Lantai 17

Lantai 17

LN 17

Tiba-tiba bulu punuk Toni merinding karena seorang wanita masuk ke dalam ruangan yang begitu mengerikan dan sangat gelap gulita. Toni merasa ada yang aneh dan segera menekan tombol lift. Namun, lift tidak mau tertutup, membuat Toni semakin panik dan gelisah. Tiba-tiba, ada suara yang berasal dari kegelapan yang seolah-olah akan menghampiri dirinya.

Namun, Toni berusaha terus menekan tombol lift, karena suara itu semakin dekat. Keringat dingin bercucuran di tubuhnya. Akhirnya, pintu lift tertutup. Dia pun menarik napas dalam-dalam, namun rasa lega itu segera musnah ketika lift tiba-tiba terbuka kembali dan kembali ke lantai 17.

"Gak mungkin! Tadi gue tekan tombol dasar!" kata Toni semakin panik dan ketakutan. Lalu, dia keluar dari lift dan mencari tangga darurat. Toni berlari menuju ke tangga darurat, namun apesnya pintunya terkunci.

Toni kembali berlari menuju lift. Langkahnya terhenti karena dia melihat wanita yang tadi bersama di lift. Wanita itu berdiri di depan lift, bertingkah aneh. Wanita itu terus menunduk dan menggedor pintu lift. Toni memberanikan diri untuk mendekati wanita itu.

"Mbak, gak apa-apa kan?" tanya Toni dengan tubuh gemetar. Si wanita itu lalu berhenti dan menengok ke arah Toni.

Alangkah kagetnya Toni melihat wajah wanita itu, mengerikan dengan penuh darah, dan mata sebelahnya hilang.

"Aaarrggg! Setan!!" Toni berlari ke arah tangga darurat lagi dan berhasil membuka pintunya. Dia berlari dengan tergesa-gesa hingga kakinya terpeleset dan menggelinding. Kepalanya terbentur, dan dia melihat wanita itu dekat di sampingnya. Akhirnya, Toni tak sadarkan diri, dengan darah mengalir deras dari kepalanya.

Keesokan harinya, seorang gadis yang duduk termenung, sambil mengarah ke depan dengan tatapan kosong, kaget ketika ibunya tiba-tiba memanggil.

"Apaan sih, Bu? Manggil sampai teriak, kuping aku nih jadi budeg denger suara terompet ibu," gadis itu menggerutu kepada ibunya.

"Sembarangan kalau ngomong! Mulut ibu disamain sama terompet! Anak durhaka kamu ya!!" omel ibunya.

"Iya, emang bener suara ibu itu ngalahin suara terompet tahun baru," jawab gadis itu dengan enteng.

Seketika, tangan ibunya menjewer telinga gadis itu, membuat gadis itu merintih kesakitan. Sang ibu pun sangat kesal terhadap anaknya yang satu-satunya.

"Rasain ini ya! Kamu berani ngomong gitu, ngatain suara ibu kayak terompet tahun baru! Ibu sumpahin kamu nikah sama aki-aki!" omelan sang ibu yang masih menjewer telinga gadis itu.

"Ya, Bu, ampun. Ini telinga bukan karet," gadis itu mengeluh, sambil mengusap telinganya yang terasa panas.

"Yaudah, sekarang ini mau ngomong apa?" tanya sang ibu.

"Oh, itu. Mau nanya, kamu udah ada panggilan belum di kantor tempat kamu ngelamar?" tanya ibunya dengan suara yang lembut, tiba-tiba berubah 180°.

"Belum, Bu. Udah seminggu belum ada kabar. Mudah-mudahan aku keterima, Bu. Apalagi itu perusahaan terelite, semoga aja aku secepatnya keterima," ungkap gadis itu.

"Iya deh, Aamiin. Secepatnya ada kabar, jangan terus berhenti berdoa. Selalu berusaha dan berdoa ya. Udah, ibu mau ke rumah Bu Tati dulu, mau ada arisan. Kalau misalnya kamu mau keluar, jangan lupa kunci pintu," kata sang ibu sebelum pergi.

"Ibu gue, jangan-jangan punya kepribadian ganda? Cepet banget berubahnya!" kata gadis itu sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

"Asla!! Jangan lupa kunci pintu kalau mau bepergian," gadis itu terkejut lagi mendengar suara ibunya.

"Sabaar, Asla. Itu ibu lho, lho harus sabar," dia menyemangati dirinya sendiri, karena tingkah laku sang ibu yang selalu berubah-ubah.

Gadis yang bernama Asla itu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Selesai mandi, Asla mengambil ponselnya dan mengecek akun WhatsApp, ternyata banyak sekali notifikasi dari beberapa temannya.

"Daripada gue mager di rumah, mendingan keluar aja cari udara seger. Aduh, dasar lo bego Asla, ini tuh Jakarta, mana mungkin seger, yang ada lo kena penyakit, iya."

Asla pergi dan mengunci pintu, lalu meletakkan kunci di atas pintu supaya ibunya gampang menemukannya. Ia pun pergi.

Saat di perjalanan, suara ponselnya bersuara, lalu ia angkat. Ternyata itu panggilan dari perusahaan yang memberitahukan bahwa Asla diterima. Ia pun jingkrak-jingkrak dengan hati yang penuh kebahagiaan.

Dengan hati berbunga-bunga, Asla menuju ke perusahaan bergengsi itu. Dia berhenti di angkot dan masuk. Di dalam angkot sudah ada beberapa orang, termasuk ibu-ibu yang sedang menggosipkan sesuatu.

"Eh, tahu gak, Bu? Anak Bu Imah gak pulang semalam, terus Bu Imah coba telepon, tapi HP-nya mati, gak bisa dihubungi."

"Lah, kok bisa sih? Kalau kabur sih gak mungkin ya, apalagi si Toni itu kan anaknya baik, sopan lagi," timpal ibu yang duduk di sebelah Asla.

Asla yang malah fokus mendengarkan gosip ibu-ibu itu, membuatnya melewatkan perusahaan yang seharusnya dia tuju. Ia pun memberhentikan sopir angkot.

Setelah itu, ia keluar dan membayar, lalu segera masuk ke perusahaan itu dan bertanya kepada penjaga kantor. Asla disuruh langsung diantar ke lantai 23 karena dia akan bertemu langsung dengan kepala HRD.

Ia terus mengamati ruangan yang sangat mewah dan elegan. Asla pun masuk ke dalam lift dan terpesona dengan desain lift yang sangat modern dan bagus.

Namun, saat Asla hampir naik ke lantai atas, dia melihat bahwa lantai 17 tidak ada, dan lift langsung loncat ke lantai 18. Asla merasa heran.

Ting! Pintu lift terbuka, lalu Asla dipersilakan masuk oleh penjaga kantor tadi. Asla pun masuk ke dalam ruangan kepala HRD itu.

"Asla Denisa Citra, itu nama lengkap kamu?" tanya pria kepala HRD itu.

"Iya, Pak, itu nama lengkap saya. Mohon maaf, Pak, kapan saya mulai bekerja di sini?" tanya Asla dengan to the point.

"Untuk kamu mulai bekerja mulai besok. Tapi kamu datang saja ke sini lagi, nanti saya kabarkan ke kamu lebih lanjut. Mengerti?" jawab kepala HRD itu.

Asla pun mengangguk mengerti, lalu dia beranjak dari kursi dan kembali ke lift untuk pulang. Di dalam lift, Asla tersenyum-senyum sendiri, mengingat kepala HRD yang tampan dan gagah, yang membuat dirinya gagal fokus.

"Kalau kepala HRD-nya ganteng gitu, gimana CEO yang punya perusahaan ini? Bisa-bisa gue betah di perusahaan ini," gumamnya dalam hati.

Lift pun berhenti seketika. Asla tersentak dari lamunannya. Dia membulatkan mata karena lift berhenti di lantai 17.

"Kok aneh sih, perasaan tadi gak ada lantai 17, kenapa ada?" pikir Asla merasa aneh.

Bersambung...

Maaf bab 1 aku revisi ya,karena

Banyak kata yang salah.

---

Terpopuler

Comments

Muhammad Abi Saputra

Muhammad Abi Saputra

akankah ini pilem hantu

2025-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!