Hansen mengikuti langkah kaki adik sepupunya itu, mengantarkannya ke ruang kantor pribadi Direktur Utama perusahaan tersebut.
Duduklah Harvey, dibalik meja kerjanya dan Hansen yang duduk tepat di atas meja kerja Harvey sembari menyulut sebatang rokok yang diselipkannya disela bibir merah mudanya.
"Kak, siapa gadis yang tadi aku sapa?" tanya Harvey sembari memainkan ponselnya.
"Hah? Kapan kau menyapa gadis?" tanya Hansen bingung.
"Di lobi. Gadis berambut panjang hitam, yang mengulas bibirnya berwarna Orange dengan makeup natural yang aku ajak berjabat tangan."
"Ah! Ternyata yang kau maksud Theala, dia sekretaris pribadiku."
"Dia milikku sekarang."
"A-apa maksud--" Hansen sedikit tergejolak kaget lalu memahami maksud perkataan dari adik sepupunya itu, lalu ia menghela nafas lesu merasa barang kesukaannya dirampas paksa oleh Tuan Muda yang senang berlaku sesukanya.
"Baiklah, aku akan memanggilnya untukmu."
...•••HATE•••...
Theala
Sebelum langkahnya menuju pintu Hansen mematikan rokoknya di asbak yang tersedia di meja sofa santai di dalam kantor itu, berlalu keluar ruang kantor Direktur Utama dan kembali ke ruangan pribadinya.
"Berkemaslah dan pindah ke ruang kerja sekretaris pribadi Presdir. Jangan lupa ikut aku untuk memberikan salam kepada Presdir baru."
"Tapi Tuan Hansen, pekerjaan saya disini masih sangat banyak yang belum diselesaikan," jawab Theala sopan mengingat pekerjaannya sebagai sekretaris wakil Direktur Utama yang masih begitu banyak.
"Sudah tinggal saja. Biar orang lain yang mengurusnya untukku."
Setelah Hansen memberi perintah langsung untuknya, dia langsung berkemas dan memindahkan segala barang peralatan kantornya menuju ke ruangan sekretaris pribadi Direktur Utama perusahaan yang tidak lain adalah Harvey.
Seusai meletakan barang-barangnya lalu bersama Hansen, ia pun masuk ke dalam ruangan Direktur Utama untuk memberi salam.
"Heh, lama sekali hanya untuk berkemas barang sekecil itu! Apa kau sudah gila berani membuatku menunggu?" ucap Harvey tiba-tiba, matanya membidik tajam ke arah Theala.
Melihat sikap Theala yang seperti tidak ada ketertarikan dengan kekuasaan dan ketampanannya itu membuatnya geram.
"Maaf Tuan, saya telah lancang dan kurang ajar sudah membuat anda menunggu," ujar Theala.
Cih, orang gila macam apa yang mendadak menjadi bosku!
Bukankah untuk di pindah tugaskan setidaknya harus diberikan waktu berkemas?
Mengingat bahwa Harvey adalah orang yang seenak hatinya Hansen pun membantu menenangkan situasi. Khawatir primadona World Grup, bisa-bisa akan melarikan diri dari perusahaan.
"Aku langsung menyuruhnya ke ruanganmu saat dia belum selesai untuk berkemas dan menuju kesini juga perlu berjalan bukan dengan sulap."
Tubuh Theala bergetar merasa ngeri dengan sikap dan tatapan Harvey orang yang baru pertama kali bertemu dengannya, namun sudah bersikap kasar dan membentaknya.
"Aku sudah tidak membutuhkanmu lagi pergilah!" ucap Harvey melambai-lambaikan tangan kirinya menyuruh Hansen untuk keluar dari ruangannya tanpa melihat kakak sepupunya itu, lalu tatapannya beralih kepada Theala.
"Dan kamu tetap disini untuk menemaniku bekerja!"
"Kalau sudah bosan kembalikan lagi ya~" Hansen berlalu pergi sembari melambaikan tangan kanannya keatas tanda pamit, meninggalkan keduanya.
Padahal ini baru hari pertama aku bekerja menjadi sekretaris pribadinya bahkan belum ada satu jam, tapi sudah bersikap mengerikan seperti ini.
Theala tertunduk sibuk dengan pemikirannya sendiri sembari mengepalkan kedua telapak tangan, menahan amarah mendalam tetapi tidak dapat ia lontarkan.
Lagi-lagi ia hanya dapat bersikap menurut kepada Harvey dan tidak tahu entah melakukan apa hanya terduduk diam di sofa menemani bosnya yang sedang bekerja dibalik meja kerjanya.
Lalu apa gunaku disini?
Bahkan aku belum sempat membereskan barang-barangku. Dia juga tidak menyuruhku untuk membantunya melakukan apapun.
Saat menawarkan hal apa yang bisa untuk ia bantu, Harvey hanya terdiam tak menggubris. Theala pun kembali duduk di sofa, tertunduk dan terdiam menunggu perintah dari Harvey untuknya.
Tiba-tiba suara Harvey yang memerintahkan Theala untuk bangun dan mendekat ke mejanya memecahkan keheningan di dalam ruangan tersebut.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan Harvey?" Theala menghampiri Harvey sesuai perintah.
"Kemarilah duduk di pangkuanku."
Sontak Theala bergidik merinding mendengar perintah Harvey dan dengan terbata-bata ia menanyakan dan memperjelas, apakah ia tidak salah mendengar.
"A-apa m-maksud, T-tuan?" tanya Theala terbata-bata.
"Aku lelah dan bosan, temani aku sembari aku melanjutkan pekerjaanku."
Theala hanya dapat mematung mendengar penjelasan dari Harvey.
"Apa kau bermaksud untuk membantahku?!"
Seketika tubuh Theala dengan sendirinya bergerak menuruti perintah, tubuhnya bagaikan robot yang di kontrol menggunakan remote. Seperti sudah terbiasa dengan perintah-perintah mengerikan tubuhnya memiliki reflek yang sangat baik untuk patuh.
Theala pun dengan tidak sadar sudah duduk dipangkuan Harvey dan terpaksa menemaninya bekerja dengan posisi yang tidak sewajarnya.
Pekerjaan apakah sebenarnya yang telah ia jabat selama setahun terakhir ini, kenapa tiba-tiba ia merasa bahwa perpindahan tugas kerja ini hanya formalitas kantor semata.
Sedangkan pekerjaannya saat ini yang sebenarnya hanyalah wanita penghibur untuk dimainkan, dikala sang atasan sedang merasa bosan dan jenuh dengan urusan kantornya.
Harvey melanjutkan pekerjaannya sembari memeluk tubuh langsing Theala di pangkuannya. Mungkin hal itu belum cukup membuatnya merasa terhibur, ia pun melancarkan aksinya dengan menciumi tengkuk leher wanita itu.
"Tuan sudah keterlaluan!"
Theala yang sudah geram sedari tadi sontak bangun dari pangkuan Harvey, membentaknya dan bahkan menamparnya kuat dengan tangan kanannya.
"Kurang ajar! Beraninya kau!" pekik Harvey sambil memegangi pipi yang panas.
Bagi Harvey ini adalah kali pertama ada seseorang yang berani menampar pipinya, apalagi dengan sekuat tenaga amarah seperti itu. Karena sebelumnya ia hanya pernah sekali mendapat tamparan kecil seperti disengaja tanpa menggunakan tenaga -flashback kencan perjodohan di restoran World Hotel.
Merasa tidak terima dan marah yang sangat memuncak. Harvey pun tanpa sadar seperti kebiasaannya, ia langsung memegang tubuh Theala mendorongnya dan menjatuhkannya ke sofa. Memulai aksinya yang sudah melampaui batas apa lagi yang ia lakukan tidak pantas untuk hubungan bos dan karyawan di dalam ruangan kantornya tersebut.
Sebelumnya tidak lupa ia mengambil remote untuk mengunci pintu dan menutup tirai jendela ruangannya. Haevey pun mencoba menyetubuhi paksa Theala di sofa di dalam ruangan kantornya itu.
Theala mencoba memberontak dan menolak perlakuan bos besarnya itu sembari menangis ia hendak berteriak untuk meminta bantuan.
Namun Harvey dengan sigap membungkam mulutnya dan mengancamnya.
"Heh, dasar tidak tahu malu! Apa kau pernah berpikir sebelum bertindak?!"
Hah, berpikir sebelum bertindak, apa yang dia maksud?
Bukankah kalimat itu seharusnya yang terucap dari mulutku untuknya?
"Bila kau berani menolak dan bersikap kurang ajar lagi aku tidak segan-segan untuk membuat hidupmu hancur!"
Theala masih berusaha untuk memberontak dan melepaskan diri dari tubuh Harvey tanpa mendengarkan ancaman tersebut.
"Bila kau tidak menurut aku akan memecatmu saat ini juga dan bisa aku pastikan tidak ada perusahaan ataupun tempat yang akan sudi menerimamu bekerja disana!"
Sontak tubuh Theala pun lemas mendengar ancaman tersebut, ia melemahkan pertahanannya, hanya ada ketakutan yang berkecambuk dalam benaknya.
Bagaimana bila ancaman Harvey itu bukan main-main atau sekedar hanya untuk menakut-nakutinya saja.
Hidupku sudah tidak mempunyai masa depan di rumah ayah, aku tidak mau menghancurkan harapan hidupku lagi saat ini.
Tubuh Theala refleks merespon ketakutannya dan membuatnya terdiam bergetar ketakutan, namun hal itu tidak membuat Harvey iba dan merasa kasihan baginya ini adalah hal yang menguntungkannya.
Harvey pun tidak menunda apa yang sudah ingin ia lakukan sedari tadi, tanpa membuang waktu lama ia pun menikmati tubuh Theala sembari mendengar rintihan tangisan yang tidak kunjung berhenti sejak awal memulai aksinya hingga tuntas menyelesaikannya.
"Heh, kedepannya bersikap manis dan baiklah, sangat tidak enak bermain dengan boneka. Aku tidak dapat menikmatinya dengan benar!"
Kesucianku yang selama ini aku jaga dengan baik akhirnya hilang begitu saja di tangan pria brengsek ini!
"Bila kedepannya sikapmu tetap seperti ini, ancamanku masih berlaku!"
Theala masih sibuk dengan tangisannya yang hanya dapat ia suarakan kecil sembari menutupi tubuhnya yang sudah acak-acakan penuh tanda merah bekas genggaman kuat dan ulah kesenangan dari Harvey.
"Terima kasih Tuan Muda Harvey, telah mengasihani saya."
Terima kasih, bahkan sebuah kata yang harusnya aku dapatkan tidak terdengar dari mulutnya, malah aku yang melontarkannya.
Apa aku sudah gila?
Kenapa malah aku yang mengucapkan terima kasih atas pelecehan yang aku terima dari dia.
Pikir Theala meratapi nasibnya, sebegitu ketakutannya ia mendengar ancaman-ancaman yang dilontarkan Harvey kepadanya membuatnya tidak dapat berpikir jernih.
"Baiklah, kau boleh keluar dan pulang sekarang. Kembalilah besok lagi untuk bekerja," begitulah Harvey menyuruhnya meninggalkan perusahaan setelah semua yang telah ia perbuat terhadapnya.
Theala pun hanya mengangguk tidak bergeming dan tidak berani menatap wajah Harvey hingga ia keluar dari ruangan kantor Direktur Utama, lalu ia pun mengambil tas miliknya di ruang kerjanya, berjalan keluar meninggalkan perusahaan dan pulang kembali ke studio apartemen miliknya.
Hari pertama bekerja dengan bos baru yang berasa seperti di neraka pun akhirnya dilaluinya, tanpa tahu hari-hari selanjutnya entah kengerian apa lagi yang sudah menunggunya.
...•••HATE•••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments