Haunted School

Haunted School

Prolog

Lolongan anjing dari kejauhan membelah suasana senyap jalan raya di malam yang dingin itu.
Seorang laki-laki jangkung berbadan proposional, menaikkan tudung parka hitamnya.
Dia berjalan sambil menuntun sepeda ontel tuanya dengan menahan dingin yang mulai menembus kain tebal yang dipakainya.
Sepasang sepatu kets putihnya bergesekan dengan jalan beraspal.
Sejak tadi dia belum berpapasan dengan seorang pun.
Sampai akhirnya beberapa langkah di depan sana, seorang penjaga sekolah baru saja selesai mengunci pintu gerbang.
Pak Doni
Pak Doni
Pak Toto, tunggu. (Menghampiri penjaga sekolah)
Pak Toto
Pak Toto
(Menoleh) Pak Doni? (Kaget)
Pak Toto
Pak Toto
Malam-malam begini, ada apa Bapak kesini?
Pak Doni
Pak Doni
Tas saya ketinggalan di ruang guru, Pak.
Pak Doni
Pak Doni
Ada berkas-berkas penting di dalamnya.
Pak Toto
Pak Toto
Tapi ini kan, sudah tengah malam Pak?
Pak Toto
Pak Toto
Apa lebih baik besok saja? (ragu)
Pak Doni
Pak Doni
Ini penting Pak.
Pak Doni
Pak Doni
Besok pagi laporan itu sudah harus sudah ada di meja pak Kepala Sekolah.
Pak Doni
Pak Doni
Jadi mesti selesai malam ini juga.
Pak Toto
Pak Toto
Apa perlu saya temani Pak?
Pak Doni
Pak Doni
(Menggeleng cepat) Tidak perlu Pak.
Pak Doni
Pak Doni
Saya cuma sebentar, kok.
Pak Toto
Pak Toto
Baik Pak, kalau begitu.
Pak Toto
Pak Toto
Saya tunggu di sini saja.
Selesainya berkata seperti itu, Pak Toto membuka kembali gembok pintu gerbang sekolah.
Sepeda ontel tua yang dibawa Pak Doni langsung disimpan di depan pos satpam, dan melangkah cepat ke dalam sekolah sendirian.
Sekolah yang tadinya menyenangkan, ketika malam hari ternyata jauh dari kata itu.
Gelap.
Sepi.
Dan Hawa dingin yang berada di tiap-tiap lorong koridor sekolah membuat tubuhnya merinding.
Entah karena kedinginan atau faktor yang lain, langkah kaki Pak Doni terhenti sejenak.
Sepasang telinganya menangkap sayup-sayup suara langkah ringan.
Namun, seiring dengan langkahnya yang terhenti, sayup-sayup langkah ringan di belakangnya juga ikut berhenti.
Laki-laki yang dipanggil pak guru itu melanjutkan perjalanannya dengan enggan.
.
.
.
Suara itu terdengar lagi.
Merasa kesal, Pak Doni menghentikan langkahnya cukup lama di depan pintu ruang guru.
Dia diam, menunggu tanpa berniat membalikkan kepala.
Beberapa menit terlewati, tetap tidak ada reaksi.
Suara langkah ringan yang mengikutinya tidak terdengar lagi.
Merasa dipermainkan, lelaki itu memutuskan untuk masuk ke ruang guru.
Dia berjalan menghampiri mejanya yang berada di barisan kedua.
Pak Doni bernafas lega, tas kerja yang ia cari masih tertata rapi di kursi kerjanya.
Tiba-tiba bulu kuduknya meremang.
Menurut cerita yang pernah ia dengar dari guru-guru lain, ruang guru itu sering terdengar suara tangisan dari anak perempuan yang mati secara menggenaskan akibat tidak lulus ujian.
Laki-laki berkulit cerah itu mengusap tengkuknya.
Setelah mengumpulkan segenap keberanian, dia memutuskan untuk keluar dari ruang guru.
Kalau toh, suara itu terdengar lagi, dia akan menghitung di dalam hati sampai hitungan ketiga---lalu melarikan diri secepat yang dia bisa.
Belum ada beberapa langkah dia menapak, ia menangkap sayup-sayup suara tangis pilu.
Sekarang, bukan hanya tengkuk Pak Doni saja yang meremang.
Ada sensasi aneh di sepasang lengannya yang tertutup parka lengan panjang.
"Hu...hu...hu"
suara tangis serak dan menyayat terdengar jelas.
Langkahnya semakin cepat. Namun tangisan itu serasa seolah mengikutinya dari belakang.
Pak Doni berhenti.
Dikumpulkan segenap keberaniannya, dia memutar kepalanya---memastikan sosok seperti apa yang sejak tadi mengikutinya.
"Hu...hu...hu..."
Semakin jelas terdengar.
Mata lelaki itu membulat.
Namun bukan rasa takut yang membuatnya membulatkan mata , melainkan rasa kesal.
Di belakangnya, seorang gadis berambut lurus sepunggung tengah berdiri dengan kepala tertunduk.
Sepasang lengan kurus gadis itu terletak lemas di sisi jahitan bahu.
Gadis itu mengenakan seragam sekolah SMA Mandala Bakti.
Bahunya naik turun.
Dia menangis.
Pak Doni tertegun.
Kenapa masih ada siswi berkeliaran di sekolah jam segini?
Pak Doni
Pak Doni
Apa yang kamu lakukan di sini?
Pak Doni
Pak Doni
(Khawatir)
Gadis itu diam.
Beberapa detik setelah dia mendengar kata-kata dari lelaki itu, suara sesengukan keluar lagi dari bibirnya.
A Girl
A Girl
Aku hanya kesepian.
Pak Doni
Pak Doni
Apa? Orang tuamu tidak ada di rumah? Teman-temanmu?
A Girl
A Girl
Aku ingin melupakan seseorang, tapi tidak bisa...
A Girl
A Girl
(suaranya menggema serak)
Pak Doni
Pak Doni
(Semakin bingung)
Pak Doni
Pak Doni
Dengar, ini sudah malam. Bapak akan antar kamu pulang.
Pak Doni
Pak Doni
Orang tuamu pasti khawatir.
Pak Doni
Pak Doni
Tidak baik anak gadis keluyuran tengah malam begini.
Gadis itu mengangkat kepalanya pelan.
Wajahnya pucat, tetapi tidak bisa menyembunyikan kecantikannya yang terbalut di wajah bulatnya.
Gadis itu mendekat lalu mencengkeram lengan Pak Doni.
Laki-laki itu berjengit kaget.
Rasa dingin merasuk hingga ke tulangnya saat gadis bermata sipit itu menyentuhnya.
A Girl
A Girl
Aku ingin bunuh diri.
Pak Doni
Pak Doni
Jangan becanda kamu!
Pak Doni
Pak Doni
(Kaget)
Pak Doni
Pak Doni
Bapak antar pulang sekarang, ayo!
A Girl
A Girl
Pokoknya aku mau bunuh diri!
Gadis itu tiba-tiba berlari cepat meninggalkannya.
Khawatir nanti terjadi apa-apa dengan salah satu muridnya, Pak Doni segera mengejarnya.
A Girl
A Girl
Aku ingin bunuh diri!
Gadis itu meraung histeris ketika dirinya sudah berada di pinggiran balkon sekolah.
Di tangannya ada sepucuk pistol revolver , diarahkan ke kepalanya sendiri.
Pak Doni
Pak Doni
Hei, jangan bodoh!!
A Girl
A Girl
Untuk apa kamu peduli?!
Pak Doni
Pak Doni
Tidaaaaak!!!
Dor!!!
Otak gadis itu berhamburan, lalu tubuhnya jatuh lunglai ke bawah menghantam lapangan sekolah.
Laki-laki berparka hitam itu berdiri kaku ditempat.
Mata tajamnya membulat tidak percaya.
Setetes darah terpercik ke parka yang dikenakannya.
Perutnya tiba-tiba terasa mual, antara takut dan tidak percaya dengan kejadian yang barusan dilihatnya.
Anehnya saat Pak Doni mencoba memeriksa kembali tempat jatuhnya gadis itu, ia malah tidak menemukan apapun.
Begitupun dengan bercak darahnya.
Mendadak tempat yang Pak Doni pijak seketika terasa berguncang.
Kaki Pak Doni seakan tertanam di tanah, tak mampu bergerak.
Saat itu juga ia tersadar, bahwa dirinya harus segera pergi dari tempat itu.
.
.
.
Pak Doni berlari cepat menuruni tangga.
Yang tadinya ia masih bisa bersikap biasa-biasa saja dan tak merasa takut meski dalam kegelapan sekalipun, kali ini situasinya membuat Pak Doni menjadi sangat sulit untuk bernapas.
Di belakangnya terasa seperti ada ribuan langkah yang terus menggema di sepanjang anak tangga dan koridor sekolah—mencoba untuk mengejarnya.
Padahal di sekolah itu hanya ada dirinya seorang.
Bahkan ada suara tawa yang entah milik siapa—tapi sumpah, itu terdengar sangat menyeramkan.
Napas Pak Doni terengah.
Hati kecilnya terus merapal doa hingga akhirnya ia melihat pintu keluar sekolah.
Sedikit lagi.
Pak Doni menyeret langkah kakinya semakin cepat.
Saat kakinya hampir mencapai pintu keluar sekolah, tubuhnya seolah dihantam oleh sesuatu tapi tak ada wujudnya.
Membuat Pak Doni agak sedikit terhuyung, namun untungnya tangannya bisa sigap menumpukan badannya dan langsung bangkit kembali untuk segera berlari.
Gerbang sekolah.
Pak Doni berlari sekuat tenaga.
Tak peduli apapun itu.
Namun entah kenapa, rasanya jalannya terasa begitu sangat panjang.
Dan kalau mau diingat-ingat, jarak antara pintu keluar dengan gerbang sekolah hanya beberapa meter saja.
Harusnya dengan kondisi saat berlari dirinya sudah bisa mencapai gerbang sekolah dalam waktu sepuluh detik saja.
Pak Doni lelah.
Langkah-langkah yang masih menyertainya seperti hanya berjarak beberapa jengkal darinya. Ia merasa terkepung.
Seperti ada ribuan makhluk tak kasat mata yang memenuhi halaman sekolah—mengelilinginya.
Lalu tanpa sadar, kaki kanannya terantuk sebuah batu besar.
Tubuhnya terjatuh dan menghantam permukaan yang keras.
Rasa sakit menjalar bersamaan dengan hawa panas dan dingin.
Pak Toto yang menjaga di luar gerbang, tersadar dan bergegas menghampiri Pak Doni yang sudah terlihat seperti orang ketakutan.
Butuh usaha ekstra untuk menyadarkan Pak Doni.
Namun tak berselang lama, Pak Doni justru ambruk tak sadarkan diri.
Pak Toto
Pak Toto
Pak Doni!!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!