Pesta

Di sebuah rumah baru baru bergaya elit, terlihat ramai karena ada sebuah prosesi akad nikah pagi ini.

"Saya terima nikahnya Clara Miller binti almarhum Robby Miller dengan mas kawin uang satu milyar dibayar tunai!"

"Bagaimana para saksi?" tanya penghulu kepada para tamu yang hadir menyaksikan akad pernikahan itu.

"Sah!" jawab mereka serempak.

"Alhamdulillah."

Semua orang mengucap syukur karena pasangan hasil perjodohan itu akhirnya menikah.

Ansel dan Clara meminta restu kepada kedua orang tua mereka. Tatapan penuh kebahagiaan terpancar dari orang tua Ansel. Karena melihat anaknya menikah adalah keinginan terbesar mereka selama ini.

"Ansel, selamat, ya, Nak. Jangan pernah membuat istrimu terluka. Sayangilah dia sebagaimana kau menyayangi kami," ucap Shena sambil mengusap kepala putranya dengan lembut.

"Ya, Bu, aku akan berusaha untuk membuatnya bahagia." Ansel tersenyum menatap wajah ibunya. Wanita yang mulai menua itu masih terlihat sangat cantik. Meski rambutnya sudah ditumbuhi beberapa uban dan kulitnya yang mulai keriput, namun nyatanya, kecantikan masih terpancar dari dalam dirinya.

"Nak, jagalah pernikahanmu. Semoga kalian langgeng sampai ke anak cucu." Rafael menepuk pundak putranya, lalu menariknya agar sedikit lebih dekat dengannya karena ada yang ingin dia sampaikan. "Jangan lupa segera berikan kami cucu," bisiknya.

Ansel yang mendengar bisikan nakal ayahnya mendadak gugup. Wajahnya seketika memerah karena sangking malunya. "Mengapa Ayah mengatakan hal ini? Tidakkah dia tahu bahwa ini sangat memalukan?" batinnya.

"Clara, jadilah istri yang baik untuk suamimu. Jangan pernah merepotkannya apalagi membuatnya susah," ucap Cantika pada anak pertamanya itu.

"Ya, Bu, aku akan selalu mengingat pesanmu." Clara memeluk ibunya hingga meninggalkan tetesan air mata di pipinya. Bagaimanapun juga, dia akan segera berpisah dari orang tuanya dan akan tinggal bersama suaminya.

"Nak, selalu ingat ucapan suamimu. Jadilah istri yang penurut dan penyayang seperti ibumu." Kini Reza yang mulai memberikan wejangan pada anak tirinya itu. Lebih tepatnya adalah keponakannya karena dia menikahi Ibu dari anak kakaknya yang sudah meninggal.

"Iya, Ayah." Clara menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Terlihat kebahagiaan terpancar dari wajahnya.

Setelah itu, resepsi pernikahan pun diadakan di rumah itu. Mereka sengaja tidak mengadakannya di gedung karena yang diundang hanyalah orang yang penting-penting saja, jadi tidak perlu memuat banyak tamu.

"Ansel, selamat, ya, Nak." Dewi memeluk anak yang pernah dirawatnya selama lima tahun saat ibunya diculik itu.

"Ya, Bi, terima kasih." Begitupun dengan Dewi, Ansel juga sangat menyayanginya.

"Oh ya, bolehkah bibi meminta sesuatu darimu?" tanya Dewi dengan tatapan ragu.

"Tentu saja, Bi, apa itu?"

Dewi melihat keberadaan Clara yang sedang berfoto dengan teman-temannya. Waktu yang tepat untuk mengatakan isi hatinya pada Ansel karena jauh dari istrinya.

"Tolong lupakan Aruna," ucapnya pelan.

Ansel terdiam mendengar ucapan Dewi. Dia tidak menyangka wanita paruh baya itu mengetahui isi hatinya saat ini.

"Bibi melihat jelas dari wajahmu bahwa kau tidak bahagia dengan pernikahan ini. Apakah semua ini karena Aruna?" tanya Dewi sekali lagi karena belum mendapatkan jawaban dari Ansel.

"Maafkan aku, Bi, jika aku bisa, pasti aku akan melupakannya. Tapi, aku tidak…"

"Kau hanya terikat oleh janjimu, Nak. Bibi tahu bahwa kau tidak benar-benar mencintainya. Kau hanya terikat oleh janjimu di masa kecil." Dewi terus mengulang kalimatnya agar Ansel mengerti bahwa penantiannya selama ini hanyalah angan-angan belaka. Aruna tidak akan kembali kepada mereka karena mereka meyakini bahwa gadis itu sudah meninggal sejak kecil.

"Maafkan aku, Bi. Tapi kau tidak bisa memaksa perasaan seseorang." Ansel menatap penuh rasa bersalah. Bukan ini hal yang ingin dia dengar di hari pernikahannya.

Dewi menatap Ansel dengan tatapan kecewa, kemudian pergi dari pesta pernikahan itu. Harun yang melihat tatapan sedih istrinya mengerti bahwa kali ini Dewi kembali gagal meyakinkan Ansel bahwa dia dan Aruna tidak berjodoh. Mereka hanya khawatir pernikahan antara Ansel dan Clara tidak harmonis hanya karena Ansel masih mengharapkan Aruna. Sebagai orang tua Aruna, untuk mereka tidak ingin pernikahan orang lain hancur gara-gara anak mereka.

Pesta pernikahan yang lumayan mewah akhirnya selesai. Semua tamu undangan sudah pulang. Hanya tersisa keluarga ini saja. Bertepatan dengan hari pernikahan itu, Clara sedang berulang tahun sehingga mereka mengadakan acara tiup lilin di sana terlebih dahulu sebelum pulang.

Mereka sengaja tidak menggabungkan acara tiup lilin di dalam resepsi pernikahan karena permintaan Clara sendiri. Gadis itu tidak ingin acara ulang tahunnya diekspos karena dia ingin merayakannya bersama keluarga inti saja.

Dan setelah mereka semua pulang, Ansel dan Clara pun pergi ke kamar mereka untuk beristirahat. Kamar yang berukuran cukup luas itu terlihat sangat nyaman dan romantis. Hal itu terbukti dari hamparan kelopak bunga mawar berbentuk hati yang ada di atas ranjang. Dekorasi yang begitu indah, Clara bisa menebak siapa yang telah merangkainya.

"Terima kasih karena mengabulkan permintaanku untuk mendekorasi kamar ini." Clara tersenyum menatap pria yang saat ini sudah sah menjadi suaminya.

"Aku hanya memberi sedikit sentuhan saja." Ansel mencoba untuk tersenyum meskipun hatinya belum siap untuk ini.

"Sekarang, mandilah duluan, kau pasti sangat lelah." Clara menunjukkan kamar mandi agar Ansel segera pergi ke sana dan membersihkan tubuhnya.

Ansel menurut dan pergi ke kamar mandi. Setelah dia selesai mandi, kini gantian Clara yang memanjakan dirinya di dalam kamar mandi.

Dia berendam di dalam bathtub menggunakan busa dan juga kelopak mawar yang telah dipersiapkan untuknya di kamar mandi itu. Hatinya berkecamuk karena sebentar lagi dia dan Ansel akan melakukan malam pertama. Bahkan saat memikirkannya saja jantungnya sudah berdebar kencang. Karena pada akhirnya, dia akan menyerahkan mahkotanya pada suami sekaligus cinta pertamanya itu.

Setelah dirasa cukup, dia pun segera menyelesaikan mandinya. Dia keluar dari dalam kamar mandi dengan menggunakan wardrobe. Tadinya dia ingin melihat ansel terkejut dengan dirinya yang hanya menggunakan baju mandi itu.

Namun, alangkah kecewanya dia saat melihat Ansel yang saat ini sudah tertidur pulas di atas ranjang. Bahkan saat ini dengkuran halus pun terdengar dari mulut Ansel menandakan bahwa tidurnya sudah benar-benar nyenyak dan tidak bisa diganggu.

Clara hanya menghela nafas panjang. Dia mencoba mengerti mungkin saja malam ini Ansel sangat lelah sehingga tidak bisa melakukan hal yang harusnya mereka lakukan sebagai pasangan suami istri.

Dia pun segera memakai piyama dan tidur di samping Ansel. Dia memiliki terus membelakangi Ansel karena kalau melihat wajah pria itu, dia tidak akan bisa tidur. Dia mencoba untuk memejamkan matanya, namun tak kunjung terpejam karena terus memikirkan hal yang terlewatkan malam ini. Hingga beberapa menit kemudian, tubuhnya dibuat terkejut saat tangan Ansel melingkar di pinggangnya dengan hembusan nafas tepat di belakang telinga.

"Kau belum tidur?" tanya Ansel yang entah sadar atau tidak posisinya saat ini.

"Belum."

"Tidurlah, kau pasti sangat lelah."

"Ya, aku akan segera tidur." Clara tak bisa menyembunyikan senyumnya saat itu itu juga. Bahkan saat ini jantungnya berdebar kencang karena pelukan Ansel terasa hangat.

"Semoga mimpi indah, Aruna."

"Apa?"

Terpopuler

Comments

Leew

Leew

apalah Ansel apalah🗿

2024-12-08

0

auto nabok Lo sel gue

2023-01-24

0

Ayas Waty

Ayas Waty

ohh tidakkkk

2022-11-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!