Kembalinya Suamiku
“Aaaaaaaaa…!” Annisa berteriak ketika motor metik hampir saja menabraknya. Bayangan masa SMP seakan terulang kembali.
*Flash back*
“Awassss …!” teriak pengendara motor yang berada di belakang Annisa.
Tanpa menoleh, Annisa langsung bergeser kearah pagar dan menjauh dari aspal untuk menghindari motor itu. Namun nihil. Motor yang ditumpangi tiga orang yang sedang mabuk itu, berhasil menabrak tubuh kecil Annisa. Tubuhnya terhempas beberapa meter dari aspal. Teriakan Annisa berhasil membuat kakak sulungnya yang sedang menonton televisi keluar menghampiri. Ya, kecelakaan itu terjadi tepat di dekat rumahnya.
“Maaf …, “ ucap salah seorang dari pelaku tabrakan itu. Kemudian meninggalkan Annisa yang tengah terduduk di samping aspal tanpa ada niat untuk bertanggung jawab.
*Flash back off*
“Astagfirullah …, Maaf, dik, aku kurang fokus hingga tidak lihat ada orang menyeberang.” kata pengendara motor itu merasa bersalah.
Annisa hanya diam tanpa melihat orang yang hampir menabraknya. Sambil memegang pergelangan tangan, dia berusaha untuk berdiri. Sebenarnya, dia tidak ditabrak sama sekali. Namun karena kaget, dia duduk dan tanpa sengaja tangan kirinya dijadikan sebagai tumpuan untuk menopang tubuhnya, sehingga menjadi fatal bagi dirinya.
“Maaf, dik, kamu tidak apa-apa?” Pemuda itu takut melihat Annisa merintih kesakitan sambil memegang tangan kirinya.
“Iya, aku tidak apa-apa.” Jawabnya dengan nada lemah. Menahan perih.
“Tapi, tangan kamu ..., kayanya parah. Apa tidak sebaiknya ke dokter ya? Kebetulan, kita ada di depan puskesmas,” dia masih khawatir dengan keadaan gadis di depannya.
“Tidak apa-apa, ini memang sudah biasa. Selalu begini kalau aku salah tumpuan. Tapi ini bukan salah kakak” ucap Annisa tanpa melihat pemuda itu.
“Aku, Veri!” dengan senyuman manis, pemuda itu mengulurkan tangannya pada Annisa.
Melihat tangan di depannya, Annisa mulai mengangkat kepala dan menyambut uluran tangan dari Veri.
“Annisa ….,”
“Nama yang bagus. Kamu mau keman?” tanya Veri berusaha mengakrabkan diri pada gadis yang membuat dia bahagia ketika menatapnya. Entah apa yang membuatnya bahagia, yang pasti dia penasaran dengan gadis yang hampir saja ditabraknya.
“Aku ..., mau ke kampus.” Annisa menjawab singkat karena malu-malu. Dia juga was-was karena jam menunjukkan pukul 07.55, itu artinya lima menit lagi dia tidak bisa mengikuti mata kuliah pagi.
“Ya udah. Aku antar ke kampus. Hitung-hitung ... buat ganti waktumu yang tersita gara-gara aku.” Veri menawarkan diri mengantar Annisa.
“Benar, kak?” serunya spontan.
Melihat kelakuan gadis di depannya, Veri mengulum senyum.
Sadar dengan apa yang dilakukannya, Annisa menutup mulut dan tertunduk. “Maaf,” ucap Annisa malu.
“Iya. Ayo naik nanti kamu telat loh.” Veri menyalakan mesin motor.
“Alhamdulillah...!” ucap Annisa ketika masuk di ruang kelas.
“Kamu kenapa, Nis? Tumben telat.” Tanya Sarah ketika melihat sahabatnya yang super duper disiplin, terlambat masuk kelas. Walaupun dosen belum datang.
“Iya, tadi aku ada masalah sedikit di jalan.” jawab Annisa sambil duduk di kursi paling depan, tepat di depan kursi dosen yang merupakan kebiasaannya saat pertama masuk kuliah.
Baginya, duduk tepat di depan dosen bisa membuatnya mudah paham dengan materi yang di bawakan. Namun tidak dengan hari ini.
“Oh, Pantesan.” Sarah mengerti dengan alasan sahabatnya.
“Assalamu’alaikum, mohon maaf, bapak masih diluar kota jadi tidak bisa mengisi kuliah hari ini. Tolong hubungi nomor ini 0823******15 untuk menggantikan bapak, serta siapkan infocus untuk kuliah.”
Annisa yang merupakan ketua kelas mendapat sms dari dosen mata kuliah lima menit lalu. Dia menyampaikan pesan itu kepada teman-teman satu kelasnya, seraya mengetik balasan sms dari dosennya.
“Baik pak, terima kasih.” Tulisnya tanpa ada balasan balik dari dosen, namun itu bukan perkara baginya.
Annisa menyampaikan informasi ke teman-temannya.
“Yes...!”
Serentak satu kelas ber-yes ria. Bagaikan terbebas dari kuis dadakan. Namun ada juga yang terlihat kecewa. Kecewanya bukan karena dosennya tidak jadi masuk, namun karena ada dosen lain yang akan masuk dan gagal untuk pulang cepat.
Tanpa membuang-buang waktu, Annisa langsung mengetik pesan untuk dikirimkan kepada dosen pengganti yang akan mengajar Biologi.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Mohon maaf mengganggu waktunya, pak! Aku Annisa Salsabilla, mau menyampaikan bahwa ada mata kuliah Ilmu Tanah di ruang A. Sebelumnya aku telah menghubungi pak Agus, namun beliau berhalangan masuk dan mengarahkan untuk menghubungi bapak sebagai dosen pengganti. Terima kasih, pak.”
Annisa langsung mengirimkan pesan itu tanpa memikirkan siapa yang telah dia kirimkan pesan. Baginya, menghubungi orang baru itu sudah biasa semenjak menjadi ketua di kelasnya. Sembari menunggu balasan dari dosen barunya, dia menuju ruang perlengkapan untuk menyiapkan infocus.
“Sar, titip tas ya, aku mau ambil infocus di ruang perlengkapan.” Sambil berlalu menuju pintu kelas.
Sarah mengangkat dua jempolnya.
“Oke.”
Di ruang dosen, Veri tersenyum melihat pesan mahasiswa yang menurutnya sangat sopan. Selama dia menggantikan pamannya, banyak mahasiswa yang menghubunginya lewat pesan namun tidak sesopan pesan yang dia dapat sekarang. Dia langsung mengetik pesan balasan tanpa mengetahui bahwa orang yang mengirimkan pesan padanya adalah Gadis yang hampir ditabraknya tujuh menit lalu.
“Waalaikumsalam. Iya, dik, terima kasih.” Balasnya dengan jawaban singkat ala dosen.
Setelah mengetik pesan balasan, Beri segera menuju ruang A untuk perkenalan lebih dulu.
“Assalamu’alaikum ...” sapa Veri kepada mahasiswa ketika memasuki ruang A.
Mahasiswa di ruang A, menjawab dalam dari dosen barunya dengan serentak.
“Waalaikumsalam ... pak!”
Masuknya Veri di kelas, berhasil membuat mahasiswi melongo. Bagaimana tidak? Dosen yang ada di hadapan mereka bak orang Korea yang kerap menjadi idola mereka setiap hari.
“Assalamu’alaikum ...”
Annisa mengucapkan salam dan langsung masuk tanpa menunggu di persilahkan oleh dosen yang sedang menunduk menyimpan tas di samping kursi. Baginya, itu adalah kebiasaan yang tidak akan pernah menjadi perkara. Setelah meletakkan ponselnya di meja, dia bergerak memasang infocus seperti kebiasaannya sebelumnya. Namun, tangannya berhenti sejenak ketika sang dosen mengangkat kepala dan melihat padanya yang tepat dia juga melihatnya. Dia berusaha mengendalikan diri dan kembali memasang infocus. Setelah itu dia kembali duduk di kursinya.
“Baik, adik-adik, karena hari ini adalah pertemuan perdana kita ... jadi hari ini kita akan perkenalan saja.” Veri mengungkapkan kalimat yang merupakan obat kebahagiaan bagi semua mahasiswa.
“Namaku, Veri Syaputra Wijaya, adik-adik bisa memanggilku dengan pak Veri. Aku mengajar disini untuk menggantikan pak Agus, dosen kalian sebelumnya. Apa ada yang ingin di tanyakan?” tanya Veri dengan senyum ramah kepada mahasiswa barunya.
“Status, pak?” tanya Rendi yang terbilang sangat rame di kelas
“Umur pak?” tambah Desi antusias
“Status aku dosen, aku juga belum punya istri. Umurku 25 tahun.” Jawabnya santai diikuti senyuman para mahasiswi. Namun tidak dengan Annisa. Dia hanya menyimak apa yang diutarakan Veri tanpa ikut nimbrung.
“Baik, sekarang giliran adik-adik yang perkenalkan diri. Sebelum itu, bapak boleh lihat absen kelasnya?”
Mendengar kalimat Veri, Annisa langsung membuka isi tasnya. Namun tidak mendapatkan absen disana. Dia bingung, padahal dia ingat betul tadi pagi absen itu di tangannya.
“Sar, kamu lihat nggak absen diatas mejaku?” tanya Annisa berbalik kepada Sarah yang duduk tepat di belakangnya.
“Tidak tuh, mungkin kamu lupa bawa kali?”
“Tidak. tadi aku bawa. Bahkan aku sempat baca ketika di jalan.” jawabnya frustasi.
“Kalau kamu bawa, dimana adanya coba? Masa iya di curi? nggak banget deh.” Sarah gemas dengan kelakuan sahabatnya itu.
Melihat ada yang tidak beres di depannya, Veri langsung angkat suara.
“Kenapa? Absennya tidak ada?” tanya Veri yang menatap tepat dimata Annisa. Sementara yang ditatap mulai gugup karena telah melakukan kesalahan walaupun hanya kesalahan kecil.
“Maaf, pak, absennya tidak ada. Padahal tadi pagi aku sudah bawa.” jawab Annisa ragu-ragu.
“Mungkin absennya sudah pulang duluan, gara-gara kamu datang terlambat tadi, Nis.” celetuk Rendi yang diikuti gelak tawa dari teman-teman satu kelasnya.
Mendengar penuturan temannya itu, Annisa mengangkat tangannya di belakang sambil di kepal, menandakan ancaman untuk Rendi.
“Apa sampul absennya warna merah.?” tanya Veri menghentikan drama mahasiswa di depannya.
“Iya, pak.” Jawab Annisa.
“Coba kamu ke ruanganku, ambil absen yang ada diatas meja. Tadi aku lupa berikan karena kamu buru-buru turun dari motor.” ungkap Veri kepada Annisa.
“Baik, pak.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments