Pesawat yang menerbangkan Andra ke Jakarta terus melaju, dari Kulon Progo menuju Cengkareng kurang lebih ditempuh dalam satu jam lamanya. Selama perjalanan ingatan Andra kembali ke masa 3 tahun yang lalu.
Flash Back *01
Minggu pagi di kediaman Hadiwiguna, rumah besar dengan desain klasik eropa berdiri kokoh di kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta. Joddy duduk di ruang makan menikmati sarapannya.
"Andra mana Nur? dia tidak sarapan?" Joddy menanyakan keberadaan putranya kepada pelayannya.
"Pagi Ayah...." Andra datang dan langsung menuju meja makan dengan handuk kecil dikalungkan di lehernya dan bajunya yang basah oleh keringat. Dia baru saja habis berolahraga pagi.
"Duduk sini sarapan, ada hal penting yang mau Ayah bicarakan denganmu."
Andra duduk sambil mengambil apel hijau kesukaannya dan memasukkannya ke mulutnya, hanya dalam beberapa gigitan satu buah apel sudah dihabiskannya.
"Andra... Ayah ingin kamu mulai membantu kerjaan ayah di kantor, mulai besok kamu ikut ayah ke kantor dan mulai belajar mengelola bisnis ayah"
"Yah... Andra belum siap ngurus perusahan, Andra masih terlalu muda, Andra masih pengen belajar, mau ngejar gelar S2 dulu dan Andra sama sekali belum tertarik mengurus perusahan Yah".
Andra memang sudah menyelesaikan kuliahnya, namun dia tidak ingin menghabiskan masa mudanya menjadi budak pekerjaan. Dia masih ingin bebas ngumpul dan nongkrong bersama teman temannya seperti anak muda pada umumnya.
"Sampai kapan kamu seperti ini Andra, di pikiranmu cuma ada kesenangan, hura hura dan main perempuan" Joddy menyahuti dengan nada suara meninggi.
Andra terdiam dan tak berani membantah perkataan ayahnya. Selama ini dia memang lebih memilih kumpul dan nongkrong asik bersama teman temannya, "Tapi....main perempuan?? Tidakkk!!" batin Andra sangat tidak setuju dengan kalimat terakhir yang diucapkan Ayahnya. Meski memang beberapa gadis sering bersamanya, tak sedikitpun Andra merasa ingin mempermainkan perasaan teman wanitanya. Selama ini bahkan Andra tidak pernah memikirkan seorang wanita menjadi kekasihnya. Dia hanya menjalani hubungan tanpa status dengan beberapa teman wanitanya, sekedar teman jalan dan bersenang senang semata.
"Ayah... Andra sudah mendaftar di Universitas negeri di Jogja, Andra mau lanjut kuliah disana, hanya 3 tahun saja Yah.." Andra memberanikan diri berbicara kepada ayahnya.
"Apa sebenarnya isi otakmu itu Andra...!!" Suara keras Joddy membuat seisi rumah itu kaget.
"Orang orang berlomba lomba untuk bisa kuliah di Jakarta sementra kau....!! Aaahhh... apa motivasimu ke Kota itu...!!"
"Ayah, Andra pengen belajar mandiri. Kalau tiba saatnya nanti Andra harus menggantikan posisi Ayah sebagai CEO di HW Logistic, Andra harus sudah siap Yah, siap secara mental dan intelektual"
"Mandiri?? Mandiri seperti apa? Tanpa Ayah kamu bukan apa apa Andra!" Joddy melangkah meninggalkan ruang makan menuju kamarnya.
Andra hanya duduk diam di tempatnya semula, selera makannya pun langsung hilang melihat Ayahnya yang begitu marah terhadapnya.
Semenjak Bundanya Vania meninggal, sikap Joddy memang sedikit berubah. Dia cenderung emosional dan mudah marah terhadap hal hal kecil sekalipun. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor dan pulang setelah larut malam. Begitulah caranya menyembunyikan kesedihannya karena kehilangan orang orang tersayangnya dalam tenggang waktu yang singkat. Putrinya Jelita yaitu adik perempuan Andra satu satunya meninggal 6 tahun yang lalu karena kecelakaan, setelah kejadian itu, istrinya Vania menjadi sangat larut dalam kesedihan sehingga beliau sakit sakitan dan akhirnya menyusul Jelita ke pangkuan Sang Pencipta.
Andra lah yang paling merasakan dampak kesedihan Ayahnya kini, Andra merasa terabaikan dan jarang bisa berkomunikasi baik dengan ayahnya. Ayahnya yang dulu penuh kasih sayang berubah menjadi pendiam dan pemarah. Hal ini lah yang mendorong Andra ingin pergi meninggalkan Jakarta untuk sementara waktu agar ia juga bisa melupakan kesendiriannya.
Beberapa hari berlalu ketegangan Andra dan Ayahnya belum juga berakhir. Joddy bahkan tak mengajak putranya itu bicara sama sekali. Hingga tiba harinya Andra harus berangkat ke Jogja.
Pagi itu Andra sudah siap dengan kopernya akan berangkat karena perkuliahan Senin depan sudah akan dimulai. Andra memilih berangkat 2 hari lebih awal karena disana dia harus mecari tempat tinggal di kota itu.
Meski tahu ayahnya masih sangat marah padanya, Andra tetap memberanikan diri menemui ayahnya di meja makan. Andra berusaha mencairkan suasana dengan menemani ayahnya sarapan namun Joddy hanya sekilas menatap wajah putranya itu dengan tatapan dingin dan penuh arti.
"Ayah, Andra berangkat ke Jogja hari ini, Andra pamit Yah, doakan Andra sukses ya disana." Andra memberanikan diri membuka percakapan dengan ayahnya.
Namun reaksi Joddy sangat di luar dugaan Andra. Joddy bangun dari tempat duduknya sambil memukul meja makan dihadapannya. Kemarahan yang teramat sangat terpancar dari sorot matanya.
"Dasar keras kepala...!!!" Teriaknya keras menatap tajam mata Andra. "Kalau kamu tetap mau pergi dan ingin hidup mandiri... OK! Aku tidak akan melarangmu lagi. Awas saja kalau kau pulang lagi ke rumah ini dan merengek minta bantuanku, jangan harap Andra.... jangan harap aku akan membantumu. Ini kan mandiri yang kau mau cari? Mulai sekarang kau nikmati saja kemandirianmu itu....!!" Joddy berlalu cepat meninggalkan Andra.
Andra menghela nafas menahan semua perasaannya. "Life must go on" Andra tak sedikitpun berniat merubah keputusannya.
Akhirnya Andra tetap membulatkan tekadnya pergi ke Daerah Istimewa. Tidak susah baginya menemukan tempat kost yang cukup nyaman dan tidak jauh dari kampus tempatnya akan menuntut ilmu. Biaya sewa kost untuk sebulan pun sudah dibayar. Dalam sebuah amplop ia juga sudah mempersiapkan sejumlah uang cash untuk membayar biaya kuliahnya selama satu semester.
Hari sudah semakin sore, Andra merasakan perutnya mulai keroncongan. Andra melangkahkan kakinya menyusuri gang kecil keluar dari tempat kostnya menuju sebuah warung makan terdekat. Ia memesan makanan dan makan di langsung di tempat itu. Selesai makan Andra mebuka dompetnya dan membayar makanannya, disitulah ia menyadari kalau sisa uang cash nya hanya tinggal sedikit. Andra berjalan keluar gang untuk mencari ATM di sekitar area tersebut. Setelah menemukan ATM yang dicarinya, langsung saja ia masuk namun ketika hendak mengambil sejumlah uang ternyata ATM nya sudah di blokir, bahkan semua rekening tabungannya pun sudah ditutup oleh Ayahnya. Di dompetnya kini hanya tersisa beberapa lembar uang kertas pecahan sepuluh ribu.
"Ayah membuktikan kata katanya agar aku mandiri" gumammya dalam hati. "Tapi Ayah..... Andra tidak akan nyerah, Andra akan buktikan ke Ayah kalau Andra bisa sukses disini tanpa bantuan ayah".
Andra melanjutkan langkahnya pelan menyusuri jalanan di kota itu tanpa tahu harus kemana.
Diantar ramainya pengunjung Malioboro dan di tengah kegalauannya itu Andra melihat sekelompok pemuda berkumpul memainkan musik tradisional angklung dan kendang dipadukan dengan alat musik modern. Lagu yang dinyanyikan pun lagu lagu kekinian yang digemari anak anak muda.
Disanalah awal pertemuannya dengan teman teman yang mengajaknya ikut bergabung dalam kelompok band itu. Andra ditawari menjadi vokalis dari band jalanan itu.
Kelima pteman barunya itu adalah Dimas, Aldi, Dewa yang juga datang dari kota lain merantau ke Jogya, sedangkan Yusuf dan Eko mereka adalah pemuda asli kelahiran Jogja, dan semuanya berkuliah di kampus yang sama dengan Andra meskipun jurusan perkuliahan mereka berbeda.
Selepas kuliah biasanya tiap malam mereka ngamen di Jalan Maloiboro kadang juga mereka mendapatkan tawaran main musik di beberapa cafe di wilayah Prawirotaman atau di hotel hotel lainnya di Jogja. Dari uang hasil ngamen itulah Andra bisa memenuhi kebutuhan makannya sehari hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments