PERASAAN YANG ANEH

Sungguh diluar dugaan. Nara pikir, resepsi pernikahan antara duda dan janda tak akan semewah ini. Ternyata, amazing. Pernikahan super mewah di ballroom sebuah hotel bintang lima.

Setelah mengucapkan selamat kepada Laras, Kinan mengajak Nara berkumpul dengan teman temannya.

"Busyet, suami Laras gak kaleng kaleng." Kata Tiwi yang sejak tadi tak henti hentinya takjub melihat kemewahan di resepsi pernikahan Laras.

"Beruntung emang si Laras. Udah janda masih laris manis," Rani menimpali.

"Suami lo gak ikut, Kin?" tanya Mawar.

"Enggak, gue dateng sama adik gue. Nara, kalian masih ingetkan?" tanyanya sambil menoleh kearah Nara yang berdiri disampingnya.

Merasa disebut namanya, Nara tersenyum pada teman teman kakaknya..

"Inget lah, orang kita dulu sering nginep dirumah lo. Yang waktu itu lo bilang mau nikahkan? Eh, btw lo nikah kok gak ngundang kita sih, Ra?" tanya Mawar.

Tiwi yang tahu tentang pembatalan pernikahan Nara langsung menyenggol Mawar. Memelototi temannya itu agar tak lagi membahas soal itu.

Nara tampak tak nyaman kalau obrolan mulai menyangkut tentangnya. Apalagi tentang pernikahanannya.

"Rio!" panggil Kinan sambil melambaikan tangan pada seorang pria.

Pria yang dipanggil Kinan langsung tersenyum dan berjalan kearah mereka.

"Aku cariin dari tadi, ternyata disini," ucap Rio sambil menyalapi teman temannya.

"Ngapain lo nyariin Kinan? Suaminya galak, ati ati," celetuk Tiwi.

Rio dan Kinan hanya tergelak menanggapi ucapan Tiwi.

"Eh Kenalin, ini adik gue." Kinan menarik lengan Nara agar sedikit maju kedepan.

Rio dan Nara saling berjabat tangan dan menyebutkan nama.

"Eh, dipanggil Laras tuh, kita kesana yuk." Kinan mengedipkan matanya, isyarat pada teman temannya agar meninggalkan Nara dan Rio berdua.

"Aku ikut," salak Nara.

"Sini aja dulu. Yo, Nitip adik gue bentar ya." Kinan dan teman temannya langsung menghilang dikeramaian. Meninggalkan Nara dan Rio berdua.

Nara mendengus kesal. Sangat yakin jika Kinan sengaja melakukan ini. Sekarang dia tahu tujuan utama kakaknya mengajaknya ke Bali. Tidak lain tidak bukan adalah untuk mengenalkannya pada temannya.

Sesaat tercipta suasana canggung antara Nara dan Rio. Hingga Rio mulai membuka percakapan.

"Udah makan?" tanya Rio basa basi.

Nara mengangguk. Padahal sebenarnya belum.

"Emmm.. berapa lama di Bali?" Rio tampak gugup, sedang Nara, dia sama sekali merasa tak nyaman dan tertarik mengobrol dengan Rio.

"Besok udah pulang."

"Penerbangan jam berapa?"

Nara menghela nafas. Sebenarnya dia malas sekali mengobrol dengan Rio. Tapi demi kesopanan, mau tak mau dia harus menjawab pertanyaan Rio.

"Siang."

"Bisa dong pagi jalan jalan dulu. Lihat Sunrise di sanur bagus loh." Rio tampak bersemangat, berbeda dengan Nara yang tampak ogah ogahan menanggapi. "Atau gak, keliling Bali bentar. Sayangkan kalau ke Bali cuma dihotel mulu."

"Maaf Kak. Aku ketoilet dulu ya." Nara mencari alasan untuk menghindar dari Rio.

Rio mengangguk sambil tersenyum. Dia bukan orang bodoh. Dia bisa melihat kalau Nara sama sekali tak tertarik mengobrol denganya.

Nara ketoilet untuk merapikan rambut sekaligus make up nya. Setelah itu dia memilih untuk keluar dari hotel. Malas berada di tempat pesta dimana tak ada orang yang dia kenal. Toh Kinan juga sengaja meninggalkannya.

Beruntung tempatnya menginap tak jauh dari tempat pesta. Jadi dia bisa kembali dengan jalan kaki. Sepanjang jalan, dia terus menggerutu karena kesal pada Kinan. Bisa bisanya kakaknya itu punya ide mengenalkannya pada pria. Benar benar merusak moodnya.

Nara berhenti saat tak sengaja melihat sebuah papan tulisan, Bagia caffe. Ingatannya langsung kembali pada man from nowhere, Septian.

"Gue kerja disitu." Septian menunjuk sebuah cafe bertuliskan Bagia caffe. "Bagia itu bahasa Bali, artinya bahagia."

Tanpa sadar, kaki Nara melangkah memasuki Bagia caffe. Kesan nyaman langsung terasa saat awal memasukinya. Pantas saja cafe ini ramai, susananya bikin betah.

Nara sedikit kebingungan mencari tempat duduk kerena ramainya pengunjung. Hingga akhirnya, matanya melihat sebuah meja kosong yang berada disudut.

Nara berjalan menuju meja tersebut dan segera duduk. Tak berselang lama, seorang waiter menghampirinya.

"Mau pesan apa, Kakak?" Tanya seorang waiter perempuan sambil menyodorkan buku menu.

Nara membacanya sekilas sebelum kemudian memesan. "Latte and lava cake," ujarnya sambil menyodorkan kembali buku menu pada waiter.

"Ok! Wait a minute." Waiter itu pergi setelah mencatat pesanan Nara.

Nara melihat lihat sekeliling, terutama diarea depan. Dimana tampak dua orang barista yang sedang meracik kopi, tapi itu bukan Septian.

Astaga Nara, kenapa malah nyariin tuh cowok sih.

Nara mengumpati dirinya sendiri. Aneh, disaat dia merasa tak nyaman berbicara dengan pria. Entah kenapa dia malah mencari sosok Septian. Seperti ada bagian dari dirinya yang merindukan sosok tersebut.

Tak lama kemudian, waiter perempuan datang mengantarkan pesanannya. "Silakan," ucapnya sopan sambil meletakkan pesanan Nara diatas meja.

"Em.. disini ada barista yang bernama Septian?" Entah karena apa, Nara tiba tiba menanyakan hal tersebut.

"Septian?" waiter tersebut mengerutka kening. "Gak ada, Kak."

"Oo.... " Nara manggut manggut.

Bodoh, kenapa dia bisa percaya begitu saja saat man from nowhere bilang kerja disini. Dan kenapa juga dia malah duduk disini sekarang. Nyariin orang yang jelas-jelas hanya dia temui satu malam saja.

"Saya baru disini. Baru dua minggu kerja. Mungkin saja dia sudah berhenti sebelum saya kerja."

"Oo.... "Sejak tadi Nara hanya ber o ria.

"Bang Awan." Waiter itu memangil seorang pria yang berdiri tak jauh darinya. Pria yang dipanggil Awan itu langsung mendekat kearah mereka.

"Kakak ini nyari yang namanya Septian. Emang ada ya barista disini yang namanya Septian?"

"O... nyariin si Asep." Jawab pria bernama Awan yang juga memakai seragam sama dengan waiter perempuan itu.

"Bukan Asep, tapi Septian," Nara membenarkan.

"Sama saja. Asep ya Septian, Septian ya Asep."

Nara hanya mengangguk mendengar penjelasan Awan. "Asep udah gak kerja disini sejak dua bulan yang lalu."

"Dia kerja dimana sekarang?"

Nara..... kenapa malah nanyain hal gak penting itu. Ada apa denganmu Nara?

"Gak tahu. Dia cuma bilang mau kembali ke Jakarta."

"O.... gitu ya. Makasih infonya."