alika, bila kamu terus berprilaku seperti ini, kakek jamin tidak akan ada pria yang mau berdekatan denganmu." Sang kekek memperingatkan namun Alika tidak memperdulikan hal tersebut dan lebih memilih memeluk sang kakek.

"Kan ada kakek yang selalu dekat sama Alik, Alik gak butuh pria lain selagi ada kakek di sampingmu." Ucap Alika dan sontak saja siluet senyum di pertontonkan bibir kakek dan neneknya.

Sifat Alika yang manja pada keduanya membuat mereka sangat menyayangi cucunya itu, begitupun Alika yang sangat menyayangi kakek neneknya itu.

Pagi itu akhirnya kakek dan Alika meninggalkan rumah dan menuju ke pemakaman, Jajang adalah sosok yang amat di kagumi oleh Alika orang yang sudah tiada namun jasanya terus melekat dalam hatinya.

Cinta Jajang pada Negara dan tanah airnya membuat Alika tersadar akan berharganya semua hal yang kini dia miliki, banyak sekali hal yang sudah di lalui Alika sepanjang hidupnya yang masih seumur jagung itu, namun dia sangat bersyukur dengan segala nikmat yang kini dia miliki dan dapatkan.

Bukan perkara mudah bagi Alika untuk terus melangkah maju dengan pilihannya, sang ibu yang merupakan seorang desainer dan ayahnya yang merupakan seorang petani sukses membuatnya sangat sulit melangkah di jalannya sendiri.

Alika mengingat hari hari sulit yang dua minggu ini dia lewati, namun dia tetap bersyukur karena semua ada hikmahnya dan pembelajaran yang bisa dia gunakan sebagai pedoman di kehidupannya mendatang.

Bersambung..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!