"Selamat pagi Ibu." Ucap Anak anak memberikan ciuman pada Jihan yang sudah duduk di kursi untuk sarapan bersama. "Pagi Sayang. Ayo sarapan." Jawab Wanita itu mengulas senyum. "Hari ini Ibu nggak ke kantor?" Tanya Jaffan melihat Ibunya masih mengenakan pakaian rumahan biasa. "Enggak. Ibu di rumah. Oh iya Jason. Nanti sore Ibu pesan satu meja di cafe ya. Ibu mau ketemu seseorang yang sudah menolong Ibu kemarin." Remaja itu mengangguk dengan mulut penuh. "Siapa yang nolong kamu?" Tanya Papa. "Lupa namanya Pa." Jawab Jihan sambil menyuapi Juma. "Ibu ada ada aja. Masa baru kemarin kenal orang lupa nama." Sahut Jalwa sambil tertawa kecil.
"Sudah sampai." Ucap Jihan menghentikan mobilnya di parkiran sekolah Juma. "Yey. Nanti Ibu jemput ya." Ucap Bocah tampan itu sembari mengecup pipi dan kening Sang Ibu. "Ok Sayang. Nanti Ibu jemput." Jawab Jihan mengusap kepala dan mencium kening putranya. "Love you Ibu." Juma bergegas turun. "Love you too dear." Jawab jawab Jihan melambaikan tangannya.
Dari mengantar Juma Jihan langsung pergi ke rumah Carissa karena sedari tadi sudah di telpon sahabatnya yang satu itu untuk mampir. "Nomor siapa ini." Ucap Jihan karena dari kemarin di chat dan di hubungi nomor yang sama namun Ia sama sekali tidak tertarik untuk menanggapi. "Ya. Hallo." Jawabnya dengan malas terpaksa mengangkat panggilan yang masuk. "Sesibuk itukah? Kenapa dari kemarin aku hubungi tidak di jawab." Omel seseorang dari sebrang sana. "Ini siapa?" Tanya Jihan. "Jeff." Jawabnya cepat. "Jeff?" Jihan masih belum ngeh tampak bertanya tanya. "Yang menolong kamu saat di kejar wartawan kemarin." Jelasnya. "Oh...iya. Ingat..." Terdengar suara decakan dari lawan bicara saat mendengar tanggapan Jihan. "Jadi bagaimana? Kamu sudah janji mau traktir." Wanita itu mengangguk. "Nanti sore jam 4 di Joy Caffe." Jawab Jihan.
"Jihan." Carissa berlari memeluk sahabatnya yang baru datang. "Buat apa suruh aku datang?" Tanyanya duduk malas di sofa. "Aku masak enak. Ayo cobain." Ajaknya. "Baru sarapan." Jawab Jihan. "Halah nggak usah nolak. Ayo." Ia menarik tangan sahabatnya untuk diajak ke ruang makan.
"Sebanyak ini. Kamu nggak kira kira. Ini beneran masak atau asal asalan dan aku di jadikan kelinci percobaan?" Tanya Jihan. "Ya masak beneran dong." Jawab Carissa mengambilkan makan untuk sahabatnya. "Demi kawan makan deh." Jihan mulai menyantap makanan yang sudah tersaji. "Gimana?" Carissa ingin tau komentar sahabatnya. "Lumayan daripada yang kemarin kemarin. Rica ricanya kebanyakan merica nih. Sengak banget. Kalau tumis bumbu juga yang mateng dong." Cerocosnya mulai berkomentar.
Pukul 4 lebih Jihan menggandeng tangan putra bungsunya memasuki cafe. "Kalian saling kenal?" Tanya wanita itu melihat Jason, Julian, dan Jaffan mengobrol akrab sambil tertawa dengan Jeff. "Ibu kenapa nggak bilang kalau yang menolong Ibu Om Jeff. Dia langganan disini." Jawab Julian. "Kan Ibu lupa namanya." Jawab Jihan duduk sambil memangku putranya. "Yang ini siapa namanya?" Tanya Jeff ramah. "Juma Om." Jawab Juma lalu mencium tangan pria dengan wajah blasteran itu. "Manis sekali." Ucapnya mengusap pipi Juma namun entah kenapa Juma kali ini tidak merengek dan mengeluh seperti biasa saat di sentuh dengan orang asing.
Hanya tersisa Jihan, Juma dan Jeff di meja sementara anak anaknya yang lain kembali bekerja. Jeff menikmati makanan sambil menceritakan kisah hidupnya. "Jadi Om mualaf?" Tanya Juma. "Iya. Om dan anak Om memutuskan untuk menjadi mualaf sekitar satu tahun lalu. Sebenarnya keinginan kami sudah lama. Namun kami baru merealisasikannya setahun belakangan. Om tertarik dengan islam karena teman Om seorang muslim yang hidup di lingkungan yang minoritas Islam. Kami sering merayakan lebaran bersama dan itu sangat indah. Ibadah Om juga masih belum bagus. Jadi boleh dong kalau Ibu Juma mengajari." Ucapan pria itu di akhir membuat Jihan tersedak. "Pelan pelan." Tegur Jeff lembut. "Juma kasih izin Om buat belajar sama Ibu kan?" Tanyanya meminta izin. "Juma kasih izin." Jawab bocah tampan itu cepat. "Juma." Bisik Jihan. "Ibu kan bilang kalau punya ilmu itu harus di bagikan." Ia menatap Ibunya dengan penuh tanya yang hanya bisa di tanggapi senyuman oleh wanita itu.
Jihan berjalan menuju parkiran setelah sholat magrib bersama di musholla setempat. Ia mengikuti langkah Jeff yang sedang menggendong putra bungsunya. "Juma turun yuk." Ucap Jihan tidak enak. "Kenapa sih. Orang anaknya mau." Jawab Jeff membuat wanita itu pasrah. Bocah tampan itu terlihat sangat nyaman berada dalam gendongan pria yang baru beberapa jam Ia kenal.
"Papa kenapa senyum senyum begitu?" Tanya seorang remaja yang sedang duduk di sofa. "Kamu mau Mama baru nggak?" Tanya Jeff ikut duduk si sampingnya. "Nggak mau." Jawabnya cepat. "Yakin? Kalau yang seperti ini yakin nggak mau?" Pria itu menunjukkan foto seorang wanita cantik di ponselnya. "Papa kok bisa tau apa yang ada di pikiran aku. Boleh, boleh banget. Aku mau Pa." Jeff tersenyum mendapat lampu hijau dari putranya. "Tapi dia orangnya agak rumit. Buktinya sama Papa tidak tertarik sama sekali. Dia mengabaikan Papa. Doakan Papa berjuang untuk mendapatkan hatinya." Ucap Jeff mengecup kening putranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Riska Wulandari
Juma d gendong bapaknya aja g mau ini tumben d gendong orang yg baru kenal malah mau...
2022-07-31
0
Esti Trianawati
Riza memang cuma bisa bikin anak dah jd gak mau urusan... gendong juma aja gak mau... bisanya cuma ribut sama anak karena gak bs nyalurin nafsunya sama sang istri... naluri ke-bapak-an gak ada sama sekali.... yg lucunya anak orang malah diperhatiin.
2022-07-30
1
Adelia Arman Fany
masa riza gak bertanggungjawab jawab sama sekali ke anak nya katanya ustadz kok gitu
2022-07-30
1