HTI | Bab 16

Sheren menutup mulut dengan cepat. Dia tidak sadar jika sebenarnya dia juga tidak ingin dijauhi Nathan, apalagi kalau sampai nanti dia benar-benar hamil.

“Gimana-gimana? Jadi kamu maunya gimana, Nona Sheren?” Nathan jadi semringah. “Kamu mau aku menjauh atau mendekat?”

Sheren jadi bingung sendiri dengan pikirannya. Sebenarnya dia tidak ingin diganggu lagi oleh Nathan, tetapi jika dia hamil dia tetap membutuhkan laki-laki yang telah merenggut mahkotanya itu.

“Em, maksud saya ... Pak Nathan, itu em ....”

“Kamu jadi bingung sendiri kan Sheren?” Nathan kini memposisikan diri untuk menghadap sekretarisnya itu. “Kamu saja bingung apalagi aku.”

“Sudahlah, lebih baik kita langsung membuat video klarifikasi itu supaya nama baik Pak Nathan bisa secepatnya kembali pulih,” kata Sheren mengalihkan pembicaraan.

Nathan dan Sheren akhirnya membuat sebuah video klarifikasi. Sheren menjelaskan secara detail apa yang terjadi di kamar hotel malam itu. namun dia tidak menjelaskan bahwa dia di jebak oleh ibu tirinya. Sheren dan Nathan juga menjelaskan waktu dan nama hotel yang mereka maksud, tidak lupa disertai dengan rekaman CCTV yang mereka peroleh dari pihak hotel.

Sampai akhirnya video klarifikasi yang mereka buat muncul di pemberitaan televisi. Nathan dan Sheren bisa tersenyum lega. Namun, sosok sheren yang tidak diperlihatkan dengan jelas membuat publik bertanya-tanya. Siapa sebenarnya Sheren yang sudah mematahkan pandangan publik tentang Nathan yang mengalami kelainan?

Pemberitaan mengenai klarifikasi Sheren sampai juga di telinga Pak Winata, ayah Nathan. Laki-laki yang menjadi direktur utama di perusahaan tempat Nathan dan Sheren bekerja itu akhirnya meminta putranya untuk mengajak sosok Sheren untuk makan malam bersama di rumah mereka.

Lagi-lagi Sheren harus bertemu dengan orang tua Nathan. Walau sebenarnya dia menolak, tapi Nathan sampai memohon pada wanita itu. Akhirnya, Sheren pun datang ke rumah Nathan untuk memenuhi undangan makan malam.

Nathan dan Sheren sampai di rumah keluarga Winata. Mereka disambut oleh papa dan mama Nathan. Mama Nathan sangat antusias karena kembali dikunjungi oleh Sheren yang diyakini akan menjadi menantunya.

“Oh, jadi ini yang namanya Sheren?” tanya Pak Winata yang merupakan Direktur Utama di kantor mereka.

Sheren tentu saja sangat mengenal Pak Winata. Laki-laki itu mengeluarkan tangan untuk menyalaminya.

“Pak Angga Winata?” Sheren terlihat sangat syok saat melihat atasannya ada di rumah Nathan.

Nama belakang mereka sama, apa jangan-jangan ... Ya ampun, jadi Pak Nathan adalah anak Pak Angga? Berarti dia bukan giigolo? Tapi kenapa dia berpura-pura menjadi laki-laki penghibur?

Sheren melirik Nathan dengan tatapan kesal. Dia merasa telah dibohongi oleh atasannya itu. “Sebenarnya Bapak gigolo atau bukan sih?” Sheren berbisik.

Nathan hanya membalas dengan tersenyum saja. Dia tidak mau menjelaskan apa-apa pada sekretarisnya itu.

“Kamu sekretarisnya Nathan bukan? Apa benar yang kamu katakan di siaran televisi itu?” tanya Pak Winata.

Sheren jadi gugup karena pertanyaan itu. Dia mengangguk lalu menjawab, “Iya, benar, Pak. Kami sudah pernah melakukan hubungan suami istri.”

Bukannya marah atau kecewa, Pak Winata malah menatap dan menepuk pundak putranya dengan bangga. “Berarti kamu sudah sembuh, Nathan!”

“Mungkin Sheren adalah obat yang Tuhan kirimkan untuk anak kita, Pa. Mama berharap mereka akan segera menikah dan memberikan kita cucu yang banyak. Jadi, tidak ada yang menghina Nathan sebagai laki-laki impoten lagi,” kata Nyonya Lita sambil merangkul pundak Sheren.

Sheren semakin bingung dengan apa yang mereka katakan. Pikirannya menyimpulkan sesuatu, jangan-jangan memang benar yang diberitakan di televisi itu. Sebenarnya Nathan memang seorang laki-laki impoten.

“Mama benar, jika Nathan dan Sheren menikah maka kita bisa memiliki generasi penerus.”

“Kalau aku sih terserah Sheren saja, karena aku akan sangat bahagia jika bisa menikah dengannya.” Nathan secara terang-terangan mengatakan pada orang tuanya bahwa dia sebenarnya ingin menikahi wanita itu.

Sementara itu, Sheren merasa dibohongi oleh Nathan. Dia lalu berkata, “Bisa kita bicara sebentar, Pak Nathan.”

Nathan mengangguk dan akhirnya mengajak Sheren ke taman belakang tempat mereka bicara kemarin siang.

“Ada apa, Nona Sheren?” tanya Nathan.

Mereka berada di taman belakang rumah keluarga Winata yang terlihat asri dan dikelilingi lampu taman yang membuat kesan romantis. Namun, Sheren yang sedang kesal tidak bisa menangkap momen romantis itu.