Chapter V: (Airin Septiana)

Aku sekarang berada di sebuah kebun yang sangat luas. Kebun ini ditanami bermacam-macam pohon. 

Ada pohon jeruk, pohon apel, pohon pisang, pohon nangka dan lain-lain. Kok aku bisa ada di kebun ini ya? Siapa yang membawaku ke sini? Tapi kok rasanya kebun ini sudah tidak asing lagi di mataku? Hatiku juga mengatakan aku sering ke kebun ini sebelumnya.

Aku mencoba mengamati sekitar kebun. Di sebelah kiriku ada pohon rambutan yang lagi berbuah dan di bawah pohon itu ada bangku panjang. Lihat pohon itu aku jadi teringat Arizal lagi. 

Dulu aku dan Arizal sering duduk-duduk di bangku bawah pohon rambutan, yang ada di kebun belakang sekolah SD-ku dulu. Mungkin nggak ya kebun ini adalah kebun belakang SD-ku dulu?

“Ya, Airin kebun ini memang kebun yang ada di belakang sekolah kita dulu. Kebun, tempat kenangan kita dulu.” 

Terdengar suara yang asing di telingaku. Tapi hatiku nyaman sekali mendengar suaranya, seolah-olah aku sudah sering mendengar suaranya.

Aku membalikkan badan, telah berdiri tegak seorang pria yang berkepala botak, kulitnya putih, tinggi, hidung mancung dan berkacamata minus. 

Dilihat dari kepalanya, wajahnya, kulitnya, bahkan hidungnya sangat mirip dengan Arizal. Mungkinkah pria itu adalah Arizal.

“Ya, Airin. Aku memang Arizal,” jawabnya seraya tersenyum manis. 

Aku masih terdiam memikirkan benar nggak sih dia Arizal? Tapi jika dilihat dari senyum manisnya dia memang Arizal. 

Aku melonjak kegirangan, sebelas tahun aku berpisah dengan Arizal kini Tuhan mempertemukan kami lagi. 

Saking bahagianya, aku langsung melompat hendak memeluk Arizal. Tapi ternyata Arizal menolak pelukanku. 

Dahiku berkerut, kok Arizal nggak mau kupeluk sih? Apa Arizal nggak kangen sama aku?

“Kita sekarang sudah beda alam, Rin. Kita sudah tidak bisa bersentuhan lagi.” Lagi-lagi dia bisa membaca pikiranku.

“Maksudnya?” tanyaku heran. Aku menggaruk kepala yang tak gatal.

“Nanti kamu juga akan tahu jawabnya. Rin, bolehkah aku minta tolong sama kamu?”

“Minta tolong apa? Selama aku bisa melakukannya maka apapun akan kulakukan untukmu.”

“Aku cuma minta sama kamu tolong berhenti mencintaiku. Kita takkan pernah bisa bersatu lagi. Mencintaiku hanya akan membuatmu terluka.”

“Aku mohon sama kamu jangan berkata seperti itu! Hal paling menyakitkan bagiku adalah ketika disuruh berhenti mencintaimu. Sampai kapanpun aku takkan bisa melakukan hal itu.”

“Kamu harus bisa melakukan itu. Belajarlah mencintai orang yang mencintaimu, Rin.”

“Siapa yang mencintaiku? Aku hanyalah cewek cacat mana ada pria yang mencintaiku? Jangankan mencintaiku melirikku saja tidak sudi.”

“Aku akan mengirimkan pria yang tulus mencintaimu apa adanya. Aku mohon cintai pria itu seperti kamu mencintaiku.”

“Aku nggak bisa mencintai orang lain selain kamu, Zal.”

“Kamu harus bisa, Rin! Maaf waktuku sudah habis. Selamat tinggal,” ucap Arizal. Perlahan Arizal menjauh dariku. Dalam hitungan detik ia hilang bagai ditelan bumi.

“Arizal jangan pergi! Aku nggak mau berpisah denganmu lagi! Arizal!” teriakku sekencang-kencangnya. 

Tiba-tiba aku merasakan tubuh diguncang-guncang oleh seorang. 

“Sayang, bangun! Kamu kenapa, Rin?” 

Seketika mataku terbuka. Orang pertama yang aku lihat adalah mama. Hah? Berarti tadi cuma mimpi? Bau obat menusuk indera penciumanku. Jangan-jangan aku ada di rumah sakit. Aku menatap mama, mata mama merah seperti habis nangis.

“Ma, aku ada dimana? Mata Mama merah, habis nangis ya?”

“Kamu ada di rumah sakit Sayang. Kamu tak sadarkan diri.”

Aku pingsan? Aku mencoba mengingat kembali sebelum pingsan. Ah, ternyata aku pingsan karena lihat cowok cupu yang dibawa pak pengacara dan kata pak pengacara cowok cupu itu adalah jodohku.

Jika aku pingsan di kafe pasti itu bisa bikin cowok cupu itu marah dan dia nggak mau dijodohin sama aku. Horeee!

“Ma, berarti perjodohanku dengan cowok cupu batal dong?”

“Ah, kata siapa? Perjodohanmu dengan Nazriel tetap terjadi. Kata Nazriel, dia jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Dia juga setuju pernikahan dilangsungkan empat belas hari lagi?”

“Double whats?” teriakku kembali histeris. 

Sakit banget hatiku mendengar ucapan mama. Bisa-bisanya mama menjalankan perjodohan dan merencanakan pernikahan tanpa sepengatahuanku. Yang mau nikah siapa sih mama atau aku? 

“Ma, aku nggak cinta sama cowok cupu itu. Dan sampai kapanpun aku nggak mau menjalankan pernikahan tanpa cinta. Pernikahan tanpa cinta itu hanya akan menyiksa hatiku, Ma.” Aku mulai beragumentasi menentang perjodohan ini.

“Sayang, cinta itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Cinta karena terbiasa. Mama dulu menikah sama papamu juga tanpa cinta tapi buktinya pernikahan kami langgeng sampai maut yang memisahkan kami.”

“Zaman Mama dan Papa itu beda, Ma.” Aku masih berusaha menolak pernikahan dengan lelaki cupu kemarin yang buat aku pingsan dan masuk rumah sakit.

“Sayang, dari dulu sampai sekarang zaman nggak pernah beda, tetap sama.”

Aduh, susah ngomong sama mama. Harus dengan cara apa lagi untuk membujuk Mama agar membatalkan perjodohan ini? Mama itu sekali bilang A, ucapannya nggak bisa diganggu gugat lagi.

“Dari dulu Mama nggak pernah minta apapun sama kamu, kali ini aja mama minta kamu menikah sama Nazriel. Mama nggak mau harta papa jatuh ke tangan orang lain. Ini juga juga demi kamu. Mama tahu banget kamu nggak bisa hidup susah.”

“Apa yang diperintahkan orang tua aka nada manfaatnya di kemudian hari. Dengan kamu menuruti perintah orang tuamu, kamu bisa sedikit membalas jasa mereka yang telah menyayangimu selama ini."

Kesekian kalinya kalimat yang diucapkan Arizal waktu kelas satu Sekolah Dasar kembali terngiang di telingaku. 

Kalimat itu ampuh banget, bikin aku tak bisa menolak perintah orangtua apalagi perintah mama. Aku mengangguk kecil, pertanda setuju dinikahkan dengan Nazriel.

“Baiklah, aku mau dinikahkan sama Nazriel,” jawabku akhirnya menyerah.

Mama langsung memelukku erat.

 “Nah, gitu dong. Itu baru anak Mama yang cantik,” ucap mama. 

Aku memandang wajah Mama, terpancar jelas sebuah kebahagiaan yang luar biasa di wajah Mama.

Menikah dengan Nazriel memang bukanlah kehendakku. Namun, jika itu bisa membuat Mama bahagia, aku akan melakukannya walaupun aku tahu hatiku akan tersiksa. Semua karena aku sayang Mama. 

Kata Mama cinta akan tumbuh karena terbiasa. Mungkinkah aku bisa mencintai cowok cupu itu? Aku takkan membiarkan hal itu terjadi. 

Aku akan buat cowok cupu itu menjatuhkan talak cerai sebelum cinta itu tumbuh di hatiku, tapi bikin dia menceraikanku setelah harta Papa jatuh ke tanganku. Dan inilah rencanaku.

Tiba-tiba Pak Pengacara dan Si Cupu datang menengokku. Mereka membawa buah. Semanis apa pun buah yang mereka bawa, jadinya tetap pahit seumur hidup.

"Halo, Airin. Apa kabar? Udah mendingan?" Pak Pengacara basa-basi. "Nazriel dari kemarin khawatir banget sama kamu loh."

"Makasih." Hanya satu kata keluar dari bibirku disertai senyum terpaksa.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!